Mohon tunggu...
Nafaris Aditya Afghany
Nafaris Aditya Afghany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan semester 7 yang sedang menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Numpang lahir di kota Perwira dan tumbuh besar di kota dengan motto Cerdas, Modern, Religius. Memiliki minat dibidang perekonomian, politik, dan perkembangan teknologi. Apa yang saya tulis di blog ini murni opini pribadi saya yang sering kali tidak bisa saya ungkapkan di dunia nyata.

Selanjutnya

Tutup

Film

Deskripsi Film Gie: Seorang Aktivis di Masa Orde Lama

18 September 2023   04:40 Diperbarui: 18 September 2023   05:44 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Miles Film via IMDb

Film yang dirilis pada tahun 2005 ini disutradarai oleh sineas Riri Riza yang dilakoni oleh aktor Nicholas Saputra serta beberapa peran pendukung seperti Sita Nursanti, Lukman Sardi, Indra Birowo, Wulan Guritno serta pemeran-pemeran kenamaan lainnya. 

Film ini bercerita tentang seorang aktivis keturunan Tionghoa yang revolusioner pada masa orde lama yang bernama Soe Hok Gie. 

Gie memiliki kepribadian yang idealis dan tidak mengikuti arus sehingga ia kerap kali memimpin demo-demo pada masa orde lama yang saat itu menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menggulingkan kekuasaan Soekarno. Kritikannya terhadap pemerintah atas kebobrokan rezim kala itu dituangkan dalam tulisan, artikelnya sering kali dimuat di berbagai media massa. 

Selain itu Gie juga aktif menulis buku hariannya yang berisi opini dan dan perjuangannya dalam menegakkan demokrasi yang kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul "Catatan Seorang Demonstran" pada tahun 1983.

Sikap kritis dan tegas Soe Hok Gie sudah terlihat saat ia duduk dibangku SMP. Gie seringkali berbeda pendapat dengan gurunya bahkan tidak jarang sampai menimbulkan perdebatan antara keduanya, sehingga kerap kali gurunya memberikannya nilai yang buruk akibat dari sikapnya dikelas yang sering berbeda pendapat. 

Gie meneruskan pendidikan menengah atasnya di SMA Kolese Kanisius Jakarta dan melanjutkan pendidikan tingginya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia di Rawamangun. 

Perguruan tinggi ini Gie tidak sendirian dalam memperjuangkan keadilan di Indonesia banyak teman-teman seperjuangannya seperti Herman Lantang dan Anton Wijana. pada masa Gie menjadi mahasiswa ia seringkali aktif melakukan diskusi-diskusi terbuka untuk membahas kondisi yang dialami negeri, selain mendiskusikan kondisi negara Gie bersama teman-temannya sering melakukan kegiatan alam yaitu mendaki gunung, karya yang cukup terkenal yang berjudul Lembah Mandalawangi ditulis saat Gie melakukan pendakian ke gunung Pangrango, puisi ini menggambarkan keindahan dan pesona Mandalawangi yang berada di puncak gunung Pangrango. Dari hobi inilah Gie juga dikenal sebagai salah satu pendiri komunitas mahasiswa pecinta alam (MAPALA) Universitas Indonesia. 

Setelah lulus dari Universitas Indonesia Gie mulai ditinggal oleh teman-teman seperjuangnya dulu dalam aksi menegakkan keadilan, banyak dari teman-temannya yang setelah lulus kehilangan idealismenya dan mendapat tawaran untuk masuk ke dalam pemerintahan dan kemudian berpihak kepada pemerintah. Sebenarnya banyak tawaran untuk Gie agar masuk kedalam pemerintah, tetapi Gie memilih untuk mengabdikan dirinya menjadi pengajar di almamaternya. 

Pada tanggal 12 Desember 1969 Gie bersama teman-temannya yaitu Aristides, Herman Onesimus Lantang, Abdurrachman, Anton Wijana, Rudy Badil, Herman Idhan Dhanvantari Lubis serta Freddy Lodewijk Lasut melakukan pendakian ke Gunung Semeru. 

Pendakian itu menjadi pendakian yang istimewa karena Gie akan merayakan ulang tahunnya yang ke 27 di Puncak Mahameru, tetapi sayangnya Gie harus menghembuskan nafas terakhirnya sehari sebelum ulang tahunnya di pangkuan sahabatnya Herman Onesimus Lantang. 

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada pada film ini menurut saya film ini sangat cocok ditonton untuk para mahasiswa saat ini karena film ini kembali membawa kita melihat sejarah kelam carut-marutnya perpolitikan negeri ini pada masa orde lama. 

Fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan adalah menjadi pengkritik atas ketidakmampuan pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pelayan rakyat. 

Saat ini mahasiswa peranan mahasiswa sebagai agen perubahan masih dipertanyakan, melalui film ini diharapkan dapat memantik rasa nasionalisme bagi para penontonnya terutama bagi para mahasiswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun