Mohon tunggu...
Ihdi Bahrun Nafi
Ihdi Bahrun Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Foto Pribadi

Just Ordinary Man

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hidangan di Akhir Tahun

31 Desember 2018   16:42 Diperbarui: 31 Desember 2018   17:10 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore hari , Deni dimandikan oleh ibunya . Meskipun usianya sudah bukan anak kecil lagi untuk ukuran anak sekolah dasar, akan tetapi ia masih merasa senang dimanja. Apalagi tidak mandi, ibunya lalu mencarinya hendak memandikannya. 

Di usianya yang menginjak 6 tahun , ia tidak terlalu nalar dengan lingkungannya. Orang-orang bilang ia adalah anak idiot, akan tetapi ibunya tetap sabar merawatnya , meski kadang cukup lelah untuk menghadapinya. Ayahnya kerja keluar kota dengan pekerjaan pembangunan. Ia bekerja sebagai mandor orang --orang yang menjadi kuli bangunan dan sering tidak berada di rumah. 

Mereka hidup berkecukupan dengan dua anak , meski Deni bukan merupakan anak yang tidak biasa di rumahnya. Kakaknya bernama Disa,  ia begitu sayang kepada adiknya meski berbeda dengannya.    

Setiap harinya ia membantu ibunya untuk mengurus adiknya, meski kadang terlambat berangkat ke sekolah. Adiknya disekolahkan di Taman kanak kanak sejalur dengan jalan yang ditempuhnya. Melihat lambatnya belajar dan susahnya untuk bergaul, guru-guru Deni selalu memberi perhatian kepadanya. Kadang-kadang ia berbicara sendiri dan sesekali gurunya mengajaknya untuk bermain bersama-sama. 

Maklum, kemampuan nalarnya sudah berbeda dengan yang lainnya.  Tiap hari seperti itu, seluruh anggota keluarganya sangat membantu perkembangan didiknya, meski di luar banyak bullying yang dilakukan oleh teman-temannya. Suatu hari ia bermain sendiri tanpa sepengetahuan teman dekatnya. Melihat hal itu, beberapa temannya yang jahil mempunyai maksud licik. 

Beberapa temannya mengajaknya pergi ke kantin hendak mentraktir bakso. Ketika mereka sudah sama-sama memesan, satu mangkok yang ditujukan kepada Deni, oleh kawannya dimasuki banyak sambal sehingga baunya pun sudah menyengat, akan tetapi sudah dicampur dengan kuah dan kecap diatasnya.
Deni senang sekali melihat hal ini, lalu memakannya. Awalnya ia menikati, akan tetapi lambat laun ia memuntahkan baksonya dan meminta air putih. Kawan-kawannya yang mengajak ke kantin tadi,  tertawa melihat hal itu. 

Soni dan Reza kawan baik Deni langsung mengajaknya keluar dari kerumunan itu, berharap kawannya itu baik-baik saja. Soni dengan wajah memerah dan berkacak pinggang berkata , " Dasar , mereka nggak tahu diri!". "Sudahlah , biar kawan kita ini kita carikan minuman dulu" Tambah Dendi.
" Iya za, saya bawa bekal sekaligus minuman dari rumah"  
" Kamu kok mau, Deni bergaul bersama mereka?" Tanya Soni.
" Aku gak tahu Son, mereka ngajak traktir ya aku mau"
" Hmm, lain kali kalau main sama kita aja Den" Reza menasihati.
" Iya za, makasih kalian sudah bantu aku"
" Sama-sama " ucap mereka serempak.

Kesetiakawanan mereka berlanjut hingga lulus sekolah dasar. Hingga mereka akhirnya berpisah. Dendi memilih pindah bersama orang tuanya ke luar kota. Soni pindah ke lain desa yang agak jauh. 

Deni kesepian karena sahabat karibnya itu sudah mengejar cita-cita mereka sendiri.
Suatu saat ayahnya sakit keras, ibunya hanya bisa membantu dengan berjualan kue kecil-kecilan. Disa bisa meneruskan sekolah sampai lulus SMP dengan beasiswa berprestasi, akan tetapi Deni masih tetap di rumah setelah setahun lulus sekolah dasar. Mengingat Deni masih sering tidak diterima di lingkungan sekolahnya , maka ibunya memutuskan untuk tetap di rumah , sambil diajari kakaknya. Kadangkala Soni datang ke rumahnya dan melepas kerinduannya. 

Dendi juga sering memberi kabar lewat telepon genggam ayahnya. Sakit keras ayahnya memang cukup lama, akan tetapi kedua anaknya itu tetap bersabar menunggu sampai sembuh.
Beberapa minggu kemudian...

Keluarga Deni kedatangan tamu yang belum mereka kenal. Rupanya tetangga baru bernama pak Ahmad dan Ibu Sholihah bersama anaknya Rosida dan Hamdi. Kebetulan Hamdi seumuran dengan Deni dan kini sudah duduk di bangku kelas 8 SMP. Sakit keras yang diderita ayah Deni sudah cukup mendingan, namun ia tidak berani melakukan pekerjaan seperti dahulu. 

Ayahnya membantu ibunya yang sudah cukup banyak pesanan setiap hari.
Sejak bermain bersama Hamdi, Deni menjadi sering pergi ke musholla maupun masjid terdekat dan mengikuti pengajian. Deni menjadi salah satu santri yang giat saat itu, semua teman-temannya senang dengannya. 

Meskipun kadang bicaranya sedikit ngelantur dan seringkali bicara keras, kesemua itu karena masa lalunya dan ia masih berbeda dengan kawan lainnya dalam menelaah pelajaran. Meskipun seperti itu, ia tidak pernah menolak perintah gurunya.  

Keakraban bersama Hamdi membuat ia merasa berharga dalam hidupnya. Dengan mengenal lebih dalam tentang agama bersama kawan karibnya itu ia juga lebih banyak mengenal kehidupan. Hari-harinya selalu dipenuhi tawa dan canda. 

Di sudut kampungnya terdapat seorang anak yang cukup mampu , meski orang tuanya hanya tinggal di rumah sederhana. Namun orang tuanya selalu punya dinas ke luar kota , bahkan sesekali waktu pergi ke luar negeri. Dia adalah Ferdi, anak yang hidup seperti kesepian meski sudah bergelimang harta ia miliki di rumahnya.

Ketika sudah memasuki kelas akhir SMP, dia sudah ogah-ogahan masuk sekolah. Ia sering main keluar bersama teman-temannya, kadang tengah malam hingga subuh baru pulang. 

Di rumahnya memang sepi, hanya ada pembantunya beserta neneknya yang sudah renta dan seringkali sakit-sakitan. Meski sudah renta, terkadang ia mencari kemana cucunya itu pergi jikalau masih kuat untuk berjalan sendirian, kadang pula dengan pembantunya. Sampai -- sampai suatu saat pingsan di Musholla , orang-orang kampung membawanya pulang ketika rumah masih sepi , pembantunya masih belum kembali ke rumahnya.

Begitulah hari-hari Ferdi, seperti kesepian dan jarang sekali di rumah. Menjelang , kelulusan sekolah, ia tetap seperti itu. Setelah pengumuman kelulusan, ia tak pulang ke rumahnya. Waktu itu ayah dan ibunya yang sudah berdinas di luar kota lamanya, pulang dengan mencari --cari anaknya ingin mengetahui kabar kelulusan anaknya itu. 

Waktu sore hampir menjelang petang, motor Ferdi mogok dan bertemu Hamdi dan Deni di depan musholla setelah selesai mengaji. Deni hanya bisa menatapnya tidak tahu apa-apa. Hamdi menyapanya dan  menanyakan mengapa motornya tidak bisa berjalan.


Hamdi kemudian mempersilahkan istirahat dan memanggilkan tetangganya yang kebetulan bisa memperbaiki motor. Ferdi lalu duduk bersama Deni. Deni hanya berbicara sekenanya dan sesekali melempar tersenyum, Ferdi paham bahwa Deni tidak terlalu nyambung dengan obrolannya itu. 

Setelah beberapa menit kemudian motornya bisa berjalan lagi, Ferdi pun bisa pulang dan berjanji akan kembali untuk membayar ongkos perbaikannya itu lalu meninggalkan dua sekawan itu.
 
Memasuki tahun ajaran baru, keluarga Deni masih belum bisa menyekolahkan Deni , mengingat ayahnya hanya baru beberapa minggu bekerja ke luar rumah dan ibunya masih belum cukup mengumpulkan uang sedangkan kakaknya Disa sudah memasuki tingkat akhir SMA nya dengan beasiswanya. Dia berharap masih bisa meneruskan pendidikannya apabila masih ada peluang, kalau tidak ya bekerja sambil membantu orang tua serta adiknya sekolah. 

Deni sebenarnya menginginkan masuk sekolah kembali, namun melihat orang tuanya tersebut tidak mampu membiayainya, maka tetap ia belajar di rumah bersama Hamdi dan kakaknya.


Lain Deni lain Ferdi, Ferdi justru ogah-ogahan masuk SMA. Ia seringkali mendapat panggilan dari sekolah , karena sering bolos. Teman-temannya sudah mengingatkan, sampai ketika orang tuanya di rumah pun demikian kagetnya melihat perubahan drastis anak semata wayangnya itu. 

Ibunya yang dulunya banyak dinas ke luar kota dan tinggal disana , kini mulai sering tinggal di rumahnya di kampung itu mengawasi anaknya. Ketika ayahnya mulai membutuhkan ibunya pulang, kegiatan Ferdi sudah tidak bisa diatur lagi, neneknya mendapat panggilan sekolah dan ia harus dikeluarkan. Mengingat begitu kurang tertibnya Ferdi dalam kegiatan sekolah.

Hari --harinya masih ia habiskan di luar rumah, neneknya selalu mencari-cari apabila ia pulang larut. Jarang sekali tidur di rumahnya. Hingga waktu mempertemukan kembali Ferdi dengan Deni dan Hamdi di tengah jalan kampung. Mereka kembali bertemu , namun dengan wajah yang berbeda, Hamdi dan Deni dengan wajah gembira, sedangkan Ferdi dengan wajah kusutnya. Ferdi akhirnya mau buka suara , setelah sebelumnya hanya sekedar sapa. Hamdi tersenyum dan meminta Ferdi ikut bersama dengannya bersama Deni.

" Kamu enak sudah punya biaya, sebenarnya kamu sekolah lagi " Nasehat Hamdi

" Ya Fer, jangan kayak aku, gak bisa sekolah lagi" Jawab Deni.

" Tidak Den, suatu saat kamu bisa, mungkin belum rezekinya" Kata Hamdi.

" iya , kalian benar " Ferdi yang sedari terdiam akhirnya berkata.

Memasuki Musholla, Hamdi meminta Ferdi mengambil air wudhu. Setelah melakukan hal itu, ia merasa segar dan tersenyum kepada Hamdi dan Deni. Mereka bertiga segera berkumpul guna melakukan sholat maghrib jamaah. Setelah maghrib sampai isya` mereka di Musholla dengan mengikuti pengajian umum . Saat pulang pun, mereka berjalan beriringan meski Ferdi membawa motornya. 

Dimintalah mampir oleh Deni kedua kawan barunya itu. Namun , tak disangka di dalam rumahnya sudah ada Soni dan Reza kawan lama Deni yang sengaja menjenguk ketika malam tahun baru. Ferdi dan Hamdi pun saling berkenalan. 

Soni dan Reza menunangkan rindunya kepada kawan lama. Sambil mengobrol lama dan sengaja memang mereka akan tinggal lebih lama dan merayakan tahun baru bersama. Kemudian Dis datang dan menghidangkan kue hasil buatannya.


" Ayo, dicicipi .. ini buatan kakak sendiri" Disa mempersilahkan.
" Ini gak bayar kan kak?" Tanya Reza
" Ndaklah, tapi nanti kamu harus promosiin " Jawab Soni.
Seluruh ruangan semua tertawa seolah memperoleh kenikmatan baru saat itu. Ferdi merasakan suasana baru berbeda dengan rumahnya yang penuh dengan kesepian. 

Begitu juga Deni mendapatkan kawan baru Hamdi dan Ferdi serta masih eratnya persahabatannya dengan Soni maupun Reza.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun