Sehingga beberapa peneliti memiliki hasil yang berbeda berkaitan dengan definisi ibukota. Perbedaan ini nyatanya menarik dua definisi penting. Â Pertama, ibukota adalah suatu atribut pemerintah berupa alat kontrol wilayah baik kontrol politik, administrasi, kekuatan militer, budaya, pendidikan, transpotasi, sejarah, ekonomi, atau keadilan dan hukum (Gotmann dan Harper; Rapoport, 1993).Â
Kedua, ibukota harus melambangkan identitas (simbol) nasional dan juga menjadi sutau kota yang netral dari beragam suku, agama, bahasa di suatu negara (Corey, 2004; Slack dan Chattopadhyay, 2009).
Dasar Teori Relokasi Ibu Kota Negara
Dalam pembahasan sebelumnya, secara ringkas ibukota menjadi hosts dalam atribut pemerintahan nasional seperti pertemuan aparatur legeslatif, yudikatif ataupun eksekutif. Oleh karena itu relokasi IKN adalah perpindahan fisik pemerintahan nasional  dari satu kota ke kota lain yang diikuti perpindahan seluruh aparatur negara pusat (Schatz, 2004).Â
Alasan perpindahan IKN tentu  berbeda-beda di setiap negara, tetapi untuk memahami lebih jelas alasan ini saya akan memaparkan beberapa teori yang releven yang dapat menjelaskan kenapa terjadi relokasi IKN.
State-building dan National-buildingÂ
State-building didefinisikan sebagai upaya untuk mengembangkan institusi yang layak termasuk penguatan struktur politik, pembangunan infrsatruktur baru dan peralatan simbolik yang mengekspresikan legimitasi pemimpin (Schatz, 2004; Bogdandy et al., 2005). National-building  menggambarkan proses pembentukan identitas kolektif dengan suatu pandangan untuk melegitimasi kekuatan publik dalam wilayah tertentu untuk mengamankan loyalitas populasi luas yang menghuni suatu wilayah (Schatz, 2004; Bogdandy et al., 2005).Â
Proses State and National building dimulai sebelum negara modern muncul tepatnya ketika terjadi banyaknya perang saudara maka pemindahan relokasi IKN menjadi salah satu strategi dalam pembangunan State dan National.
Ibukota harus berhak atas haknya sendiri
Corey (2004) mengatakan jika suatu IKN ingin menjadi sukses, ia harus dapat berfungsi dengan baik sebagai atribut pemerintah nasional, layak huni serta makmur dalam haknya sendiri. Jika suatu kota terus terancam bencana alam (banjir, gempa bumi) atau memiliki permasalahan lain seperti infrastruktur buruk, kelebihan populasi, perang saudara tentu hal ini akan mempengaruhi fungsi pemerintah nasional, sehingga  ibukota tidak mendapat haknya sebagai atribut kontrol, kota yang makmur dan layak. Hal ini diakibatkan karena ibukota akan disibukan dengan permasalahan-permasalahan kota saja.
Teori Pusat Pertumbuhan (growth centre theory)