Saat ini tengah ramai diperbincangkan adanya kelonjakan Tunjangan Hari Raya (THR) yang drastis. Pencetus naiknya potongan THR adalah adanya regulasi baru dari pemerintah tentang perhitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang mulai dilaksanakan sejak bulan Januari. Berbagai macam reaksi netizen melalui platform sosial media salah satunya yakni "X".
Terutama untuk "Generasi Sandwich", dengan beberapa tanggungan hal ini mengharuskan netizen untuk memutar kembali rencana keuangan.
Tanggapan DJP mengenai Naiknya Potongan PPh 21
Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016 atau Permenaker THR), THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.Â
Adapun pekerja yang dimaksud adalah pekerja yang telah bekerja selama 1 bulan memiliki hak untuk mendapatkan THR. THR sendiri temasuk pada jenis penghasilan yang bersifat tidak teratur karena didapatkan sebanyak 1 kali dalam 1 tahun. Karena penghasilan tersebut diterima oleh pekerja, maka THR dikenakan pajak yani Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas THR.
Menanggapi keluhan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menyatakan telah melakukan penyesuaian terhadap tarif pemotongan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023. Dalam beleid ini, pemotongan pajak menggunakan tarif baru yaitu tarif efektif rata-rata (TER).
Perhitungan TER sudah sesuai dengan International Best Practice yang telah digunakan oleh beberapa negara lain.
Adapun skema perhitungan TER yakni apabila pegawai tetap menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dan bonus dalam suatu masa pajak, maka penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto kemudian dikalikan dengan TER bulanan sesuai dengan status PTKP dari pegawai tetap yang menerima penghasilan.
Tujuan diterapkan TER sebagai regulasi baru
Perhitungan dengan menggunakan TER bertujuan untuk mempermudah pemberi kerja dalam melakukan pemotongan terhadap pajak karyawan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti menjelaskan "Penerapan TER tidak akan mengakibatkan adanya tambahan beban pajak baru. Penerapan tarif efektif bulanan bagi pegawai tetap hanya digunakan untuk melakukan penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak selain masa pajak terakhir, sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 setahun di masa pajak terakhir tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh."
THR yang dikenai pajak adalah salah satu cara yang bisa membantu pemerintah dalam menstabilkan anggaran negara dan memberikan dukungan kepada sektor ekonomi yang beragam, termasuk melalui investasi dalam infrastruktur dan program ekonomi lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI