Pendahuluan
      Bulan Desember 2019 lalu dunia dihebohkan dengan adanya virus Covid-19. Virus Covid-19 ditemukan untuk pertama kalinya di China, tepatnya kota Wuhan. Virus Covid-19 menyebar dengan begitu cepat ke banyak negara di dunia, termasuk ke Indonesia. Di Indonesia sendiri, virus Covid-19 pertama kali ditemukan pada awal bulan Maret tahun 2020. Lalu, ketika virus Covid-19 sudah ada di Indonesia, pemerintah mulai membuat kebijakan dan menerapkan kebijakan Lockdown untuk mengurangi pergerakan di masyarakat.
      Pandemi Covid-19 berpengaruh besar terhadap berbagai bidang, mulai dari sektor ekonomi, politik, bahkan ke sektor pendidikan. Dengan berdampaknya pandemi Covid-19 ke berbagai sektor menyebabkan negara yang terdampak menutup sekolah dan pergururan tinggi lalu menggantinya dengan pembelajaran daring. Hal ini dilakukan guna untuk mencegah mata penularan virus Covid-19. Yang juga didukung oleh Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 24 Maret 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid- 19). Prinsip yang diterapkan dalam masa pandemi adalah "kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga pendidikan, keluarga dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran". Berdasarkan hal tersebut maka pihak sekolah khususnya sekolah dasar harus mengubah strategi pembelajaran yang awalnya secara tatap muka maka dilakukan secara online atau daring (Anugrahana, 2020:282).
        Pembelajaran daring memang menjadi pilihan yang paling tepat selama pandemi. Namun, dengan proses pembelajaran yang dilakukan secara daring tentu saja bisa menimbulkan berbagai permasalahan yang baru, tetapi permasalahan dalam pembelajaran daring tersebut tentu bisa dibahas lebih lanjut dengan teori struktural fungsional Emile Durkheim. Teori struktural fungsional yang digagas oleh Durkheim sampai hari ini masih relevan untuk mengkaji berbagai persoalan sosial, ekonomi, kebudayaan termasuk berbagai fenomena masalah sosial (Sari & Siswanto, 2021:14). Dengan demikian, tulisan ini akan membahas terkait permasalahan yang timbul akibat proses pembelajaran daring dalam perspektif struktural fungsional Emile Durkheim.
Isi
Pembelajaran yang semula dilakukan secara kovensional kini telah beralih menjadi pembelajaran online. Hal tersebut tentu berdampak kepada berbagai pihak untuk ikut menyesuaikan pembelajaran agar berjalan sebagaimana mestinya. Walaupun pembelajaran online bisa dikatakan sebagai pilihan yang tepat untuk kegiatan proses belajaran mengajar di masa pandemi, pembelajaran daring ini masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat problematika. Dalam pelaksanaannya, baik itu siswa, mahasiswa, guru, dosen, atau tenaga pendidik lainnya dan orang tua masih mengalami hambatan.
Adapun media yang digunakan dalam pembelajaran daring yaitu, WhatsApp, Zoom Meeting, Google Meet, Google Classroom, Microsoft Team, Youtube, dan lain sebagainya. Menurut Jagad dan & Nurgiansah (2021:369) media pembelajaran yang menarik serta menyenangkan dapat menghilangkan rasa bosan dalam pembelajaran daring. Di sisi lain, ketersediaan pembelajaran daring yang digunakan masih belum merata di semua daerah di Indonesia. Pada dasarnya pendidikan bukan hanya untuk anak yang tinggal di kota besar saja, tetapi harus menyeluruh hingga ke pelosok pedesaan dan di daerah 3T. Lalu apakah dengan adanya pembelajaran daring semua daerah tersebut sudah tersedia jaringan internet yang memadai? Realita yang bisa ditemui masih banyak tempat di Indonesia yang berlum bisa dijangkau oleh internet, terlebih di Indonesia bagian Timur. Tentu saja ini menjadi salah satu permasalahan dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara daring.
Dalam pembelajaran yang dilakukan secara daring memerlukan dukungan perangkat mobile seperti smartphone atau telepon android, laptop, komputer, tablet dan iphone yang dapat digunakan untuk mengakses informasi kapanpun dan dimanapun (Ali Sadikin, 2020). Pembelajaran daring tidak hanya membutuhkan perangkat saja, tetapi kuota internet juga dibutuhkan. Tentunya dengan pembelajaran yang dilakukan secara daring akan menambah biaya pengeluaran untuk membeli kuota. Walaupun pemerintah telah memberikan bantuan kuota internet tetap saja harus menyiapkan biaya lebih untuk membeli kuota tambahakan karena kuota yang diberikan oleh pemerintah juga terbatas.
Pembelajaran daring merupakan bagian dari pendidikan jarak jauh yang membutuhkan teknologi berbasis internet. Namun realitanya, masih banyak ditemui tenaga pengajar yang belum menguasai penggunaan teknologi informasi. Dalam menggunakan media pembelajaran daring tentu dibutuhkan kemampuan untuk mengoperasikannya agar tidak mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Untuk itu, seorang tenaga pendidikan harus memiliki keinginan untuk dapat mengupgrade dirinya agar bisa mengikuti perkembangan teknologi dan informasi agar dapat membuat proses belajar mengajar menjadi interaktif, menyenangkan, dan tidak membosankan.
Pembelajaran yang dilakukan secara tatap maya dinilai masih belum efektif. Pada pembelajaran tatap muka saja, tak jarang masih ditemui peserta didik yang baru akan paham akan sebuah materi pembelajaran jika telah dijelaskan beberapa kali. Penyampaian suatu konsep pada siswa akan tersampaikan dengan baik bila konsep tersebut mengharuskan siswa terlibat langsung di dalamnya (Haryati, 2021:26). Dengan demikian, pembelajaran daring ini sangat membutuhkan partisipasi dari semua pihak.
      Banyaknya permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran daring dapat dikaitkan menggunakan teori struktural fungsional Emile Durhkeim. Menurut Durkheim, masyarakat merupakan sebuah kesatuan yang di mana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang memiliki fungsinya masing-masing, dan saling menyatu dalam keseimbangan (Sari & Siswanto, 2021:24). Sama halnya dengan pendidikan, pada sistem pendidikan ada sebuah kesatuan yang memiliki korelasi yang erat dengan fungsinya masing-masing, yaitu antara sekolah, kurikulum, serta masyarakat.