Mohon tunggu...
Nafa Alfiani
Nafa Alfiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Publik FISHIPOL Universitas Negeri Yogyakarta

Tertarik pada bidang UMKM dan segala kebijakan atau strategi wirausaha dibaliknya. Seorang mahasiswa yang aktif dalam kepengurusan jurusan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hak dan Kewajiban dalam Regulasi E-Katalog UMKM

23 Maret 2023   14:50 Diperbarui: 23 Maret 2023   15:04 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam dunia ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tengah menjadi perbincangan hangat karena eksistensinya yang memberikan peranan besar dalam mengangkat perekonomian Indonesia, khususnya sejak masa pandemi covid-19. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjadi sebuah lembaga independen yang turut menaungi keberadaan UMKM. Seiring dengan perkembangan zaman, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengembangkan suatu aplikasi belanja online yang disebut e-katalog. Pengadaan e-katalog dinilai dapat menjadi upgrading bagi seluruh sektor perekonomian Indonesia, baik perusahaan besar maupun UMKM. Namun, pada prakteknya, minimnya peran pemerintah dalam pembinaan e-katalog menjadi problema tersendiri bagi UMKM, sehingga e-katalog hanya didominasi oleh perusahaan besar. Peranan pemerintah ini menyangkut terlaksananya hak dan kewajiban warga negara.

Penayangan produk pada e-katalog dilakukan melalui aplikasi yang dikembangkan oleh LKPP pada laman https://e-katalog.lkpp.go.id, yang berisikan daftar produk, merek, jenis, spesifikasi, harga, dan jumlah ketersediaan yang dapat langsung diketahui di laman tersebut yang nantinya akan mempermudah pengadaan barang/jasa bagi dunia pemerintahan. Menurut Azwar Anas selaku kepala LKPP, saat ini telah ada peningkatan jumlah produk dalam e-katalog. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa pemasaran produk melalui e-katalog menjadi salah satu wujud afirmasi masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri. Partisipan yang semula hanya ada 52 ribu produk dalam satu tahun, sekarang ini meningkat menjadi 600 ribu produk. Tahun 2023 ini, pemerintah juga telah menargetkan 2 juta pelaku UMKM untuk tergabung dalam e-katalog LKPP. Namun, hal ini belum terealisasikan dengan baik dan masih menjadi kesenjangan pemenuhan hak UMKM untuk sama-sama bertumbuh di pasar nasional.

Persaingan sehat yang seharusnya ada dalam e-katalog, belum dapat direalisasikan karena adanya dominasi perusahaan besar, dan banyak UMKM yang mengeluh kesulitan untuk mengakses e-katalog. Dalam hidup bernegara, UMKM memiliki kewajiban untuk mengikuti prosedur e-katalog sesuai dengan aturan pemerintah. Namun, UMKM juga memiliki hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendampingan pemerintah selama melakukan prosedur pendaftaran e-katalog. Rumitnya prosedur pendaftaran e-katalog membuat presiden Jokowi memberikan arahan kepada LKPP untuk memangkas prosedur pendaftaran e-katalog, dari yang semula delapan prosedur, menjadi dua prosedur. Hermawati Setyorini selaku Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri) menjelaskan bahwa data saat ini menunjukkan kurang dari 10% pelaku UMKM yang telah mendaftar di e-katalog dari jumlah 500 ribu UMKM terdata. Namun, pelaku UMKM juga seharusnya terus belajar mengembangkan pengetahuan mengenai e-katalog ini.

Adanya perubahan regulasi tentang prosedur pendaftaran e-katalog semakin membingungkan pelaku UMKM, dari yang sebelumnya terpusat mendaftar di LKPP, sekarang ini melalui Pemda. Rupanya regulasi ini bukannya mempermudah, namun justru mempersulit, karena masih banyak sekali pemerintah daerah yang kurang memperhatikan pelaku UMKM di daerahnya, sehingga prosedur pendaftaran e-katalog dianggap semakin sulit dan mengkhawatirkan mengenai sulitnya pencairan dana (pembayaran). Pemerintah memiliki kewajiban untuk membina UMKM dalam mengurus perizinan usaha seperti NIB, NPWP, SNI, dan lain-lain yang dibutuhkan sebagai syarat pendaftaran e-katalog. Saat ini, katalog lokal baru berisikan sekitar 30 Pemda. Hal ini dapat dikaitkan dengan pasal 13 huruf (f) Peraturan LKPP No. 11 Tahun 2018, yang menyatakan bahwa penyedia barang yang dapat masuk ke dalam sistem hanya produsen prinsipal dan distributor utama. Namun, beberapa Pemda juga sudah berusaha memaksimalkan pemberdayaan UMKM untuk melebarkan sayapnya di dunia perekonomian.

Pengembangan aplikasi e-katalog memang menjadi sebuah solusi digitalisasi pemasaran produk, namun sayangnya e-katalog belum bisa dinikmati oleh semua sektor. Prosedur pendaftaran e-katalog yang rumit membuat pelaku UMKM kalah dalam bersaing dengan perusahaan besar yang seakan dipermudah alurnya. Selain itu, minimnya peran pemerintah dalam mengedukasi dan membina program e-katalog juga menjadi salah satu alasan sedikitnya pelaku UMKM yang terdaftar di platform tersebut. Pengadaan e-katalog yang bertujuan untuk mengangkat taraf perekonomian, nyatanya hanya menjadi ajang ketimpangan ekonomi antara perusahaan besar dan pelaku UMKM. KPPU meminta LKPP untuk meninjau ulang peraturan ini, mengingat UMKM telah berperan sebagai tombak perekonomian Indonesia, terutama pada masa pandemi kemarin. Pelaksanaan hak dan kewajiban antara pemerintah dan UMKM harus diseimbangkan lagi agar kedua pihak ini dapat bersinergi membangun perekonomian Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun