Mohon tunggu...
Nafia Aulya Fadhila
Nafia Aulya Fadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mempunyai hobi lari, suka mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diamnya Sosok Laki-laki Itu

29 Desember 2023   15:04 Diperbarui: 29 Desember 2023   15:09 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah indah adalah saat kita menginjak bangku sekolah SMA. Masa abu putih diumur remaja yang nampak indah Di Dunia Pendidikan. Kisah ini ada pada dia yang duduk di bangku kelas 2. Sosok laki laki berbadan agak tinggi, Gemuk dengan tampan putih berwajah oval berambut lebat hitam tebal. Dia adalah teman kelasku. Dari pertama bertemu di kelas 1 SMA sikap dan keadaan masih dibilang biasa saja pada umumnya. Mungkin dibilang diam bisa padahal sosok laki laki cukup terlihat lebih nakal atau banyak tingkah. Dideskripsikan sosok diam menghanyutkan. Namun entah apakah ada maksud tertentu atau memang sedang ada masalah. Memang benar masalah pasti ada tidak hanya pada diri sendiri, namun bisa keluarga, lingkungan, pendidikan atau pertemanan. Tidak semua permasalahan ini cukup hebat di diri kita, kadang kita mampu dan tidak mampu melewatinya.

 Balik lagi ke sosok dia. Saat itu kelas 7 awal pasti dalam pertemanan masih belum dekat atau akrab. Karena perkenalan itu tak mungkin langsung bisa akrab. Apalagi dengan lawan jenisnya. Sejak itu dia memang sulit dalam pertemanan. Dikelas hanya diam dengan genggaman handphone saja. Kadang jika bosan memilih tidur dimeja. Padahal teman yang lain sibuk main game di handphone. Mulai itu teman yang lain juga bingung harus bersikap bagaimana. Padahal mereka sudah berniat baik untuk berteman seperti yang lain. Tak hanya dalam ajakan bermain saja, saat kami ditugaskan untuk berdiskusi secara berkelompok dia hanya berdiam saja sambil menatap handphonenya. Jika tidak diajak bicara dia tidak akan memulai pembicaraan juga. Semua seperti itu, tidak memandang dengan teman semeja tapi keseluruhan teman-teman kelas memang tidak bisa membuatnya menjadi sosok orang yang bergaul. Mungkin sebagai teman banyak beranggapan bahwa dia kurang menyenangkan. untuk diajak berteman wajahnya saja sudah menjelaskan bagaimana kita bisa menilainya. Padahal kita menilai bukan dari fisik atau wajah namun dari hatinya. Sosok pendiamnya itu bisa dibilang mungkin dia cukup baik. Tidak bertingkah buruk atau melakukan hal yang buruk. Hanya saja sikap yang kurang. Tapi kami tetap menemaninya dan tidak membedakan apa lagi bermaksud akan menjauhinya. Jika dia memandang kami bersikap aneh atau kurang nyaman mungkin itu juga kami rasakan.

Keadaan berjalan begitu saja tanpa ada perubahan dari sosok dia hingga kami beranjak naik kelas 2 SMA. Lembaran baru kami buka diawal kelas 8 ini. Mulai dari kelas ini kami sudah berjarak dengannya. Jaga jarak bukan, namun hanya renggang saja dengannya. Tidak ada masalah antar individu atau kelompok. Kami bahkan tidak pernah bercerita atau bertanya hal apapun diluar mata pelajaran. Namun teman-teman khususnya yang laki-laki kadang pembicaraannya mengarah ke sosok dia. Bukan membicarakan namun seperti memplesetkan saja. Kadang hal apapun yang menyangkut atau mengartikan seperti keadaan dia akan ada ucapan yang terlontarkan. Ucapan itu adalah "Pulu". Kata Pulu diartikan seperti orang berdiam seperti batu dengan tampan wajah yang datar. Dari situlah mereka kadang mengatakan seperti Pulu, seperti Pulu. Bagi dia entah mengerti atau merasa itu kami tidak tahu. Namun perkataan itu sering terlontarkan dari obrolan mereka. Padahal bagi teman perempuan juga sudah melarang mereka untuk hal tersebut.

Setelah itu karena saat Kelas 8 semester 1 berpapasan dengan keadaan negara kita yang tersebar Virus Corona 19 yang menyebabkan banyak orang meninggal dan saat itu kami para pelajar bersekolah non tatap muka atau daring. Saat hal itu penetapan daring hanya berjarak sekitar 2 Minggu saja, namun karena virus yang merajalela, kami tidak bisa menikmati masa SMA. Masa daring berjalan sekitar 1 bulan kita diberi kabar oleh wali kelas kita bahwasannya teman kita ada yang pindah sekolah. Dan ternyata itu adalah dia. Tidak ada pamitan, tidak ada ucapan apapun dan kita pun tidak berfikir apakah karena ucapan yang sering kita lontarkan itu membuatnya merasa terpojokkan. Namun perkataan itu hanya kita yang mengetahuinya dan mungkin ada salah satu sebab yang lebih jelas atas pindahnya dia. Beberapa Minggu kemudian salah satu dari teman kita ada yang mengetahui bahwa dia tidak pindah sekolah, melainkan Home Schooling. Saat itu kita semua terkejut dan beranggapan bahwa mungkin memang benar karena ucapan kita melukai hatinya, memilih untuk bersekolah dirumah tanpa teman dan memilih sendiri menjalani pendidikan bangku SMA. 

Kita beranggapan seperti itu, namun mungkin juga ada alasan lain, seperti masalah pribadi ataukah keluarga. Lepas dari itu kami tidak ada hubungan apapun. Bertemu di manapun juga tidak pernah bahkan bertanya lewat WhatsApp saja pun tidak. Mungkin karena kita tidak akrab atau kurang komunikasi jadi sungkan untuk bertanya keadaannya bagaimana saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun