Nenek kami juga sosok yang mandiri, mengayomi, dan tidak suka dilayani. Beliau tipikal orang yang tidak mau menyusahkan orang lain, sangat menghargai orang. Adalah kebiasaan beliau, ketika tamu datang, walaupun tetangga dekat, yang datang kerumah Ennang, beliau tetap menyuguhkan air panas (teh panas). Bahkan kami sendiripun yang hidup berdampingan rumah dengan beliau, setiap pagi hari, air panas khas buatan Ennang sudah tersedia di ruang tamu. Disebabkan dulu kebiasaan saya setiap pagi, saya selalu ke rumah Ennang untuk membaca Koran Harian Fajar, kebetulan Tante Ukky adalah distributor koran tersebut, dan setiap pagi-pagi buta para loper koran datang mengambil koran untuk didistribusikan. Ada hal unik lainnya dari Ennang, setiap harinya beliau mengumpulkan tali bekas ikatan koran tersebut dan dirangkainya sedemikian rupa menjadi tikar atau menjadi keranjang kecil. Tentu hal ini membuat kami takjub.
Hal lainnya yang membuat kami terheran-heran dari Ennang, di usia beliau yang hampir 1 abad ini, kondisi pendengaran dan penglihatan beliau masih sangat baik. Beliau masih bisa menjahit pakaiannya sendiri, memasukkan benang ke lubang jarum tanpa meminta bantuan anak/cucunya, serta beberapa aktifitas lainnya seperti memasak, mencuci, beliau masih bisa mengerjakannya sendiri. Karena begitulah Ennang, beliau memiliki karakter yang tidak mau menyusahkan orang lain. Bahkan dengan urusan kebersihan serta sampahpun, beliau sangat telaten dan detil. Tak waktu lama untuk merapikan barang yang berantakan, membersihkannya sendiri, dan yang lebih unik lagi, beliau mensortir sampah yang kering dan basah, mengambil bagian yang dianggap masih bisa digunakan. Beliau detil memperhatikan sampai ke pengangkutan sampah, tukang sampah yang biasa mengangkut sampah pasti senang, karena semua sampah di rumah ennang sudah terikat rapi, tersusun tidak terhambur, bahkan terlihat lebih mirip sebuah paket kiriman barang.
Momen lebaran tidak pernah kami lewatkan untuk berkumpul dan bersilaturahmi di rumah anak tertua Ennang om Syamsu Nur, momen tersebut kami manfaatkan untuk bersilaturahmi dengan seluruh keluarga, pada momen itu Ennang sangat menikmati berkumpul dengan anak cucunya. Selain itu, momen lainnya setiap ulang tahun beliau, merupakan waktu untuk berkumpul bersama keluarga, kami istilahkan momen itu dengan acara “mappanre eppo”. Terakhir pada Tahun 2019, saat usia beliau 95 tahun, di acara tersebut, menjadi momentum bagi Ennang menyedekahkan semua tabungan dan emasnya untuk pembangunan Pesantren AN NUR Tompobulu Maros.
Untuk menyenangkan Ennang, tahun lalu Ayah saya membuatkan Dapur Ennang di Pabbangiang, beberapa bagian dapur itu diambil langsung dari dapur Ennang di Tinumbu, momen ini juga menjadi kenangan yang tidak terlupakan buat Ennang dan kami sekeluarga, Hingga akhirnya di Tahun 2020, saat Covid melanda, meski silaturahmi kami secara fisik terputus namun teknologi dapat mendekatkan kami, di beberapa kesempatan meski berjauhan, kami sering berkomunikasi dengan Ennang melalui Video Call.