Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Bapak Tega Memecahbelah Kami? (Tanggapan Terhadap Pidato Pak Prabowo)

26 Juli 2014   21:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:06 48086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keinginan menulis ini muncul setelah mendengarkan pidato pak Prabowo (25 Juli 2014). Bagi yang belum mendengarkan, wajib dengarkan dulu pidato beliau sampai tuntas. Cukup lama, sekitar 23 menit. Barulah bisa mengikuti tulisan saya. Atau bisa juga setelah mendengarkan, punya simpulan yang berbeda. Silakan.. Kalau saya menyimpulkan pidato ini untuk membakar semangat para pendukungnya agar tidak menyerah pada hasil pilpres kemarin, lalu meminta mereka agar bersiap-siap untuk menunggu "komando gerakan" selanjutnya darinya -yang entah apa itu dan kapan. Selain itu Pak Prabowo melakukan kontradiksi. Di satu sisi banyak bicara tentang keinginannya akan kedamaian, tapi di sisi lain "sedang mempersiapkan" pasukan untuk berjuang. Kata-kata "berjuang, berkorban, sulit menyerah, tegar, berani, siap hadapi penderitaan, titik darah penghabisan, dan sebagainya" bukannya kata-kata itu sangat dekat dengan "pertempuran"? Kalimat berikutnya lebih jelas. "Susun kekuatan orang per orang. Lima orang demi 5 orang, bahas di rumah masing-masing hingga saatnya nanti..." (nunggu komando darinya.. pertanyaan : untuk melakukan langkah apa?). "Siapa yang akan berjuang bersama saya sampai titik darah penghabisan? ...  Ini belum akhir, ini baru awal dari perjuangan kita" Demikian beliau menutup pidato heroiknya (yang bagi saya terdengar seperti curhat sebenarnya). Entah bagaimana dengan teman-teman, tapi saya merasa agak terganggu (awalnya saya katakan ngeri tapi karena konotasi ngeri setara dengan ketakutan, maka saya ganti istilahnya) dengan isi pidato ini. Situasi yang sekarang ini bukanlah situasi yang beliau inginkan. Situasi menuju titik kritis yang bisa jadi lebih parah dari sekarang itulah yang dituju. Dengan pesan "tetap tenang para pendukung saya" itu kata-kata bersayap yang akan membakar orang untuk "tidak tenang". Mereka akan terbakar untuk melakukan perlawanan karena image yang muncul bahwa pemimpinnya sedang dianiaya dan tidak membela diri. "He is such a good man", bentukan persepsi yang diinginkan. Maka orang lain yang akan membelanya. Para loyalis akan bangkit pasang badan membela junjungannya. Berikutnya saya tidak merasa ayem dan adem dengan pidato ini karena pesan pak Prabowo jelas membuat orang tidak bisa kembali bekerja. Petani tidak bisa kembali ke sawah, nelayan tidak bisa kembali melaut. Anak-anak tidak bisa kembali ke sekolah. Para pengusaha tidak bisa berbisnis dengan tenang. Para pekerja berangkat kerja dengan kekuatiran. "Akankah tiba hari perjuangan yang memerlukan darah dan pengorbanan? Apakah saat itu adalah hari ini?" Mengapa teriakan kecurangan baru lantang dikemukakan sekarang? Mungkin saya buta peraturan tentang proses pilpres hingga mempertanyakan hal itu. Namun pertanyaan lebih penting adalah : Mengapa pula Bapak harus menyeret kami dan memecahbelah rakyat menjadi bukan pendukung dan pendukung Bapak untuk "berjuang bersama saya"? Mengapa Bapak tega membuat kami, yang sudah ingin melangkah menuju Persatuan Indonesia, kembali mundur ke jaman perjuangan seperti yang Bapak katakan? Siapa musuh kami sekarang, Pak? Siapa sesungguhnya musuh kami sehingga kami harus ikut berjuang hingga titik darah penghabisan? Well, saya pasti tidak akan masuk dalam "kami" itu. Kalau memang Bapak keberatan dengan intervensi asing karena akan membuat kita lemah, maka seruan Bapak agar kami terpecah menjadi pendukung setia hingga "titik darah penghabisan" bukankah justru membuat bangsa kita lengah? Justru akan memudahkan bangsa asing -yang sebetulnya saya juga tidak paham apa yang Bapak maksudkan- mengambil alih kepemimpinan di negara kita ini? Kenapa Bapak tega membuat kami terpecah belah? Saya tidak ingin ada perseteruan dengan teman-teman saya yang kemarin menjadi pendukung Bapak. Sekarang posisi kami semua sama, kami rakyat yang mendambakan pemerintahan yang adil, yang mampu memberikan rasa aman, yang mampu memenuhi kebutuhan kami dalam 2 hal fundamental yaitu kesehatan dan pendidikan. Mengapa Bapak membedakan kami, "para sahabat setia yang berjuang bersama" dengan "siapa yang hanya menonton saja"? Bukankah itu artinya Bapak ingin membelah Persatuan Indonesia demi kepentingan segelintir orang? Sekali lagi, siapakah musuh kami saat ini? Mengapa Bapak melibatkan kami, rakyat sipil, dalam pertempuran yang jelas bukan medan kami? Setahu saya, di manapun, seorang prajurit justru melindungi warga sipil dari pertempuran, bukannya mengajak untuk stay tune dalam situasi tidak stabil ini. Mungkin Bapak akan berkata bahwa ketidakadilan dalam proses pemilu ini adalah urusan kita bersama. Bagi saya, kapasitas rakyat sipil sudah selesai ketika kami melakukan pemilihan suara tgl 9 Juli 2014 lalu. Pengawasan terhadap hasilnya pun sudah selesai pada tanggal 22 Juli 2014. Mengapa Bapak tidak memikirkan para pendukung Bapak juga memiliki keluarga yang perlu dihidupi? Mengapa Bapak tidak peduli pada para pendukung Bapak yang sekarang ini harus kembali fokus pada kehidupannya setelah kemarin berbulan-bulan sudah mendukung Bapak? Mengapa Bapak masih tega menyuruh mereka ikut berjuang dan "siap menderita" seperti kata Bapak? Bagi saya, Bapak meminta terlalu banyak dari apa yang mereka mampu berikan. Tenaga, waktu, dan dana (mungkin) sudah mereka curahkan untuk mendukung Bapak, untuk apa sekarang mereka masih tetap Bapak tugaskan berdiskusi bersama 5 orang demi 5 orang tentang proses demokrasi yang sudah selesai? Pesta sudah usai, Pak. Biarkan mereka, bersama rakyat lainnya, berjuang untuk keluarganya, untuk pendidikannya, untuk lingkungan sosialnya. Mengapa Bapak tega melakukan hal ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun