Banyak orang yang lebih menyukai membaca daripada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para anak didik memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan membuat surat, mengisi formulir, atau membuat catatan.
Ada banyak definisi tentang menulis, salah satunya Lerner (1985 : 413) mengungkapkan bahwa menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu benk visual. Soemarmo Markam (1989:21) menjelaskan bahwa menulis adalah mengugkapkan bahasa dalam bentuk simbol gambar. Menulis adalah suatu aktivitas kompleks yan mencakup gerakan legan, tangan, jari, dan mata secara terintegrasi.Â
Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa an kemampuan berbicara. Tarigan (1986:21) mendefinisikan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya naupun orang-orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut. Menurut Poteet (1984:239), menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan simbol-simbol sistem bahasa penulisnya untuk keperluan komunikasi atau mencatat.
Beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa, Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi. Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, ide dengan menggunakan bentuk lambang-lambang bahasa grafis dan menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.
Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara dan membaca. Pada saat bayi dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai bunyi disekitarnya. Lama kelamaan bayi menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengemukakan keinginannya.Â
Pada usia dua tahun, anak biasanya sudah mampu berbicara dengan menggunakan kalimat satu kata hingga sampai anak telah mampu menggunakan kalimat lengkap dalam percakapan yaitu pada saat anak masuk SD. Anak mendapatkan informasi dari orang dewasa, dimana orang dewasa mendapatkan dari hasil membaca seperti majalah, koran, dan buku. Dengan demikian, proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca.
Pelajaran menulis mencakup (1) menulis dengan tangan, (2) mengeja, dan (3) menulis ekspresif (Lovit, 1989:225).
Menulis dengan Tangan atau Menulis Permulaan
Sejak awal masuk sekolah anak harus belajar menulis tangan karena kemampuan ini merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain.
Menurut Lerner (1985:402), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis, (1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi, (4) memori, (5) kemampuan melakukan cross modal, (6) menggunakan tangan yang domian, (7) kemampuan memahami instruksi. Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan mengalami kesulitan dalam menulis, tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis.Â
Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga agrafia. Disgrafia menunjuk pada adanya ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika. Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia (dyslexia) karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait.