Tak Seburuk yang Terlihat
Hai, namaku Dirsya Putri Mustika. Aku biasa dipanggil Dirsya. Aku lahir pada tahun 2004 tepatnya pada tanggal 6 April 2004 di Magelang. Dan inilah kisahku...
Seperti hari-hari biasanya aku selalu membawa dagangan ku berupa kue-kue an ke sekolah. Sebenarnya ada peraturan di sekolah yang mengatakan bahwa tidak boleh berjualan di lingkungan sekolah. Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus tetap bersekolah dan juga mencari uang.
Pasti kalian bertanya dimana orang tua ku? Orang tuaku berpisah sejak aku berusia 5 tahun. Ayahku pergi begitu saja meninggalkan Ibu, aku, dan kedua adikku.
Setelah Ibu berpisah dengan Ayah, otomatis pikiran Ibu menjadi sangat banyak. Bagaimana dia bisa mengurus ketiga anaknya yang masih kecil itu sendirian. Karena terlalu banyak pikiran, Ibu pun jatuh sakit.
Waktu demi waktu pun berlalu. Aku dan adik-adikku bertambah dewasa. Karena sudah cukup dewasa, aku memutuskan untuk menggantikan peran Ibu untuk mencari nafkah demi kehidupan kami berempat.
Itulah mengapa aku memilih untuk berjualan kue di sekolah. Awalnya aku merasa malu untuk berjualan di sekolah, aku juga sering ditegur guru, di-bully teman. Tapi sekarang aku sudah mulai terbiasa. Oh ya, aku bisa sekolah di sini karena mendapat beasiswa. Jadi, aku dapat bersekolah dengan gratis dan nyaman di sini.
Suatu hari guru Bk memanggilku ke kantornya. Aku sudah tahu betul apa yang akan dikatakan guru BK-ku itu.
“Dirsya, apa kamu tidak bisa membaca peraturan di sekolah ini? Dilarang berjualan di sekolah! Kalau kamu memang sudah tidak bisa Ibu beri tahu, tolong berikan surat ini ke orang tua mu.” ucap guru BK ku.
“Maaf, Bu. Tapi saya tidak tahu harus berjualan di mana lagi selain di sekolah.“ balasku. Guru BK ku pun menyuruhku untuk keluar dan kembali ke kelas karena bel sudah berdering.
Selama pelajaran aku terus memikirkan hal itu. Aku tidak ingin Ibu tau masalah ini. “Harus alasan apalagi aku supaya Ibu tidak diundang ke sekolah?“ gumamku. Bel pulang sekolah bunyi, aku langsung bergegas pulang karena harus mengurus Ibu dan kedua adikku. Lagi dan lagi, daganganku belum habis. Bahkan jumlah dagangan yang laku dapat dihitung dengan satu tangan.