Kepada
Yth. Bpk. Mahfuz Sidik
Jl Mampang Prapatan No 43,
Jakarta Selatan
Dengan Hormat,
Pertama, ijinkan saya memperkenalkan diri. Saya orang Surabaya yang tinggal di Sidoarjo. Jauh dari hingar bingar kota Jakarta. Jauh dari pemahaman kompleksitas kota Jakarta, berbeda dengan Bapak yang sudah menjadi penduduk Jakarta selama hampir 50 tahun.
Kedua, saya tertarik dengan surat terbuka Bapak ke Gubernur DKI. Saya terkejut bahwa masih ada anggota Dewan yang mendukung kiprah beliau dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi dan transparan. Sungguh lho, Pak, saya kira semuanya sama saja. Ternyata masih ada orang seperti Bapak yang secara terbuka dan eksplisit mendukung perjuangan pak Ahok. Pernyataan Bapak itu membuat saya tersenyum dan berani berharap kinerja Dewan akan makin nyata (sebelum permintaan kenaikan gajinya disetujui rakyat, tentunya). Saya (dan masyarakat penonton lainnya) menunggu bentuk konkrit dari pernyataan Bapak itu, baik sebagai pribadi yang kebetulan tinggal di Jakarta dan juga sebagai anggota Dewan yang mengemban amanah rakyat. Kami menunggu.
Ketiga, saya mohon bantuan Bapak untuk mengingatkan para rekan-rekan Bapak untuk tidak juga berkata kasar dan mengandung unsur SARA ketika rapat mediasi beberapa waktu lalu. Bapak mungkin lupa ya? Atau Bapak tidak hadir saat itu? Walaupun Bapak tidak hadir, saya yakin Bapak pasti tahu betul peristiwa yang saya maksudkan. Khan Bapak adalah anggota Dewan yang selalu update tentang perkembangan terkini?
Tolong Pak, teman-temannya diingatkan kalau rapat itu wajib hukumnya untuk berkata sopan, tidak menyela, tidak berteriak-teriak, dan tidak menggunakan umpatan atau SARA. Kalau Bapak merasa terusik dengan kata-kata kasar pak Ahok waktu wawancara live tersebut, saya juga kaget bukan kepalang ketika menyaksikan rapat mediasi antara DPRD dengan Pemprov DKI. Saling potong pembicaraan, teriak dari arah belakang, umpatan, luar biasa! Anak saya yang ikut nonton langsung komentar, “Mereka kenapa, Ma? Kok marah-marah gitu?” Saking penasarannya, saya nonton lagi lewat youtube, Pak. Penasaran sekali saya ini kenapa saya bisa salah persepsi. Bagi saya, anggota Dewan itu pasti golongan manusia yang lebih bisa mengendalikan diri, lebih tahu aturan dalam berkomunikasi dan menyampaikan pendapat. Lha kok ini beda banget ya? Kaget toh saya, Pak.. Apakah Bapak nggak kaget dengan perilaku rekan Bapak itu? Menurut saya sih, anggota Dewan yang maki-maki binatang dan SARA itu levelnya beda dengan Bapak (ini penilaian setelah baca surat Bapak yang santun dan sopan itu).
Apakah mereka yang berkata kasar dan SARA itu lupa bahwa tidak ada kaitannya antara isi rapat dan umpatannya? Apakah mereka lupa bahwa suku itu tidak bisa dipilih? Dilahirkan dalam suku apa, dari orangtua seperti apa, dengan warna kulit apa, itu khan bukan pilihan, Pak? Sepenuhnya berasal dari Allah. Lalu apakah berhak manusia memaki manusia lainnya karena kodrat itu? Saya tahu persis Bpk. Mahfuz memahami jawaban terbaik untuk pertanyaan saya itu. Kami, rakyat ini, butuh contoh teladan. Tentu saja, kami tidak mau dikatakan rakyat yang diwakili oleh Dewan bila anggota Dewannya berperilaku seperti itu. Bapak setuju dengan saya?
Terakhir, saya menghimbau persoalan antara DPRD dan Pemprov DKI segera dicarikan solusinya. Sebagaimana Bapak katakan bahwa semua gerak langkah Gubernur DKI itu dipantau oleh jutaan rakyat Indonesia, dan juga dunia Internasional, saya juga ingin mengatakan hal yang sama. Niat baik dari DPRD untuk ikut menciptakan situasi kondusif bagi pembangunan dalam jangkauan tatapan mata jutaan orang di Indonesia dan luar negeri. Bapak punya kesempatan untuk berkontribusi positif. Memang saya bukan penduduk Jakarta, APBDnya tidak akan mengena pada saya. Namun penyelesaian konflik itu akan menjadi rujukan bagi daerah lain.
Sekian surat saya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Terus terang saya agak grogi menulis surat pada Bapak. Saya kuatir bahasa saya kurang santun dibandingkan bahasa Bapak. Tapi yah, saya tetap memberanikan diri. Karena saya salut dengan pernyataan keberpihakan Bapak pada perjuangan untuk mewujudkan Indonesia bebas korupsi.
Sidoarjo, 20 Maret 2015
Orang biasa dari tepian kota Sidoarjo,
Naftalia Kusumawardhani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H