Subuh- subuh sekali. Seorang nenek mengambil wudlu. Membasahi tubuhnya dan siap menghadapi hari-harinya dengan untaian doa. Adzan sudah berkumandang, akan tetapi suhu dingin belum menurun, meski seperti itu nenek Khodijah tetap berangkat ke musholla dekat dengan rumahnya.Â
Di kampung Nanas, nenek merupakan warga yang tertua sehingga banyak tetangga yang hormat kepadanya. Meski dihormati seperti itu, nenek tetap bersikap biasa saja. Bahkan ketika jalannya sudah mulai pelan dan orang-orang akan menolongnya, nenek memaksa untuk jalan sendiri. Â
Hampir setiap hari ia lakukan, sedangkan anak dan cucunya masih terlihat tidur. Biasanya mereka akan bangun ketika matahari baru terbit. Nenek yang berkali-kali melihat hal itu, mengingatkan mereka. Keesokan harinya bisa mengikuti, namun lusanya tidak. Nenek terus mengingatkan mereka harus berubah, sambil menyirami tanaman-tanaman kecil di depan rumahnya sebagai hobi.
Hanya tanaman-tanaman kecil itu sebagai penghibur harinya, kadang-kadang ia mencurahkan isi hatinya pada tanaman itu. Orang-orang yang melihatnya pun ada yang tertawa bahkan ada yang iba terhadapnya sebab sepanjang pagi ia hanya sendiri di rumah. Anak dan menantu pergi bekerja , sedangkan cucunya masuk sekolah.
Setiap pagi nenek pergi keluar mencari barang-barang bekas yang bisa ia jual. Sebagian orang menganggap nenek orang yang ulet karena mengumpulkan barang bekas itu menjadi uang, akan tetapi sebagian yang lain melihatnya sebagai sebuah sikap yang baik yang diperlakukan anaknya karena membiarkan orang tua terlantar mencari barang kemana-mana dan tidak memberikan sedikit uangnya.
Meski begitu, banyak orang yang sayang terhadapnya. Bahkan terkadang suka menirukan gerakan orang-orang yang lebih muda darinya atau latah. Orang-orang pun terhibur kadangkala dengan sikapnya. Demikian kehidupannya ia lakukan dengan tidak pernah banyak mengeluh, terkadang anak-anak santri yang pernah dikunjungi pesantren olehnya untuk mencari barang bekas memberikan sedikit uang kepadanya. Akan tetapi nenek justru menolak dan berkata, " Nak, lebih baik untuk uang sakumu saja".
Mendengar hal tersebut, anak-anak pun trenyuh dan sedih sembari mengajak duduk dan berbicara. Kejadian tersebut tidak berlaku sekali dua kali, akan tetapi berkali-kali. Rumahnya yang begitu jauh dari tempat-tempat ia mencari barang selalu ia tempuh dengan berjalan sembari memegang bungkusan barang bekas. Beberapa orang ingin mengajaknya pulang dengan motor, namun ia menolaknya karena trauma pernah jatuh dari kendaraan itu.
Waktu berganti waktu ia terus melakukan kegiatan tersebut hingga bertahun-tahun lamanya. Beberapa hari kemudian. Ketika pagi datang , orang-orang seisi rumah sudah sepi dan meninggalkannya.Â
Matanya pun berkunang dan badannya lemah ketika ia menyiram tanaman kesukaannya. Ia pun jatuh, Â meski keinginannya kuat untuk terus melakukan kegiatan sehari-harinya. Melihat hal itu, orang --orang datang berkerumun membopong nenek ke dalam rumah.Â
Namun, melihat kondisinya yang begitu lemah, orang-orang membawa ke klinik rawat inap dekat rumahnya.
Setelah tersadarkan diri setelah berjam-jam, nenek mengigau dan melihat tangannya telah terinfus. Ia pun ingin segera bangkit sembari memanggil-manggil anak dan cucunya  untuk  segera membawanya pulang sambil berlinangan air matanya. Namun, badannya kembali lemah dan ia kembali tak sadarkan diri.