Mohon tunggu...
Ihdi Bahrun Nafi
Ihdi Bahrun Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Foto Pribadi

Just Ordinary Man

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seberkas Cahaya di Pulau Dewata (2)

27 Maret 2017   10:03 Diperbarui: 27 Maret 2017   20:00 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam 2 Pagi waktu Bali. Waktu yang ditunjukkan lewat jam ponsel Adi. Ia mengernyitkan dahinya dan sesekali memegang kepalanya, tanda ia masih kelelahan. Namun, suara di ruangan sudah ramai,bahkan ada yang sudah mandi dan bersiap menyambut shubuh. Ia ingin memejamkan matanya namun tak bisa hingga ia tetidur kembali selama beberapa menit. Selang beberapa menit ia selesai berwudhu dan menunaikan munajat malamnya. Setelah itu adzan shubuh berkumandang, ia ingin berjamaah di masjid. “Biar tau rasanya berjamaah di Bali”, gumamnya dalam hati. Ketika ia keluar, motor –motor di depan rumah masing-masing meski keadaan shubuh masih sepi. Meskipun dingin, Adi ingin merasakan aroma shubuh di Bali.

Kesan yang didapat sungguh baik, dengan lantunan tartil imam masjid memimpin makmumnya untuk sholat. Setelah selesai menunaikan sholat, orang-orang di penginapan sudah hampir siap untuk pergi. Menurut kabar saat itu, pagi-pagi sekali mereka akan menuju pantai Pandawa. Dari Kampung Jawa menuju tujuan berikutnya, begitu jauh namun dinikmati bersama oleh para rombongan sembari melihat bangunan-bangunan. Ternyata tujuan berikutnya adalah Karangasem. Mendengar namanya, mungkin di daerah ini dikenal sebagai penghasil asem. Kenyataannya salah, pemandu rombongan menjelaskan bahwa daerah itu penghasil salak. Di Karangasem para rombongan mengunjungi makam Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al Idrus dan Syekh Maulana Yusuf Al Baghdi. Dimana sebelumnya habib Ali merupakan juru kunci dari makam Syekh Maulana tersebut.

Setelah selesai melantunkan kalimat thoyyibah di makam kedua wali tersebut, para rombongan mencicipi buah salak yang dikatakan manis di derah itu. Adi justru tertarik membeli buku riwayat penemuan 7 wali di Bali. Beberapa jam kemudian, terlihat mendung si sekitar. Ketika bus sudah ada dihadapan mereka, langsung saja tanpa ada aba-aba naik ke dalam bus , mengingat cuaca semakin gelap.

Setelah itu , tujuan berikutnya adalah Kusamba. Tempat dimana Habib Ali Al Khamid. Memasuki makamnya, para rombongan memasuki perkampungan. Dimana sama halnya dengan kampung jawa yang terdapat banyak orang jawa.  Konon, Habib Ali merupakan guru bahasa melayu di kerajaan Klungkung. Beliau oleh raja diberi hadiah kuda sebagai kendaraan dari Kusamba menuju Klungkung. Singkat cerita , Habib Ali ketika pulang dari kerajaan diserang oleh kawanan tak dikenal hingga beliau meninggal dunia dan dimakamkan di Kusamba. Di desa itu juga terdapat persatuan kuat antara umat Hindu dan Islam. Ketika makam akan direnovasi , justru umat Hindu yang mengerjakan dan merancang bangunannya. Umat Islam hanya menyediakan bahan bangunannya saja. Makam yang sekarang dibangun terdapat patung seseorang menunggangi kuda putihnya,

Setelah beberapa lama berdo`a disana, para rombongan bersiap berangkat kembali. Namun, sebelum kembali mereka melihat-lihat pantai Kusamba dan mengabadikannya dalam beberapa foto. Adi pun juga tak melewatkan menikmati pecel khas daerah sana setelah itu tak direlakan lagi, hujan pun turun. Jalanan sudah basah , daun-daun pun demikian. Sebelum menuju Pantai Pandawa. Kami diajak ke sebuah masjid di suatu tempat yang dibawahnya terdapat air. Air itu disalurkan sebagai air wudhu dan untuk diminum. Uniknya air itu terasa hangat. Sayang , waktu itu hujan begitu deras. Adi tidak menghafal nama tempatnya, saat dijelaskan sejarahnya tidak begitu terdengar nyaring

Saat hujan sudah mulai sedikit mereda, para rombingan beranjak berangkat kembali. Mereka menuju Pantai Pandawa, akan tetapi sebelum sampai disana pemandu memberikan arahan untuk lewat tol Bali Mandara. Tol tersebut mirip dengan jembatan Suramadu, bedanya jalannya berkelok-kelok.

Waktu hampir sore, sebelumnya sudah dilaksanakan sholat jamaah di masjid. Tinggal menunggu waktu sampai ke pantai Pandawa. Sesuai dengan namanya Pandawa, disekeliling jalan menuju pantai ada patung pandawa yang terletak di bawah tambang batu kapur. Pemandangannya juga cukup bagus. Birunya laut dapat menjernihkan pikiran, meskipun saat itu gerimis kecil masih mengiringi . Mereka hanya beberapa jam saja disana menikmati, mengabadikan momen dan bermain perahu sudah cukup kiranya waktu untuk pulang, karena waktu sudah menunjukkan hamper petang. Pemandu mengisyaratkan akan menuju pantai Kuta. Sebelum menuju kesana, rombongan diperlihatkan bandara Ngurah Rai yang terletak bersebelahan dengan lautan . Hujan semakin deras, dan jalanan semakin macet, hingga akhirnya rombongan memutuskan pergi ke Karang Kurnia. Mau apa coba?? Ya belanja hehehe

Hampir petang rombongan tiba di Karang kurnia, saat itu bertepatan dengan Arema vs Bali United. Akan tetapi pertandingan berlangsung di Malang. Setelah selesai memborong barang-barang dan makanan khas Bali, tinggal pulang ke kampung jawa. Beribadah lalu istirahat. Sesampainya di penginapan, masih ada yang ingin menonton bola, mandi bahkan ada yang hampir terlelap. Adi pun lama-kelamaan justru sakitnya mereda. “Alhamdulillah”, gumamnya dalam hati. Setelah itu menunaikan kewajibannya dan terlelap dalam mimpinya…

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun