Dalam era pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa PPN 12% resmi berlaku pada 1 Januari 2025.
Namun, pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah ditetapkan hanya akan dikenakan pada barang mewah atau PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah).
Dikutip dari kompas.com, "Kenaikan PPN menjadi 12 persen menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan, memperburuk kondisi ekonomi mereka."
Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa pengecualian terhadap barang pangan dari PPN bukanlah hal yang baru.
Menurutnya, pengecualian tersebut sudah diatur sejak diberlakukannya UU Nomor 42 Tahun 2009, jauh sebelum adanya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2021.
Lantas, apa dampak kenaikan pajak yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen bagi ekonomi dan daya beli masyarakat?
1. Dampak pada Sektor Usaha
Dampaknya pada UMKM dan sektor informal, yang mana mungkin mereka harus menaikkan harga dari produk atau layanan itu sendiri demi memperoleh sebuah keuntungan yang pasti. Sehingga penurunan daya beli juga berdampak pada penurunan penjualan, hal ini bisa menyebabkan berkurangnya tenaga kerja bahkan di beberapa kasus yang cukup ekstrem apabila umkm dan sektor formal tidak dapat menangani dampak negatif tersebut, berpotensi untuk menutup paksa usaha mereka.
2. Pola Konsumsi Masyarakat
PPN adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi barang dan jasa yang terjadi, jadi jika tarifnya dinaikkan, harga barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen otomatis akan lebih mahal, dari kejadian ini akibatnya daya beli masyarakat akan menurun. Jika harga barang dan jasa semakin meningkat hal itu akan menjadi pertimbangan para konsumen agar berhati-hati dalam setiap pengeluaran mereka. Karena meningkatnya harga barang dan jasa, konsumen akan merasa lebih sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. dengan demikian, daya beli masyarakat menurun karena mereka terpaksa mengalokasikan lebih banyak uang untuk pembelian barang yang harganya lebih tinggi akibat kenaikan PPN
3. Peningkatan Inflasi
Dikutip dari CNN Indonesia, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 tidak akan memberikan dampak besar kepada laju inflasi pada tahun depan. namun apakah hal tersebut tidak mempengaruhi laju inflasi?
Meskipun Bank Indonesia menyebutkan bahwa dampak kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tidak akan besar terhadap inflasi, dampaknya bisa lebih kompleks. Kenaikan PPN tersebut memang dapat menyebabkan sedikit peningkatan harga barang dan jasa, tetapi pengaruh langsung terhadap inflasi diperkirakan relatif kecil. Namun, fenomena seperti pre-emptive inflation, dimana pelaku usaha menaikkan harga lebih awal, bisa memperburuk inflasi lebih dari yang diperkirakan.
Selain itu, faktor-faktor lain seperti harga komoditas global dan kebijakan moneter BI juga turut memainkan peran dalam menentukan laju inflasi. Oleh karena itu, meskipun dampak langsungnya mungkin terbatas, tetap ada kemungkinan inflasi dapat meningkat jika faktor-faktor lain turut berkontribusi dalam meningkatkan harga barang dan jasa.
4. Kesenjangan Sosial
kenaikan tarif PPN berpotensi memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. karena dengan adanya kenaikan pajak cenderung regresif atau suatu kemunduran, semakin rendah penghasilan seseorang maka semakin besar proporsi pendapatannya yang harus digunakan untuk membayar pajak. dengan kata lain, masyarakat yang memiliki pendapatan rendah akan merasakan beban yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan tinggi, meskipun keduanya hanya mengkonsumsi barang dan jasa dengan jumlah yang kecil. sebagai hasilnya, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin akan semakin besar, dan menciptakan ketidaksetaraan ekonomi lebih dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H