Ketika ada ABK yang ingin mendaftar di suatu sekolah, maka yang harus dilakukan oleh pihak sekolah adalah WAJIB MENERIMANYA.Â
Wajib menerima disini bukan berarti anak diterima begitu saja tanpa mempertimbangkan latar belakang kelainan apa yang sedang di alaminya, melainkan jika ada ABK yang ingin masuk ke sebuah lembaga itu dan sebelumnya memang lembaga itu belum pernah menerima siswa ABK, maka mulai saat itulah sekolah sudah menjadi pendidikan inklusif yang siap memberikan fasilitas-fasilitas dan layanan khusus untuk ABK.
Beberapa cara untuk mengawali sebuah pendidikan yang berbasis inklusif adalah:
Pertama, Kepala Sekolah membuat kebijakan inklusif yang diawali dengan sosialisasi tentang pemahaman pendidikan yang inklusif, mulai dari bagaimana proses pelayanannya serta memanggil jiwa mereka untuk masuk di area ke-inklusif-an itu sendiri.
Kedua, membuat kebijakan kelompok untuk mengembangkan layanan pendidikan inklusif yang terdiri dari guru reguler yang diupayakan untuk mendapat pelatihan pelayanan kompensantoris, layanan pembelajaran inklusif, menyusun atau memodifikasi kurikulum, dan lain sebagainya.
Kemudian apabila ABK sudah diterima, maka ABK itu langsung di asesmen meliputi kemampuan dasarnya apa? Kelebihan dan kekurangannya apa? Lalu dibuatkan program pembelajaran individual (berupa dokumen kesepakatan antara pihak sekolah dengan pihak orang tua sebagai bentuk bukti dan persetujuan) sehingga orang tua juga ikut andil dalam menyusun target akhir program ketuntasan belajar anaknya sudah sampai mana.
Dalam hal ini, Ni'matuzzahroh (2016: 56) "Individu Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan Inklusif" menyatakan perlunya asesmen (pengumpulan informasi) dan identifikasi pada siswa ABK untuk menetapkan kriteria siswa ABK dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki sekolah agar pembelajaran menjadi efektif yaitu:
a. Pertimbangan kemampuan intelektual atau kecerdasan siswa
Siswa ABK yang akan masuk sekolah inklusif harus diobservasi dan diidentifikasi kemampuan intelektualnya. Tujuannya adalah agar mereka dapat mengikuti proses belajar mengajar.
b. Pertimbangan kemampuan komunikasi dan interaksi siswa dengan orang lain
Kemampuan komunikasi merupakan hal yang menentukan keberhasilan siswa ABK dalam mengikuti pembelajaran di kelas inklusif. Begitupun halnya dengan kemampuan berinteraksi yang dibutuhkan agar anak mampu bersosialisasi dengan teman dikelasnya dan mengikuti pembelajaran yang diberikan guru di kelas.Â
Pada poin ini diharapkan guru bisa membaurkan ABK dengan siswa reguler lain. Bukan mengeksklusikan ABK dalam sekolah reguler, tetapi menginsklusifkan ABK bersama teman-teman yang lain. Sehingga proses komunikasi akan berjalan baik karena ketika anak saling membaur, maka tidak akan muncul yang namanya eksklusivisme.
c. Pertimbanganan Hambatan Perilaku
Karena adanya kekhususan yang dibawa siswa ABK dan muncul dalam bentuk perilaku yang membuat mereka berbeda, maka perilaku ini harus sudah dapat terkendali agar anak tidak menjadi pusat perhatian maupun dapat mengganggu siswa reguler lainnya. Siswa yang perilakunya telah masuk dalam kategori ringan dapat masuk kedalam kelas inklusi.