Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyoal Pandangan terhadap LGBT Berdasarkan Jarak Sosial (1)

13 Februari 2016   11:41 Diperbarui: 13 Februari 2016   16:03 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada umumnya kelompok yang memperjuangkan mereka menggunakan referensi ketentuan hukum yang berlaku di negara lain ("Di beberapa negara Barat sudah ada yang melegalkan pernikahan sesama jenis"), atau mengggali sejarah bangsa lain dan bangsa sendiri untuk mengingatkan masyarakat bahwa gaya hidup penyuka sesama jenis sudah berurat akar ("Dalam sejarah yang terukir di Candi ada adegan perkawinan antara X dan Y", "Budaya ketoprak juga mengenal adanya istilah...", dan sebagainya). Lalu apakah yang hendak dituju pada akhirnya? Apa yang sungguh diperbolehkan masuk ke Indonesia?

Pokok perjuangannya harus jelas. Apakah isu legalitas pernikahan sejenis itu yang hendak dihalangi masuk ke sini? Kalau memang iya, maka referensi hukum pernikahan sejenis di negara lain tidak bisa digunakan. Apakah organisasinya yang dicurigai akan melebarkan sayapnya di Indonesia yang layak ditolak atau diterima? Bagi kelompok masyarakat yang menolak, apa sesungguhnya yang Anda tolak? Kejelasan inti persoalan ini akan menentukan kebijakan yang diambil.

Bagi saya pribadi, saya menolak masuknya organisasi kaum LGBT yang mendukung isu pelegalan pernikahan sejenis. Tidak ada tawar menawar dalam hal itu. Ide untuk legalitas pernikahan tersebut akan membawa dampak perubahan negatif dalam masa mendatang. Apakah saya menutup mata dan bersikap konservatif padahal negara lain sudah melegalkan? Pertanyaan saya, mengapa harus mengacu pada kebijakan negara lain? Apakah nilai budaya kita memang sama? Lalu bagaimana dengan sejarah? Bukankah sejak dulu sudah ada kehidupan sesama jenis? Saya akan bertanya kembali : Lantas, kita diharuskan untuk menghidupkan kembali? Haruskah kita kembali ke masa lalu sementara penghayatan akan hidup bermakna sudah semakin hakiki?

Penolakan/Penerimaan Sebagai Tamu Negara/Perwakilan

Hampir sama seperti topik di atas, namun berbeda dalam hal permanensinya. Apakah masyarakat bisa menerima kehadiran organisasi kaum penyuka sesama jenis di Indonesia? Ataukah mereka hanya bisa menerima individunya saja tapi menjadi warga negara? Bagaimana dengan warga negara asing yang menetap lama di Indonesia dan ternyata mereka termasuk dalam kaum LGBT? Apakah mereka diterima atau dipulangkan?

Apakah mereka (kaum LGBT) diperbolehkan masuk dalam bentuk yang tidak kasat mata misalnya melalui gambar-gambar di media sosial Line dan WA? Di sana ada simbol laki-laki dan laki-laki yang dipersatukan dengan gambar hati.

[caption caption="Emoticon WA terbaru"]

Emoticon WA terbaru

Bagaimana dengan cabang usaha/bisnis yang terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap keberadaan LGBT di Indonesia? Apakah mereka dibiarkan terus membuka cabang usahanya ataukah diharuskan mengubah arah dukungannya? Contoh terbaru Kedai Kopi Starbuck. Entah yang lainnya.

Bagi saya sebagai pribadi, saya tidak sepakat dengan berbagai upaya kampanye yang dilakukan oleh media sosial luar. Emoticon WA dan Line sebagai contohnya. Penyusupan halus semacam ini lebih berbahaya daripada demontrasi di depan Istana Negara. Namun karena saya tidak akses untuk menghentikan penggunaan emoticon di medsos, maka saya tidak akan menggunakannya serta mendidik anak-anak saya untuk tidak menggunakan. Perwakilan organisasi LGBT pun saya bersikap tidak menerima kehadirannya. Apa urgensinya mereka membentuk organisasi? Untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya? Lalu setelah itu apa?

Penolakan/Penerimaan Sebagai Warga Negara

Pencabutan status kewarganegaraan bagi teroris adalah mutlak. Namun bagaimana dengan kaum LGBT? Salah satu pernyataan keras seorang tokoh agama (entah benar entah hoax, semoga hoax) bahwa kaum penyuka sesama jenis harus dihukum mati. Aduh! Keras banget sikapnya. Semoga ucapannya berada dalam konteks yang benar. Bagaimana sikap masyarakat terhadap warga negara yang memilih bergabung dalam komunitas LGBT?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun