Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Belajar, Berbagi dan Berkarya : Kunci Hidup Bermakna

16 September 2014   03:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:35 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BELAJAR, BERBAGI DAN BERKARYA Berdasarkan pengalaman hidup yang pernah saya jalani, ilmu yang saya pelajari, spiritualitas yang saya geluti, serta juga pengamatan dari berbagai cerita kehidupan orang lain, saya menyimpulkan bahwa hidup ini akan sangat bermakna ketika kita belajar, berbagi dan berkarya. Belajar itu bukan ilmu saja, tetapi apa saja. Juga dari siapa saja. Bahkan dari orang yang dianggap kelas bawah pun kita bisa belajar. Berbagi itu tidak selalu dengan uang. Sebenarnya 1000 pun berarti asalkan ikhlas. Berbagi dalam berbagai bentuk. Berbagi informasi lowongan pekerjaan, asalkan disertai dengan niat baik, pun termasuk berbagi. Berbagi informasi yang bermanfaat, berbagi ilmu yang dimiliki, dan sebagainya. Berkarya itu tidak selalu melalui pekerjaan yang kita miliki atau pun profesi. Berkarya bisa dalam banyak bentuknya. Mempelopori gerakan doa bersama untuk kedamaian negara pun termasuk karya. Berikut ini ada kisah yang menjadi inspirasi saya dalam merumuskan 3B itu. Waktu itu saya sedang bertugas menjaga pameran (sekitar tahun 2000) di TP. Kami mengambil katering untuk makan siang. Pak Gandhi, nama penjualnya. Suatu siang Bapak itu datang terlambat. Ya bisa dibayangkan, beliau dimarahi banyak orang. Karena kami tidak bisa meninggalkan tempat untuk cari makan, lagipula biaya makan di TP lebih mahal dari honor yang diterima. Saya tanya kenapa dia terlambat lama sekali. Begini ceritanya. Dia melihat ada seorang ibu dengan 2 anaknya yang masih kecil duduk di depan resto D*nde*. Mereka duduk di pinggiran sambil ngobrol. Si anak kecil ngomong sama kakaknya, "Dulu Bapak janji kita bisa makan di sana ya?" katanya pada kakak dan ibunya. "Iya..tapi Bapak nggak ada, Ibu nggak punya uang untuk makan di sana". (percakapan dalam bahasa Jawa). Mendengar itu, Bpk. Gandhi ini mendekat. Ternyata ayah kedua anak itu pernah berjanji kalau sudah selesai pekerjaannya sebagai tukang batu, ia akan mengajak keluarganya makan di sana. Namun sebelum niatnya terlaksana, sang ayah meninggal karena kecelakaan di tempat kerja. Jadilah keluarga kecil itu hanya bisa duduk termangu di depan resto yang pernah dijanjikan ayahnya. Tergerak dengan kisah mereka, pak Gandhi lalu mengajak mereka makan di resto itu. Mereka boleh pesan makanan sepuasnya. Saya tanya apa dia nggak kuatir uangnya habis karena hasil katering itu cuman sedikit? Dia berani traktir plus masih membawakan makanan untuk mereka pulang. Masih juga ngasih uang untuk keluarga kecil itu belanja. Pak Gandhi menggeleng dan menjawab singkat, "Gusti Allah ora sare kok, Mbak!" (Allah tidak tidur kok) Lalu dia melanjutkan, "Saya percaya makin banyak kita memberi, makin banyak kita dikasih rejeki!". Hebat! Saat itulah saya percaya bahwa Tuhan sudah berjanji pada kita, dan tugas kita hanya percaya pada janji-Nya. Saya percaya bahwa hidup ini seimbang : Belajar, Berbagi dan Berkarya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun