Mohon tunggu...
Muhammad Nafi
Muhammad Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Biodata Penulis

Muhammad Nafi, Mahasiswa program doktoral (S3) jurusan Ilmu Syariah di UIN Antasari.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Salus Populi Suprema Lex Osto: Tanggap Darurat di Lingkungan Mahkamah Agung

24 Maret 2020   13:55 Diperbarui: 24 Maret 2020   14:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Keliling PA Kotabaru 23 Maret 2020

Persidangan tidak bisa dilepaskan dari tupoksi pengadilan. Pengadilan Agama sebagai salah satu pengadilan dengan penuh kesadaran akan tugasnya melayani para pencari keadilan juga tentu sangat memahami bagaimana bahayanya Covid-19 ini. 

Lebih lebih fakta telah membuktikan dan tidak terbantahkan bahwa virus ini menular dengan cepat.(kita faham juga bahwa tidak ada wabah itu menyebar kecuali kehendak dari Allah, namun bukankah tidak ada potensi aman. Karena penyebarannya juga terjadi karena kehendak Allah).

okeylah... kita tidak usah berdebat tentang takdir karena apabila telah dibahas tentang takdir maka diam dan menjauhlah. kita lanjut bagaimana dengan keadaan persidangan yang telah dijadwalkan sebelum tanggap darurat ini diumunkan. 

Sebenarnya saya tulis artikel ini sesaat setelah menjalankan persidangan keliling di wilayah Kecamatan Kelumpang Hilir Kabupaten Kotabaru, sebelum terbitnya Surat Edaran dari Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selam Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, terhitung sejak tanggal 23 Maret 2020. 

SEMA tersebut menggantikan SE Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Hakim dan Aparatur Peradilan Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya tanggal 17 Maret 2020 yang lalu. 

Intinya hampir sama, namun ada hal yang menarik dari SEMA Nomor 01 Tahun 2020 tersebut, yakni SE tersebut mengacu pada asas keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto). Namun begitu saya baca SEMA tersebut, langsung saja saya edit untuk ditayangkan kepada para pembaca.

Banyak hal yang disebutkan dalam SEMA tersebut, ya poin-poin yang tersebut dalam SEMA tersebut, menimbulkan banyak penafsiran dari teman-teman aparat Pengadilan, bahkan ada yang telah mengambil tindakan dengan membuat shif-shif atau jadwal masuk kerja. 

Fokus WFH (work from home) dan asas Salus Populi Suprema Lex Esto, menghiasi sekian banyak status WA teman-teman aparatur Pengadilan. Saya kira SEMA ini dirasakan menjadi angin segar atas kekawatiran bagi teman-teman yang memiliki tempat tinggal di wilayah yang memiliki riwayat ada pasien positif COVID-19 dan meninggal. 

Rasa kawatir terhadap keselamatan diri, keluarga, adalah hal yang wajar. Lantas bagaiamana dengan pelayanan yang mesti tetap berjalan di masing-masing pengadilan? Ya, sebagian mensiasati dengan membuat jadwal masuk kerja bagi ASN dan Hakimnya, dengan tujuan agar pelayanan tetap berjalan namun terbatas.

Namun ada yang menarik dari WFH yang dibolehkan oleh Mahkamah Agung, yaitu harus mempertimbangkan: 1) Jenis perkara yang sedang ditangani, 2) jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai, 3) peta sebaran Covid-19 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, 4) Domisili Pegawai, 5) Kondisi Kesehatan Hakim dan Aparatur Peradilan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, 6) Kondisi kesehatan keluarga Hakim dan Aparatur Peradilan (dalam status ODP, PDP, diduga/suspected, dan dikonfirmasi/confirmed terjangkit Covid-19), 7) ibu hamil, 8) ibu yang baru melahirkan atau sedang menyusui, 9) Hakim dan Aparatur Peradilan yang menggunakan transportasi umum menuju kantor khususnya di wilayah JABODECITABEK, dan wilayah lain yang berdasarkan penilaian atasan atau hasil laporan kesehatan memiliki resiko tinggi terpapar COVID-19, 10) waktu tempuh hakim dan Aparatur Peradilan menuju kantor, 11) riwayat perjalanan Hakim dan Aparatur Peradilan ke luar negeri dalam 14 (empat belas) hari kalnder terakhir, 12) Riwayat interaksi pada penderita terkonfirmasi COVID-19 dalam 14 (empat belas) hari kalender terakhir, 13) efektifitas pelaksanaan tugas dan pelayanan unit kerja;

Saya berpendapat bahwa memang ada peluang untuk WFH, namun syaratnya itu lo, buanyak banget yang hampir tidak mungkin dipenuhi seluruhnya, namun psatinya tidak mesti harus dipenuhi seluruhnya. 

Kebijakan pimpinan dalam melihat kondisi lapangan dan keadaan para ASN atau Hakim yang ada di satuan kerjanya, tentu menjadi sangat penting. Meskipun prestasi mesti dicapai, pelayanan tidak boleh diabaikan, namun disisi lain keselamatan aparat pengadilan dan hakim pun perlu menjadi pertimbangan. 

Saya kira tidak hanya hakim atau ASN, honorer memiliki hak yang sama. Soal keselamatan, ketakutan mereka memiliki hak yang sama. Jangan nantinya, untuk menjamin terlaksananya pelayananan yang tetap prima demi mencapai atau mempertahankan prestasi, membuat kebijakan yang tidak mempertimbangkan hak-hak pegawai honorer. Apabila membuat jadwal pelayanan kerja pada masa tanggap darurat ini misalnya, tenaga honorer mesti memiliki hak yang sama dalam hal WFH.

WFH bukan liburan, tetapi pelaksanaan dari asas Salus Populi Suprema Lex Esto, wujudnya adalah semua memiliki hak untuk hidup, selamat dan memelihara keluarganya (ASN, Hakim juga honorer). Namun demikian, WFH tidak digunakan sebagai sarana bermalas-malasan dan dianggap sebagai liburan gratis dari pemerintah. 

Pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya mesti dikerjakan semaksimal mungkin, dan diupayakan untuk tidak menghambat pelayanan di kantor baik yang berkaitan dengan kesekretariatan maupun kepaniteraan.

Dalam hal absensi, sebenarnya absensi fingerprint lebih aman digunakan, dengan deteksi wajah (bagi yang punya - apalagi yang dihubungkan dengan android atau smartphone masing-masing), selain juga penggunaan pulpen pribadi dalam pengisian absen manual. 

Tidak hanya demikian, upaya pencegahan juga mesti dilakukan, mengupayakan bekerjasama dengan dinas terkait penyemprotan disinfektan di lingkungan kantor. Apabila tidak memungkinkan tentu dapat dilakukan secara mandiri. 

Menyediakan sabun dan hand sanitiser bagi pencari keadilan juga aparatur peradilan. Mengingatkan dengan memberikan pengumuman sebelum persidangan, untuk keadaan tanggap darurat ini. 

Memberikan pengumuman permohonan maaf atas pelayanan yang diberikan, yang semestinya tidak menggunakan masker wajah saat berhadapan dengan masyarakat, berjabat tangan, senyum dan sapa, tidak bisa dilakukan secara maksimal sebagaimana biasany. 

Permohonan maaf tersebut mengindikasikan bahwa pengadilan agama, menyadari betul bahwa keadaan ini, adalah keadaan yang tidak diinginkan sehingga berpotensi penilaian kurang baik dari masyarakat. Banyak hal yang belum dan mungkin dalam proses yang harus dilakukan secepatnya oleh pengadilan, yaitu membeli dan menyediakan Infrared Thermometer guna mendeteksi secara dini penyebaran virus yang mungkin saja di bawa oleh masyarakat pencari keadilan atau bahkan para aparat peradilan yang baru saja kembali pulang dari tempat tinggalnya yang menjadi daerah penyebaran COVID-19.

Menjadi sangat dilematis, para Jurusita/Jurusita Pengganti yang mesti melaksanakan tugas pemanggilan jauh menjelajahi daerah-daerah di wilayah absolut peradilan tersebut. Sedangkan para jurusita juga memiliki hak untuk takut, hak untuk selamat, hak untuk WFH. Semoga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh para pengambil kebijakan di masing-masing satker, mempertimbangkan SEMA Nomor 1 tahun 2020 ini, tetap melayani meskipun terbatas.

Tulisan ini sekedar informasi, tidak mewakili siapa-siapa. Semoga COVID-19 segera dapat diatasi, pelayanan dapat berjalan normal kembali. Bekerja, berprestasi untuk Negeri Indonesia tercinta.

#Salus Populi Suprema Lex Esto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun