Mohon tunggu...
Nafidz Muhamad
Nafidz Muhamad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lahir dari rahim Sastra, dibesarkan oleh fiksi romansa, diajarkan oleh bait puisi dan kata-kata. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, tergabung dalam Komunitas sastra Van Der Wijck. Mencintai tulisan berupa Sastra dan Opini, buku kesukaan Senja Di Jakarta karya Mochtar Lubis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Tema Lingkungan | Papua Memeluk Sawit

2 September 2024   14:33 Diperbarui: 2 September 2024   14:35 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Papua Memeluk Sawit

Suara ini terdengar jauh dari ujung timur

Menikam perlahan daun telinga yang tertidur

Orang serakah tengah berbisik dengan teratur

Merancang puluhan ribu hektar yang akan hancur

Sebesar kepal kemarahan tak tersadar

Anak adat akan semakin pudar

Kelak mereka akan dipekerjakan

Tentu, oleh orang-orang perusahaan

"Mari kita bantu mereka menjadi makmur

Kita kumpulkan masyarakat adat yang tak pandai bertutur

Lalu kita suapi iming-iming kesejahteraan

Masyarakat yang tidak paham akan mengangguk kegirangan."

Bisikannya terdengar jelas bagai gemuruh yang lepas

Bagaikan Cenderawasih yang terbang begitu bebas

Masuk ke gendang telinga dan berdendang

Ditabuh berkali-kali sampai hilang

"Suku Awyu berkulit eksotis, bertelanjang kaki, bermahkota ekor Cenderawasih

Mereka hanya suku adat yang kurang kasih

Kita berikan saja peralatan kayu dan pangan

Mereka akan menjadikan kita teman

Suku Moi yang berkain merah taat dengan leluhur

Berikan saja surat perjanjian yang tak bisa mereka baca

Arahkan tangan mereka ke atas meterai dan berikan mereka pena

Tanah dan hutan akan jadi milik kita."

Suara itu menunggangi angin

Datang dengan lembut menabrak wajah tetua adat

Bagai hembusan penghinaan yang kuat

Kalian pikir kami hanya kera yang akan duduk memakan pisang di depan surat?

Kami masyarakat adat berteriak meminta keadilan

Seperti anak-anak burung yang menunggu induknya membawa makanan

Belum sampai induknya datang

Kami keburu mati dalam kegelapan

Suku Awyu dan Moi serupa sepasang kekasih

Bergandeng tangan menempuh jarak yang mustahil diraih

Melakukan ritual dan tarian adat

Di tengah kota yang katanya terdapat keadilan hukum yang paling hebat

Tidak ada yang peduli

Semua jadi tuli

Semua bisa mereka beli

Pohon beserta ulatnya

Tanah beserta cacingnya

Masyarakat adat beserta hutannya

Sepasang kekasih Awyu dan Moi

Pulang dengan kaki berbekas aspal

Dengan Papua yang masih sepi

Dilain waktu mereka akan pulang dan menemukan

Papua yang memeluk sawit

2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun