Mohon tunggu...
Nadzir AlKamal
Nadzir AlKamal Mohon Tunggu... Musisi - Pelajar

Hanya Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Selamatan Menjadi Ajang Berdoa, Tidak Khusyuk karena PPKM

16 Agustus 2021   13:43 Diperbarui: 16 Agustus 2021   13:46 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(Mochamad Nadzir Al-Kamal/1806026114)


Selamatan merupakan sebuah tradisi atau budaya yang melekat di masyarakat pada umumnya. Selamatan sendiri menjadi bentuk syukur kita sebagai umat manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan rahmat dan nikmat yang melimpah. 

Selamatan juga dapat menjadi ajang berbagi terhadap sesama atas apa yang kita miliki (biasanya hasil panen) untuk mempererat tali persaudaraan yang dijalin untuk memupuk rasa kebersamaan dan modal sosial yang dimiliki antar sesama. Selain itu, selamatan juga menjadi ajang kita saling berdoa dan mendoakan baik yang memiliki hajat maupun yang tidak memiliki hajat.

Di masa pandemi Covid-19 ini kita sudah jarang sekali melihat adanya fenomena selamatan. Selamatan yang biasanya dilakukan secara bersama dengan tetangga, kini hanya dilakukan dengan keluarga saja. 

Tentu hal ini akan mengurangi rasa kepedulian kita terhadap sesama baik hubungan, jalinan, berbagi hingga kebersamaan. Hal ini tentu akan mengurangi rasa kemanusiaan kita terhadap sesama. 

Manusia merupakan makhluk sosial yang mana artinya kita sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup secara individu, melainkan harus hidup bersama dan berkelompok.

Di masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dilakukan setiap jenis kegiatan untuk tidak menimbulkan kerumunan dan mobilitas sosial sehingga banyak sekali baik Satpol PP hingga Bhabinkamtibmas untuk senantiasa berpatroli dengan menekankan apa fungsi dari PPKM kepada masyarakat. 

Dengan adanya PPKM ini sendiri masyarakat sebenarnya kurang menyetujui atas apa yang pemerintah lakukan, namun masyarakat hanya mampu taat dan patuh atas apa yang sudah menjadi peraturan di masa pandemi Covid-19 ini.

Selamatan bagi masyarakat pada umumnya adalah tempat dimana kita berdoa untuk senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap doa pasti ingin dipanjatkan dengan rasa khusyu' dan hormat dengan tujuan untuk dikabulkannya atas doa yang dipanjatkan. 

Hal tersebut hanya berlaku pada masa sebelum diberlakukannya PPKM, di masa PPKM ini masyarakat beranggapan bahwa dengan adanya patroli dari Bhabinsa membuat doa yang mereka panjatkan tidak khusyu'.

Mengapa hal ini terjadi demikian? Masyarakat yang melakukan selamatan tentu secara sadar maupun tidak sadar menimbulkan kerumunan dan mobilitas sosial. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan apa yang menjafi fokus PPKM yakni mengurangi mobilitas sosial.

Dalam hal tersebut Bhabinsa hanya melakukan apa yang menjadi tugasnya dan menjalankan protokol kesehatan sesuai dengan perintah guna mencegah penyebaran Covid-19 ini. 

Pada dasarnya kedua belah pihak telah menjalankan prinsip kemanusiaan, namun cara penyampaiannya yang berbeda. Bhabinsa menganggap bahwa dengan adanya PPKM ini akan mengurangi penyebaran Covid-19, namun bagi masyarakat dengan adanya PPKM malah mencekik setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. 

Masyarakat menganggap bahwa dengan adanya PPKM hal spirituql pun tidak dapat dilakukan secara khusyu'. Selamatan menjadi ajang silaturrahmi antar sesama, tetapi tidak bisa tenang karena setiap ada mobilitas sosial, Bhabinsa akan selalu membubarkan kegiatan, tidak memandang itu kegiatan pesta, duka, maupun spiritual.

Selain itu, Bhabinsa menganggap selamatan dapat dilakukan setelah PPKM ataupun bisa dilakukan dengam keluarga terdekat saja agar tidak menimbulkan kerumunan. 

Hal ini disampaikan guna mencegah penyebaran Covid-19. Masyarakat menganggap hal ini terlalu berlebihan. Selamatan merupakan suatu rasa syujur yang hatus dilakukan sesuai dengan hari yang ditentukan, misal seperti weton, ataupun hari-hari besar islam seperti hari raya idul fitri, maulid nabi, dll.

Dalam hal ini kita dapat mengetahui bahwa prinsip kemanusiaan dapat dilakukan sesuai dengan proporsi masing-masing. Kita hanya perlu menurunkan ego masing-masing untuk memahami sesama. 

Hal yang perlu dilakukan adalah ketika kita mampu memahami apa yang ingin disampaikan orang lain, maka orang lain akan memahami apa yang kita inginkan. 

Pada kasus ini kita dapat melihat bahwa sosialisasi itu sangat penting, masyarakat perlu mengetahui bagaimana pentingnya PPKM dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19, dan bagi petugas PPKM seperti Bhabinsa juga harus mengetahui bagaimana selamatan merupakan budaya yang menjadi simbol masyarakat dan harus tetap dilestarikan walaupun di masa pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun