Mohon tunggu...
Nafis Rona
Nafis Rona Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Suka membaca, menulis, dan mencoba hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa dengan 14 Februari?

30 Januari 2023   15:12 Diperbarui: 30 Januari 2023   15:17 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Jika generasi dahulu fokusnya membela tanah air supaya bisa lepas dari belenggu penjajahan. Sekarang, bagaimana kita menjadi generasi yang memperjuangkan kemakmuran di Indonesia. Tentunya banyak hal yang bisa kita lakukan demi mewujudkannya."

PETA, kepanjangan dari Pembela Tanah Air adalah kesatuan paramiliter sukarelawan pemuda Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah Jepang periode 1942-1945, tepatnya tanggal 3 Oktober 1943 dengan tujuan untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya dari serangan blok sekutu. Awal mula terbentuknya PETA dikarenakan rasa tidak percaya bangsa Indonesia mengenai kemerdekaan yang telah dijanjikan oleh Jepang. PETA berperan penting menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia meski hanya membantu Jepang dalam perang. Bahkan, PETA menjadi salah satu pilar terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal terbentuknya TNI. 

Pada masa itu, Jepang masih menghadapi sekutu dalam Perang Dunia II sehingga pendudukannya di Indonesia dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan perang. Salah satunya adalah pemanfaatan pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pasukan perang. Indonesia mengupayakan latihan militer sebagai bekal melawan penjajahan dan perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Sedangkan bagi Jepang membentuk PETA karena membutuhkan pasukan tambahan terlatih dalam bidang militer untuk antisipasi menghadapi sekutu dalam menyerang Indonesia. 

Terbentuknya PETA bagi Indonesia merupakan sebuah usaha untuk meingkatkan semangat perjuangan memperjuangkan kemerdekaan dengan cara meningkatkan kemampuan kemiliteran. Oleh karena itu, PETA juga diikutsertakan oleh para pemimpin bangsa untuk mempersiapkan kemerdekaan. Gatot Mangkoeprajda, Ir.Soekarno, Moh.Hatta, Ki Ageng Suryomataram, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansoer, dan tokoh-tokoh lainnya berperan dalam penmbentukan serta perkembangan PETA menuju kemerdekaan.

Awal mula terjadinya pemberontakan yakni pada 14 Februari 1945, sebagian pasukan PETA Batalion Blitar melakukan pemberontakan dibawah pimpinan Shudanco Soeprijadi. Ia mengibarkan bendera merah putih di sebuah lapangan besar sebagai bentuk perlawanan. Pemberontakan ini ditimbulkan oleh kemarahan pasukan Batalion Blitar menyaksikan buruknya kondisi masyarakat sekitar serta penderitaan akibat romusha. Tujuan pemberontakan ini adalah membunuh setiap prajurit Jepang yang ditemui di wilayah Blitar. Akan tetapi pemberontakan ini lebih dulu gagal karena prajurit Jepang di sekitar markas Batalion telah meninggalkan tempat. Rupanya kekuatan Jepang berhasil menguasai seluruh Kota Blitar.  Pemberontakan berlangsung beberapa hari hingga berhasil dipendam oleh beberapa masyarakat pribumi yang tidak ikut campur serta. Dari sekitar 360 orang yang terlibat dalam pemberontakan, 55 diantaranya ditangkap dan 5 orang dikenai hukuman mati.

Pada tanggal 19 Agustus 1945, tepat sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Tentara Kekaisaran Jepang meminta pasukan PETA untuk menurunkan dan menyerahkan senjatanya. Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno menyetujui pembubaran PETA menjadi tentara nasional. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi adanya tuduhan dari blok sekutu bahwa Indonesia yang baru merdeka adalah kolaborasi Kekaisaran Jepang karena memperbolehkan milisi yang diciptakan Jepang ini dilanjutkan. Sehari kemudian, Panglima Angkatan Darat ke-6 di Jawa mengucapkan pidato perpisahan pada pasukan PETA. Untuk mengenang perjuangan PETA, pada tanggal 18 Desember 1995, diresmikan monumen PETA yang terletak di Bogor, bekas markas besar PETA. 

Jika selama ini hari kasih sayang atau kerap dikenal sebagai valentine's day diperingati setiap 14 Februari, maka ada hari lain yang tak kalah penting untuk diperingati. Sebenarnya hari valentin sendiri merupakan budaya barat, dan ada sejarah yang melatarbelakangi tercetusnya hari yang dirayakan generasi muda sedunia itu. Bagaimana dengan generasi muda di Indonesia? Tentu tidak sedikit juga yang mengistimewakan hari tersebut, bahkan sampai merayakankannya dengan berbagai macam cara. Banyak yang tidak diketahui masyarakat Indonesia tentang 14 Februari. Jika orang luar mempunyai sejarah yang dikenang, sehingga mereka rayakan sebagai bentuk kasih sayang pada orang-orang sekitar, demikianpun dengan kita rakyat Indonesia.

Hari Pasukan Pembela Tanah Air juga diperingati setiap tanggal 14 Februari, pada minggu ketiga di bulan Februari. Diperingatinya hari tersebut merupakan salah satu tonggak perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Jepang. Meski lembaga ini bentukan Jepang, namun PETA menyulut jiwa patriotisme dan nasionalisme, sebab mereka peduli dengan kondisi saudara pribumi yang harus menghadapi penderitaan kerja paksa Jepang. Sebagian dari para remaja akan menyepelekan hari bersejarah ini, dimana para pemuda seusia mereka pada zaman itu berjuang meraih kemerdekaan. Tanggal tersebut memang bukan hari besar nasional, namun semangat para pejuang kemerdekaan pada tanggal itu masih terus dikenang. 

Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Begitu semboyan sangat terkenal yang pernah diucapkan presiden Soekarno pada pidato terakhirnya di Hari Ulang Tahun RI tanggal 17 Agustus 1966. Maka dari itu, jadilah kita generasi yang memiliki rasa patriotme dan nasionalisme yang tinggi, yang tidak melupakan sejarah bangsanya. Itulah bentuk rasa sayang kita terhadap tanah air tercinta.

Jika generasi dahulu fokusnya membela tanah air supaya bisa lepas dari belenggu penjajahan. Sekarang, bagaimana kita menjadi generasi yang memperjuangkan kemakmuran di Indonesia. Tentunya banyak hal yang bisa kita lakukan demi mewujudkannya. Perilaku yang sudah seharusnya kita terapkan adalah menjaga keutuhan NKRI di era globalisasi saat ini. Banyaknya kebudayaan asing mampu menggeser budaya asli Indonesia yang susah payah dibangun oleh para pejuang kemerdekaan. Semua warga negara harus melindungi NKRI dari ancaman yang mampu meruntuhkan kesatuan bangsa ini. Sebagai seorang pelajar, upaya yang paling mudah diterapkan adalah menjadi generasi yang berkualitas. Antara lain menanamkan sikap berkarakter, seperti beriman, bertakwa, berakhlak mulia dan bekerja keras. Kedua, mempunyai kompetisi yakni dengan menjadi generasi yang kreatif dan memiliki keterampilan sesuai dengan potensi dan bakat yang bisa kita kembangkan. Ketiga, komunikatif, mampu menyampaikan pesan dengan baik, memaparkan dan menjelaskan. Keempat, critical thinking. Selayaknya kita menjadi generasi yang kritis dalam berpikir dan  tidak mudah termakan hoax. Di era kemajuan teknologi yang berkembang pesat ini, kita harus pandai menyeleksi hal-hal yang masuk, agar tidak mengancam keutuhan NKRI. Yang terakhir, kolaboratif, pandai mengajak kerjasama orang lain. Sebagaimana kita adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lain, sesuai dengan salah satu prinsip bangsa Indonesia, yakni gotong royong.

Itulah visi dari pembela tanah air zaman sekarang. Dari membela memperjuangkan kemerdekaan, bergeser menjadi generasi yang membela kemakmuran dan kemajuan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun