Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan sistem pemasyarakatan. Di mana sistem kepenjaraan yang kelam berubah nomenklatur menjadi sistem dengan kebijakan yang lebih mementingkan hak asasi manusia. Setiap warga yang terpidana mereka tidak bersalah sepenuhnya karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dia melakukan suatu tindak pidana. Dan penjara bukanlah tempat yang harus ditakuti, dikarenakan sekarang di dalam penjara banyak yang dapat kita pelajari. Semua hal ini adalah efek dari adanya sistem pemasyarakatan. Kemudian bagaimana tanggapan masyarakat terhadap sistem pemasyarakatan sekarang ?
     Sistem pemasyarakatan di Indonesia merupakan bagian integral dari sistem peradilan pidana yang bertujuan untuk mengubah perilaku pelanggar hukum melalui proses rehabilitasi, pembinaan, dan reintegrasi ke dalam masyarakat. Namun, pandangan masyarakat terhadap sistem ini sering kali dipenuhi dengan berbagai kritik dan tantangan. Salah satu kritik utama yang muncul adalah masalah overkapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas). Sebagian besar lapas di Indonesia beroperasi jauh di atas kapasitas yang seharusnya, seperti Lapas Cipinang yang dirancang untuk menampung sekitar 1.000 narapidana, namun sering kali diisi hingga lebih dari 3.000 orang. Kondisi ini memicu berbagai masalah seperti kesehatan, kebersihan, dan keamanan narapidana, yang menurunkan efektivitas rehabilitasi.
       Selain itu, masyarakat kerap mengkritik praktik korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia di dalam lapas. Banyak laporan yang menyebutkan adanya pungutan liar, perlakuan tidak manusiawi, serta penyalahgunaan kekuasaan oleh petugas lapas. Kasus-kasus ini memperkuat persepsi bahwa sistem pemasyarakatan di Indonesia masih jauh dari kata adil dan manusiawi. Sementara tujuan utama sistem pemasyarakatan adalah rehabilitasi, banyak masyarakat yang meragukan efektivitas program pembinaan yang ada. Narapidana sering kali kembali melakukan kejahatan setelah dibebaskan, menunjukkan bahwa program pembinaan belum berhasil mengubah perilaku mereka secara signifikan. Hal ini memperkuat anggapan bahwa sistem pemasyarakatan lebih berfokus pada penahanan daripada rehabilitasi.
       Proses reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat juga menjadi perhatian. Stigma sosial terhadap mantan narapidana sering kali menghambat mereka untuk kembali menjalani kehidupan normal. Kesulitan mendapatkan pekerjaan dan diterima kembali oleh keluarga serta masyarakat membuat banyak mantan narapidana akhirnya kembali ke dunia kejahatan. Meskipun banyak kritik, upaya untuk memperbaiki sistem pemasyarakatan terus dilakukan. Pemerintah dan berbagai lembaga non-pemerintah aktif berusaha mengatasi masalah ini melalui berbagai inisiatif, seperti pembangunan dan perluasan fasilitas lapas untuk mengurangi overkapasitas. Selain itu, penerapan program rehabilitasi di luar lapas, seperti rehabilitasi narkoba berbasis komunitas, juga terus digalakkan. Upaya pemberantasan korupsi dan peningkatan pengawasan terhadap petugas lapas menjadi prioritas, dengan pelatihan etika dan profesionalisme diharapkan dapat mengurangi praktik-praktik korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Program pembinaan narapidana diperbaiki dan diperluas dengan memasukkan berbagai keterampilan kerja dan pendidikan, termasuk pelatihan vokasional, bimbingan psikologis, dan pendidikan formal. Selain itu, pemerintah dan LSM menyediakan program dukungan sosial dan ekonomi bagi mantan narapidana untuk memfasilitasi reintegrasi, seperti layanan konseling, bantuan mencari pekerjaan, serta penguatan jaringan dukungan komunitas. Pandangan masyarakat terhadap sistem pemasyarakatan di Indonesia umumnya dipenuhi dengan kritik terkait overkapasitas, korupsi, kurangnya efektivitas program pembinaan, dan tantangan reintegrasi. Namun, berbagai upaya perbaikan terus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Dengan reformasi yang berkelanjutan dan partisipasi aktif dari semua pihak, diharapkan sistem pemasyarakatan di Indonesia dapat menjadi lebih adil, manusiawi, dan efektif dalam merehabilitasi narapidana serta mengurangi angka kejahatan.
        Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H