Mohon tunggu...
Nurul Almas Filzatul Afifah
Nurul Almas Filzatul Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurusan Antropologi - Universitas Airlangga angkatan 2021

Sometimes i wish i was at AOT, no school no work just tatakae tatakae

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Taneyan Lanjhang: Pola Pemukiman Suku Madura

31 Desember 2022   20:05 Diperbarui: 19 April 2023   13:41 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar di atas merupakan contoh dari pola pemukiman taneyan lanjhang yang ada di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan. (Sumber: Dokumentasi penulis yang diambil pada 12 November 2022)

Masyarakat Madura merupakan salah satu suku dengan populasi terbesar di Indonesia. Suku Madura mendiami wilayah Pulau Madura yang berada di timur laut provinsi Jawa Timur. Pulau Madura termasuk dalam wilayah administratif provinsi Jawa Timur. Suku Madura dikenal memiliki etos kerja yang tinggi, telaten, religius dan menjunjung tinggi harga diri. Keunikan budaya suku Madura tercermin pada salah satu budayanya yaitu pola pemukiman. Pola pemukiman khas suku Madura disebut dengan Taneyan lanjhang. 

Terdiri atas dua kata yaitu taneyan yang berarti halaman dan lanjhang yang memiliki arti panjang. Taneyan lanjhang berbentuk memanjang dari arah barat ke arah timur (Adib, 2012, 13). Seperti namanya, taneyan lanjang memiliki ruang terbuka berupa halaman yang luas di tengahnya. Fungsi halaman ini adalah sebagai ruang komunal bagi keluarga-keluarga yang tinggal dalam taneyan lanjhang. Pada ujung barat taneyan lanjang terdapat langghar. Langghar memiliki fungsi sebagai tempat beribadah, mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak, tempat menerima tamu serta ruang tidur bagi laki-laki (Heng & Kusuma, 2013, 8). 

Pada sebelah utara langghar terdapat rumah utama atau rumah cikal bakal taneyan lanjhang yang disebut dengan tonghuh. Jika anak perempuan dalam keluarga menikah, maka akan dibuatkan rumah di sebelah timur tonghuh. Dengan ini hirarki keturunan pada taneyan lanjhang dapat dilacak melalui pola urutan rumah dari barat ke timur (Sattar, 2015, 5).

Jika tanah yang ada terbatas, maka rumah anak perempuan selanjutnya akan dibangun di sebelah selatan langghar, tepat berhadapan dengan tonghuh. Dilanjutkan terus ke timur untuk anak yang lebih muda. Jika orangtua yang menghuni tonghuh meninggal, maka tonghuh akan ditempati oleh anak perempuan tertua. Urutan barat-timur pada taneyan lanjhang memiliki makna bahwa timur melambangkan terbit dan muda. Sedangkan arah barat adalah redup, terbenam atau masa tua. Oleh karena itu anak perempuan tertua akan menempati rumah pada bagian barat. 

Pola pemukiman taneyan lanjhang pada masyarakat suku Madura mencerminkan uxorilokalitas dan matrilokalitas. Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kedudukan yang penting dalam masyarakat Madura. Melindungi perempuan sama dengan menjaga harkat martabat keluarga. 

Untuk inilah taneyan lanjhang ada. Untuk melindungi serta memberikan ruang aman kepada perempuan. Meskipun memiliki pola residensi matrilokal, kekuasaan dalam masyarakat suku Madura sendiri adalah patriarki (Hefni, 2013, 5). Sedangkan bentuk kekerabatannya adalah bilateral. Pola residensi inilah yang menjadi konsep dasar taneyan lanjhang. 

Taneyan lanjhang merupakan budaya unik suku Madura yang sarat akan makna. Pola pemukiman taneyan lanjhang dapat mempererat kekerabatan antar keluarga dengan keluarga yang lain dalam taneyan lanjhang. Selain itu taneyan lanjhang memiliki fungsi untuk melindungi serta memberikan ruang aman kepada perempuan.

Konsep matrilokal yang tercermin pada taneyan lanjhang menjadikannya eksklusif. Tidak jarang keluarga yang menghuni taneyan lanjhang akan jarang bersosialisasi dengan keluarga di luar taneyan lanjhang tersebut.

Referensi

Adib, M. (2012). ETNOGRAFI MADURA (1st ed.). Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya. 

Hefni, M. (2013). PEREMPUAN MADURA DI ANTARA POLA RESIDENSI MATRILOKALDAN KEKUASAAN PATRIARKAT. Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman (Journal of Social and Islamic Culture). https://doi.org/10.19105/karsa.v20i2.43 

Heng, J., & Kusuma, A. B. (2013). Konsepsi Langgar Sebagai Ruang Sakral Pada Tanean Lanjang. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, 10(4), 8. 10.24002/jars.v10i4.1167

Sattar, A. (2015). TANIAN LANJANG Pola Tata Ruang dan Kekerabatan Masyarakat Madura. Sabda Jurnal Kajian dan Kebudayaan, 10(2), 17. https://doi.org/10.14710/sabda.10.2.%25p 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun