Mohon tunggu...
Nafidlatul Mushofa
Nafidlatul Mushofa Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

kamu bisa meninggalkan jejak dengan menuliskan apa yang terbit di kepalamu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sulung Boleh Mengeluh Bukan?

22 Agustus 2023   20:26 Diperbarui: 22 Agustus 2023   20:33 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang menjalani kehidupan hingga beranjak berumur dua puluh satu tahun dengan penuh kasih sayang orang tua dan teman-teman sekitar, orang-orang menyebutkan Si sulung selalu memiliki beban lebih berat dari pada adik-adiknya.

Aku si sulung dengan satu adik laki-laki. Momen yang sangat aku sukai ketika dia memelukku saat aku akan merantau keluar kota di salah satu kota besar di Jawa Tengah untuk melanjutkan pendidikan Strata 1. Biasanya kita (aku dengan adikku) selalu bercerita dengan akrab. Kita hampir setiap malam menaiki motor hanya untuk bercerita dan berhendi di salah satu toko grosir membeli satu dua buah es krim.

Kalau biasanya aku hanya memiliki satu adik, sekarang tidak lagi. Calon adikku berumur 4 bulan saat aku liburan semester 5. Kalian kalau berada diposisiku merasa senang atau bahagia bukan?

Tentu, aku tentu turut berbahagia untuk itu, tapi di perasaan lain aku sedang merenungi kedepannya. Banyak hal yang berisik di kepalaku, salah satunya apakah aku mampu menjadi kakak yang baik untuk adik-adikku nantinya.

Kehidupan ini tak semudah yang kita lihat saat masih belia, kehidupan ini penuh dengan sesak. Bagaimana jika kedepannya aku tidak bisa menjadi kakak yang mampu mengayomi adikku, bagaimana pula aku bisa membayar jasa ayah dan ibukku walaupun tentu tak bisa kubalaskan, bagaimana jika aku tidak mampu menjaga diriku sendiri.

Setiba diujung pertanyaan, lalu siapalah yang nantinya hendak memeluk diri ini?

Teman-temanku, apakah kalian pernah mendengar pepatah tua yang membicarakan ''tenanglah,jiwa yang tenang akan membeeri jalan untuk tiap permasalahan hidup''

Baiklah aku cukup termotivasi untuk  mencoba tenang terlebih dahulu dan menghentikan berisiknya isi kepala ini. Tapi aku selalu bertanya-tanya nantinya aku akan menjadi manusia seperti apa?

Di hidup ini, kita bisa memilih hendak kemana akan membawa diri.

Hal klasik yang terkadang tak kita semua sadari adalah bahwa hidup pasti banyak hal yang dilalui, entah itu perasaan bahagia, atau mungkin perasaan tak mengenakan yang kita dapatkan setelah tertawa, tapi memang kodrat hidup seperti itu.

Soal nanti hendak kubawa kemana diri ini, kita pikirkan setelahnya.

Tapi tentang bagaimana sayangnya Allah pada makhluknya, jangan pernah kita ragukan, terus berbaik sangka, makhluk mikroorganisme, makhluk renik saja sudah punya jatah masing-masing, bahkan paus yang membutuhkan sebegitu banyak makanan tetap tercukupi kebutuhannya, apalagi kita yang hanya membutuhkan sepiring nasi tuk setiap harinya.

Dipersembahkan untuk anak sulung yang sedang berjuang, semoga kita menemukan bahagianya masing-masing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun