Mohon tunggu...
Ummu Zahrotun Nadzifah
Ummu Zahrotun Nadzifah Mohon Tunggu... -

the most beautiful time is the one with you love the most

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Islam Vs Psikologi belajar: Keterlibatan Orang Tua dalam Peningkatan Prestasi Belajar Anak

16 Juni 2015   23:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Oleh Ummu Zahrotun Nadzifah 12410031

Pendahuluan

Indonesia sebagai negara berkembang tentunya masih terus melakukan upaya-upaya peningkatan mutu di setiap sektor kehidupan. Baik perekonomian, pemerintahan, maupun pendidikan. Sama halnya dengan itu, sistem pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan, yang tujuannya adalah jelas untuk perbaikan di masa mendatang. Perkembangan pendidikan di Indonesia jauh berbeda dengan negara lain. Beban pendidikan di Indonesia lebih berat dibandingkan dengan negara lain. Tidak hanya itu, lama studi di Indonesia juga lebih panjang dibanding dengan negara lain. Hal yang menjadi menarik adalah, mengapa dengan beban studi yang lebih banyak dan lama studi yang lebih panjang tidak menjadikan pendidikan di Indonesia lebih baik atau setidaknya sama baiknya dengan negara-negara maju?

Jika berbicara mengenai pendidikan dalam lingkup negara masih jauh dari harapan (karena berhubungan dengan  berbagai sektor kehidupan lainnya), maka bolehlah penulis membicarakan pendidikan dalam lingkup keluarga. Keluarga sebagai masyarakat kecil menjadi tempat belajar pertama dan utama bagi anak. Terutama peran ibu bagi anak-anaknya. Sebagaimana disebutkan oleh pepatah arab bahwasanya: “Al-ummu madrosatul ula lil aulad” yang artinya bahwa ibu adalah tempat belajar/tempat menimba ilmu yang paling utama bagi anak. Sungguh betapa mulianya menjadi seorang ibu yang dapat memberikan pelajaran dan pengajaran bagi anaknya. Implikasinya, anak dapat belajar dengan baik dan mudah bersama orang tuanya.

Hal tersebut berbeda dengan fenomena yang terjadi saat ini. Akhir-akhir ini banyak kita saksikan berdirinya bimbingan belajar, baik di kota maupun di daerah.  Hal itu diikuti dengan bertambah banyaknya peserta bimbingan belajar. Saat ini peserta bimbingan belajar tidak hanya terbatas pada siswa SMA yang tengah mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk perguruan tinggi saja, namun juga siswa SMP dan SD. Disini penulis tertarik untuk menganalisisnya. Setidaknya fenomena tersebut terjadi karena beberapa hal, seperti kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang sedang dipelajari anak ataupun kurangnya waktu orang tua untuk terlibat dalam pendidikan. Oleh karena itu, para orang tua saat ini cenderung mendorong anaknya mengikuti bimbingan belajar dengan harapan guru-guru di bimbingan belajar tersebut dapat membantu anak-anak mereka saat mengalami kesulitan dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Satu hal yang disayangkan adalah kemudian orang tua tidak terus terlibat dalam proses belajar anak. Dari latar belakang itulah, penulis tertarik untuk melakukan analisis sederhana mengenai peran keterlibatan orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak ditinjau dari agama dan psikologi belajar. 

Pembahasan

Islam telah menyebutkan pentingnya belajar bagi manusia baik di dalam Alquran maupun hadis. Dalam psikologi belajar, belajar diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku yang relatif positif dan menetap sebagai hasil dari interaksinya terhadap lingkungan dengan melibatkan proses kognitif (Syah, 2012). Karena perubahan bersifat dinamis, maka tentu di dalamnya membutuhkan waktu. Dan selama rentang waktu itulah proses belajar terus berlangsung.

Dari pengertian di atas, dapat kita ketahui bahwa belajar adalah suatu proses dan bukanlah hasil akhir.  Oleh karena itu, disini penulis juga lebih menekankan proses belajar (yang terjadi) yang dialami oleh siswa. Terkait dengan menjamurnya bimbingan belajar baik di kota dan di daerah, setidaknya menunjukkan adanya dua kondisi yaitu kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang sedang dipelajari anak ataupun kurangnya waktu orang tua untuk terlibat dalam proses belajar anak.

Jika hal tersebut dikarenakan kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang dipelajari anak, maka keputusan untuk mengikutsertakan anak untuk bimbel adalah baik. Sama halnya dengan mengikutsertakan anak bimbel karena kurangnya waktu orang tua dalam mendampingi anak belajar, maka keputusan itu juga baik Namun lebih baik lagi jika orang tua terlibat dalam proses belajar tersebut. Artinya orang tua tetap memantau perkembangan belajar anak, tidak pasrah sepenuhnya pada guru bimbel.  

Sehingga persoalan mengenai keputusan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya bimbel sebenarnya baik, dan tidak salah. Namun, kebanyakan orang tua setelah mendaftarkan anaknya pada lembaga bimbel tertentu, orang tua lepas tangan. Orang tua tidak lagi terlibat dalam proses belajar anak. Orang tua lebih senang bertanya “ulangan matematika kamu dapat nilai berapa?” “semester ini dapat rangking berapa?”. Jika nialinya memuaskan maka orang tua senang, dan jika hasilnya berupa kebalikannya maka orang tua kecewa. Jarang sekali orang tua yang menanyakan seperti ini: “bagaimana belajarmu hari ini, nak? Apakah mendapati kesulitan?

Untuk menjawab persoalan di atas, islam memberikan solusi yang telah tertulis dalam Alquran dan hadis. Islam mewajibkan menuntut ilmu kepada manusia. Sebagaimana hadis nabi yang menyebutkan: “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”; “tuntutlah ilmu mulai dari buaian ibu sampai ke liang lahat” dan masih banyak lagi. Hadis di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupakan suatu keharusan, karena di dalamnya menggunakan kata perintah. Selain itu belajar juga tidak terbatasi oleh usia maupun jarak . meskipun sudah menjadi orang tua, bukan berarti tugas belajar telah selesai. Ditambah lagi dengan perkataan pepatah arab “Al-ummu madrosatul ula lil aulad”, yang bermakna bahwa menjadi orang tua haruslah pandai, baik pandai otaknya, emosinya, maupun perilakunya, karena pengajaran dan pola asuh yang diberikan akan berdampak pada anaknya.

Zaman modern sekarang ini, para perempuan khususnya menggembor-gemborkan semboyan “emansipasi” tanpa mengetahui maknanya dengan baik. Perempuan menuntut haknya untuk bisa berkarir dan berkarya seperti laki-laki.  Tidak ada salahnya dengan tuntutan itu. Memang seharusnya menjadi wanita itu cerdas, pandai, berpendidikan, berwawasan luas, mandiri, dan tegas pendiriannya. Namun, lagi-lagi hal yang dikesampingkan oleh mereka adalah fitrahnya sebagai perempuan. Fitrahnya sebagai seorang ibu, yaitu mengasuh anak, dan mendidiknya. Sedangkan, perempuan zaman sekarang, memiliki kesibukan yang tinggi di luar rumah. Sehingga kedua orang tua, baik ayah dan ibu sama-sama memiliki kesibukan di luar rumah, dan kurang terlibat dalam proses belajar anak.

Dari segi psikologi, disini penulis akan mencoba menjelaskan peran dan keterlibatan orang tua pada setiap jenjang pendidikan anak, yaitu SD, SMP, dan SMA. Peran dan keterlibatan ini berbeda pada setiap jenjangnya karena disesuaikan dengan perkembangan anak.

Pada siswa SD, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Nye, Turner dan Schwartz (2006) menunjukkan bahwa siswa SD  mengalami peningkatan performa dalam kegiatan membaca, menghitung, dan juga performa akademis secara keseluruhan ketika orang tua turut terlibat di dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya memperkaya kemampuan akademik mereka. Contph dari keterlibatan itu seperti mendampingi anak ketika belajar, dan memberi bantuan ketika anak kesulitan dalam mengerjakan (Patall, 2008). Topor, Keane, Shelton dan Calkins (2010) bahkan menjelaskan bahwa pada jenjang ini, keterlibatan orang tua memiliki pengaruh lebih besar terhadap performa akademik anak dibandingkan intelegensi anak itu sendiri.

Berbeda dengan tahap pendidikan SD, keterlibatan orang tua pada anak SMP lebih mengarah kepada panduan serta penetapan aturan. Adapun panduan yang dimaksud adalah bahwa pada jenjang ini orang tua dapat mulai berdiskusi mengenai strategi belajar yang efektif untuk anak serta membantu anak untuk mulai mengenali minatnya. Sedangkan penetapan aturan dapat berupa kapan dan di mana anak harus belajar ataupun mengerjakan PR.(Patall, 2008; Hill &Tyson, 2009).

Pada jenjang pendidikan SMA, Catsambis dan Garland (1997) mengungkapkan bahwa keterlibatan orang tua di dalam perilaku atau aktivitas belajar anak sehari-hari akan semakin berkurang. Namun sebagai gantinya orang tua cenderung terlibat langsung dalam pemilihan jurusan anak, yakni dengan melakukan diskusi bersama anak terkait minat dan kemampuan yang dimiliki selama ini serta ekspektasi yang dimiliki oleh orang tua.

Dari analisis di atas, dapat kita ketahui bahwa orang tua yang mendampingi/ikut berperan dalam proses belajar anak, dapat meningkatkan prestasi belajar anak. Lebih lanjut lagi orang tua juga dapat belajar dan melakukan pengajaran kepada anaknya.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwasanya terdapat hubungan positif antara keterlibatan orang tua dalam proses belajar anak terhadap peningkatan prestasinya. Islam sangat menjunjung tinggi pentingnya manusia dalam mencari ilmu, sehingga menjadi umat yang berilmu dan berwawasan luas. Mencari ilmu juga tidak terbatasi oleh jarak dan waktu. Hal itu didukung dari konsep psikologi belajar yang menyebutkan bahwa orang tua berperan penting dalam proses belajar anak. Sehingga terjadi keselarasan hubungan, yakni orang tua yang mendampingi anak dalam proses belajarnya, dan bersama dengan itu orang tua juga melakukan kegiatan belajar.  

Daftar Pustaka

Catsambis, S., Garland, J. E. (1997). Parental involvement in students’ education during middle school and high school. diakses dari  http://www.csos.jhu.edu/crespar/techReports/Report18.pdf

Hill, N. E. & Tyson, D. F. (2009). Parental involvement in middle school: A meta-analytic assessment of the strategies that promote achievement. Developmental Psychology, 45(3), 740-763

Nye C, Turner H, Schwartz J (2006). Approaches to Parent Involvement for Improving the Academic Performance of Elementary School Age Children. The Campbell Collaboration Reviews of Intervention and Policy Evaluations (C2-RIPE). Philadelphia, Pennsylvania: Campbell Collaboration.

Patall, E. A., Cooper, H. & Robinson, J. C. (2008). Parent involvement in homework: A research synthesis. Review of Educational Research, 78, 1039-1101.

Topor, D. R., Keane, S.P., Shelton, T.L & Calkins, S.D. (2010). Parental involvement and student academic performance: A multiple mediation analysis. Journal of Prev Interv Community, 38(3), 183-197

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun