Manusia yang menjadi keboan bergerak ke sana ke mari. Ada warga yang mengikuti pergerakan keboan. Pengiring tidak bisa memaksa keboan untuk bergerak ke mana-mana, hanya sebatas mengarahkan. Bahkan waktu acara ritual tolak bala kapan dibuka terserah kemauan leluhur. Di tengah perjalanan, para keboan ini mendadak kesurupan. Mereka kerasukan roh leluhur desa. Setiap orang yang dipilih leluhur menjadi keboan tidak bisa mengelak. Sekali roh nenek moyang merasuki tubuh seorang warga desa, maka segala tindak-tanduk orang tersebut seperti kerbau.
Mereka berlarian untuk mencari kubangan lumpur Menyeruduk warga yang melihat. Kemudian satu per satu mencemplungkan diri di dua kubangan lumpur dekat balai desa. Mereka terlihat saling melempar air selokan menggunakan timba. Tidak boleh marah bila terkena siraman air. Bila terkena, dipersilakan untuk mengambil air dari selokan, kemudian air itu disiramkan ke arah kerumunan orang. Begitu juga bila warga ada yang ditarik oleh keboan ke dalam kubangan lumpur, juga tidak boleh marah. Semua warga membaur, saling siram air, dan ada yang dibanting keboan ke dalam kubangan lumpur. Lokasi dan ukuran kubangan lumpur ini ditentukan leluhur.
Warga desa Aliyan menganggap benih padi dari ritual bila ditanam di sawah, diyakini dapat membawa panen yang melimpah dan dijauhi hama (Oktavia, 2019). Benih padi itulah yang diarak keliling desa menggunakan becak hias sebagai bagian dari ritual tolak bala di Desa Aliyan, Banyuwangi.
Teori Strukturalisme Levi Strauss
Pendekatan strukturalisme Levi Strauss merupakan pendekatan yang menafsirkan alur akal budi manusia dalam melakoni kehidupan. Melalui media seperti cerita rakyat, dapat ditilik unsur-unsur budaya yang dipercayai oleh suatu masyarakat (Afiyanto & Nurullita, 2018). Hasil dari nalar inilah yang disebut sebagai fenomena budaya. Fenomena budaya yang akan kita bahas kali ini adalah ritual, yang merupakan salah satu bagian dari folklor. Dengan menggunakan teori strukturalisme Levi Strauss, kita bisa menelaah unsur-unsur apa saja dalam sebuah ritual dan apa yang melatarbelakanginya.
Unsur Religi
Dalam upacara adat Keboan Aliyan, terdapat kepercayaan bahwa jika tidak diselenggarakan maka akan mendatangkan bala atau musibah seperti penyakit, gagal panen dan kesengsaraan (Lestari et al., 2016). Pada cerita rakyat masyarakat Desa Aliyan, disebutkan bahwa Buyut Wongso Kenongo bertapa dan meminta wangsit kepada Yang Maha Kuasa. Ini menunjukkan bahwa di masa itu masyarakat sudah mempercayai adanya energi yang memiliki kendali atas fenomena-fenomena yang ada, yaitu Tuhan.
Unsur Ekonomi
Upacara adat Keboan Aliyan memberikan nilai ekonomis pada masyarakat Desa Aliyan dan pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Dengan dimasukkannya upacara adat Keboan Aliyan dalam event festival tahunan Banyuwangi, mengundang minat para wisatawan untuk menonton ritual ini secara langsung (Anoegrajekti et al., 2021). Pendapatan desa akan bertambah dengan pertukaran barang dan jasa yang ada.
Unsur Sosial
Buyut Wongso Kenongo sebagai tokoh penting dalam cerita rakyat Keboan Aliyan dianggap sebagai orang yang berilmu. Ini menunjukkan bahwa orang dengan kemampuan dan pengetahuan yang tinggi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar, menjadikan buyut Wongso Kenongo dianggap sebagai orang terhormat (Fatmawati, 2019). Ia memiliki status yang ditinggikan dalam tatanan sosial masyarakat desa Aliyan.