Bawang merah (Allium ascalonicum L.) tercatat sebagai salah satu komoditas hortikultura Indonesia yang memiliki potensi pengembangan yang baik. Bawang merah mengandung senyawa yang tergolong nonnutrisi dan enzim yang sangat bermanfaat untuk pengobatan kesehatan serta dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan manusia (Hamdani, 2008). Bawang merah selain ditanam di lahan yang luas, bawang merah juga dapat ditanam di lahan yang sempit. Dilahan yang sempit proses penanamannya dapat dilakukan dengan cara penerapan teknlogi budidaya tanaman secara hidroponik.Â
      Hidroponik merupakan salah satu inovasi teknologi budidaya yang memaksimalkan produksi komoditas pada lahan yang terbatas budidaya intensif. Hidroponik adalah metode menanam tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tumbuh tanaman. Prinsip dasar budidaya alami Hidroponik merupakan upaya mengubah alam dengan menciptakan dan mengatur kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sulistyono, 2014).
      Salah satu faktor yang terpenting dalam budidaya tanaman secara hidroponik yaitu jenis media. Media dapat berfungsi untuk menyongkong tanaman, menahan air dan pupuk untuk sementara waktu. Bahan media harus mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kelembapan yang relatif tinggi bagi akar dan tidak berlebihan serta juga mempunyai ruang makro yang relatif untuk respirasi. Media yang dipakai bersifat porous, misalnya pasir, arang sekam, cocopeat, batu apung, serbuk gergaji, rockwool, perlit, dan zeolit.
      Bawang merah adalah tanaman yang membutuhkan air yang sedikit dan tidak tahan terhadap genangan. Bawang merah membutuhkan media yang bisa mengikat air dan mempunyai kemampuan aerasi yang baik untuk pembenukan dan perkembangan umbinya. Berdasarkan sifat tersebut, maka jenis media yang bia dipakai pada budidaya bawang merah secara hidroponik yaitu arang sekam, cocopeat dan bubuk gergaji. Ketiga media ini adalah limbah organik yang mudah diperoleh lantaran ketersediaannya relatif melimpah menggunakan harga yang sangat murah.
      Selain media, faktor lain yang perlu diperhatikkan pada proses meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah yaitu penggunaan zat pengatur tumbuh. ZPT dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tanaman dengan merangsang, menghambat atau mengubahnya. ZPT tidak termasuk unsur hara atau perbedaan unsur hara, fungsi, bentuk, atau senyawa penyusunnya. ZPT yang biasa dipakai saat ini adalah zat pengatur tumbuh yang sintetik yang harganya relatif mahal dan terkadang persediannya terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dipikirkan ZPT alami yang bisa diperoleh dengan mudah dan murah, tetapi mempunyai kemampuan yang sama atau melebihi dari ZPT sintetik dalam memacu pertumbuhan tanaman. Bahan alami yang dapat digunakan sebagai ZPT antara lain air kelapa, ekstrak kecambah, dan ekstrak rebung.
      Air kelapa muda merupakan produk tanaman yang dapat digunakan sebagai zat pengatur tumbuh alami. Air kelapa muda mengandung difenilurea, yang memiliki aktivitas sitokinin, kalium, gula dan protein, yang dapat merangsang pertumbuhan dan produksi tanaman. Saat menggunakan zat pengatur tumbuh alami, yang perlu diperhatikan adalah kosentrasinya. Kosentrasi zat pengatur tumbuh yang sesuai akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada saat yang sama, kosentrasi zat pengatur tumbuh yang berlebihan justru dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Peningkatan ukuran limbah air kelapa dapat mempengaruhi jumlah daun bawang merah dalam umur 2-6 minggu setelah tanam.Â
      Menurut Lawalata (2011) air kelapa mengandung auksin dan sitokinin, yang keduanya dapat digunakan untuk mendukung pembelahan sel embrio kelapa. Kandungan kalium air kelapa relatif tinggi yaitu mencapai 17%. Air kelapa kaya akan vitamin dan mineral. Vitamin dan mineral dapat membantu dalam pembentukan dan pengisian umbi. Auksin membantu meningkatkan kecepatan proses pertumbuhan tanaman, dan keduanya berkontribusi pada proses pembelahan sel, pertumbuhan akar, batang dan meningkatkan kecepatan pematangan buah (Rajiman, 2018).
      Konsentrasi air kelapa berpengaruh nyata terhadap pengamatan tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi dan bobot kering umbi. Meskipun tidak ada pengaruh yang signifikan secara statistik, pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman dapat dilihat pada aplikasi lapangan. Dari semua perlakuan konsentrasi diperoleh konsentrasi air kelapa sebesar 30% yang sering mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, bobot umbi basah dan bobot umbi kering. Hal ini mungkin karena air kelapa mengandung zat pengatur tumbuh yang dapat memicu pertumbuhan dan produksi tanaman. Zat pengatur tumbuh tersebut adalah sitokinin dan auksin, namun zat pengatur tumbuh dalam air kelapa muda yang  paling banyak adalah sitookinin, yang berfungsi dalam memacu pembelahan sel pada tanaman.
      selain mengandung zat pengatur tumbuh, air kelapa juga mengandung unsur hara yaitu unsur P dan K yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kalium sangat penting untuk pembentukan dan perkembangan umbi bawang merah. Perlakuan 40% air kelapa cenderung memberikan pengaruh yang paling rendah, hal ini mungkin disebabkan karena konsentrasi yang diberikan pada tanaman terlalu tinggi sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Saat diaplikasikan, daunnya terlihat sangat kuning, seperti terbakar.
      Menurut pendapat Salisbury dan Ross (2005), pendapat tersebut menyatakan bahwa bila diberikan pada konsentrasi yang tepat, zat pengatur tumbuh adalah zat yang mendorong pertumbuhan. Sebaliknya, jika diberikan pada konsentrasi yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan oleh tanaman, akan menghambat proses metabolisme tanaman dan menyebabkan aktivitasnya menurun. Air kelapa muda dengan konsentrasi yang tepat untuk tanaman juga dapat menambah unsur hara bagi tanaman, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman.
Dalam budidaya bawang merah hidroponik, dianjurkan menggunakan 30% arang sekam padi dan air kelapa. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi jenis media untuk memperkaya jenis media yang dapat digunakan untuk budidaya hidroponik.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, J. S. 2008. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Kultivar Bauji pada Status Hara P Total dan Dosis Pupuk Fosfat yang berbeda. Jurnal arikultura, 19: 285-293.
Sulistyono E, Juliana AE. 2014. Irrigation Volume Based on Pan Evaporation and Their Effects on Water Use Efficiency and Yield of Hydroponically Grown Chilli. Journal of Tropical Crop Science 1(1): 9-12.
Lawalata, Â I. J. 2011. Regenerasi Tanaman Gloxinia (Siningia speciosa) dari Eksplan Batang dan Daun secara in vitro terhadap Pemberian beberapa Kombinasi ZPT. The Journal of Experimental Life Science, 1(2), 83-87.
Rajiman, R. 2018. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami terhadap Hasil dan Kualitas Bawang Merah. STPP Magelang Jurusan Penyuluhan Pertanian di Yogyakarta. Vol 2, No. 1.
Salisbury, F.B dan C.W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Jilid 2). ITB. Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H