Penganguran secara umum merujuk pada individu dalam usia atau kelompok angkatan kerja yang belum sepenuhnya memperoleh kesempatan untuk bekerja di pasar kerja. Secara rinci, jumlah penduduk usia keja di Indonesia mencapai 214 juta orang. Dari jumlah yang tercatat sebagai anggkatan kerja sebanyak 149,38 juta orang, Â namun yang terserap atau bekerja hanya 142,18 juta orang sehingga sisa nya menganggur. Badan pusat statistik (BPS) mencatat hampir 10 juta penduduk berusia 15-24 tahun atau biasa disebut Gen Z menganggur atau Not Employment, education, or Training (NEET).
    NEET adalah penduduk yang dimana usia muda dengan rentang usia 15-24 tahun yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan. Kondisi ini disebut sebagai pengangguran di usia muda karena tidak bekerja atau bersekolah. Jika dilihat berdasarkan lokasi tempat tinggal, jumlah NEET di wilayah perkotaan mencapai 5,23 juta orang, lebih tinggi dibandingkan di perdesaan yang sabanyak 4,65 juta orang. Namun, dilihat berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak ialah perempuan sebanyak 5,72 orang dan laki-laki sebanyak 4,16 juta.
Pengangguran dikalangan generasi muda masih menjadi isu krusial di Indonesia. Menurut data Badan pusat statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka untuk kelompok usia 15-24 tahun mencapai 15,6%, jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Masalah ini tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga berkontribusi pada berbagai permasalahan sosial lainnya, seperti kemiskinan, kriminalitas, dan ketimpangan sosial.
     Masalah ini memiliki dampak yang luas, termasuk meningkatnya angka kemiskinan, kesenjangan sosial, hingga kemungkinan munculnya konflik sosial akibat kekecewaan di kalangan generasi muda. Pemerintah bersama organisasi masyarakat telah mencoba mengatasinya melalui pelatihan kerja, dukungan untuk kewirausahaan, dan pembaruan kurikulum pendidikan. Namun, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang optimal karena pelaksanaan kebijakan sering terkendala oleh birokrasi yang rumit dan keterbatasan anggaran
      Menurut perusahaan, ada sejumlah alasan di balik keputusan memecat para pada fresh graduate yang merupakan Gen Z, seperti kurangnya motivasi dari karyawan, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan komunikasi yang buruk. Manajer perekrutan yang disurvei juga melaporkan bahwa beberapa pekerja Gen Z kesulitan mengelola beban kerja.
Menurut perusahaan, ada sejumlah alasan di balik keputusan memecat para pada fresh graduate yang merupakan Gen Z, seperti kurangnya motivasi dari karyawan, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan komunikasi yang buruk. Manajer perekrutan yang disurvei juga melaporkan bahwa beberapa pekerja Gen Z kesulitan mengelola beban kerja.
     Mengatasi pengangguran di kalangan generasi muda membutuhkan pendekatan yang terpadu. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan memastikan setiap individu mendapatkan akses terhadap pendidikan serta pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
     Pengangguran di kalangan generasi muda bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial yang membutuhkan perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat. Tanpa solusi yang efektif, masalah ini dapat berdampak negatif terhadap masa depab bangsa. Sebab itu pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden nomor 68 tahun 2022 tentang revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi. Melalui perpes ini, dunia usaha dan industri turut terlibat. Dengan begitu, permintaan pasar tenaga kerja dapat disuplai dari pendidikan vokasi maupun pelatihan vokasi.
    Faktor lain yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di Gen Z adalah turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tercipta di sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang. Jumlah ini menurun menjadi 8,5 juta orang pada periode 2014-2019, dan kembali merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang saja.
Faktor penyebab dari berbagai perspektif ilmu sosial
- Perspektif ekonomi
Ketidakseimbangan pasar kerja : tingginya jumlah lulusan tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia, terutama di sektor formal.
Minimnya investasi sektor produktif: banyak perusahaan masih enggan berinvestasi pada sektor yang menciptakan lapangan kerja besar, seperti manufaktur dan agrikultur.
- Perspektif sosiologi
Kesenjangan Akses Pendidikan: Generasi muda dari daerah terpencil memiliki akses terbatas ke pendidikan dan pelatihan berkualitas. Hal ini memperkuat siklus kemiskinan antargenerasi.
Kesenjangan Gender: Perempuan muda sering menghadapi diskriminasi dalam akses kerja, meskipun memiliki kualifikasi yang setara.
- Perspektif psikologi
Kurangnya Motivasi dan Kepercayaan Diri: Banyak generasi muda merasa kehilangan arah akibat sulitnya mencari pekerjaan, yang memengaruhi kesehatan mental mereka.
Tekanan Sosial dan Keluarga: Harapan tinggi dari keluarga tanpa dukungan yang memadai juga menambah beban psikologis.
- Perspektif politik dan kebijakan
Kebijakan Pendidikan yang Tidak Relevan: Kurikulum pendidikan belum sepenuhnya menyiapkan siswa untuk tantangan dunia kerja modern.
Kurangnya Program Magang dan Kerja: Tidak banyak perusahaan yang membuka peluang magang atau kerja sama dengan institusi pendidikan.
Solusi dari berbagai perspektif
- Dari perspektif ekonomi
Pemerintah harus mendorong investasi dalam sektor-sektor yang padat karya. Insentif pajak bagi perusahaan yang membuka lapangan kerja bagi generasi muda bisa menjadi langkah konkret.
Memperkuat sektor informal dengan memberikan akses permodalan bagi wirausaha muda.
- Dari perspektif sosiologi
Memastikan kesetaraan akses pendidikan bagi semua kelompok sosial, terutama di daerah terpencil.
Mengatasi diskriminasi gender melalui kampanye kesadaran sosial dan regulasi ketat untuk melindungi hak pekerja perempuan.
- Dari perspektif psikologi
    Menyediakan layanan konseling karier dan kesehatan mental bagi siswa dan lulusan baru.
    Membentuk komunitas atau platform mentor-mentee untuk mendukung motivasi generasi muda.
- Dari perspektif politik dan kebijakan
Mengintegrasikan program magang dalam kurikulum pendidikan tinggi untuk memastikan lulusan memiliki pengalaman kerja yang relevan.
Memperluas program pelatihan keterampilan berbasis teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja modern.
      Pengangguran generasi muda merupakan masalah yang kompleks dengan berbagai faktor penyebab. Untuk mengatasinya, dibutuhkan pendekatan lintas sektor yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Dengan kolaborasi yang tepat, Indonesia dapat menciptakan generasi muda yang produktif dan siap bersaing di era globalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H