Buku pelajaran dan materi pendidikan sering kali menggambarkan peran gender yang stereotip. Penelitian menunjukkan bahwa buku pelajaran di Indonesia masih sering menggambarkan laki-laki sebagai pekerja atau pemimpin, sementara perempuan digambarkan sebagai ibu rumah tangga atau perawat. Representasi ini memperkuat pandangan bahwa ada peran tertentu yang lebih cocok untuk laki-laki atau perempuan.
3. Sikap dan Harapan Guru
Guru memiliki pengaruh besar terhadap persepsi siswa tentang peran gender. Penelitian oleh Kartika dan Andayani (2021) menemukan bahwa sekitar 70% guru di sekolah dasar Indonesia cenderung memperlakukan siswa laki-laki dan perempuan secara berbeda, mengarahkan laki-laki untuk aktif dalam pelajaran sains dan teknologi, sementara perempuan didorong untuk fokus pada humaniora dan pengasuhan. Sikap dan harapan guru ini dapat mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam memilih bidang studi.
4. Kurikulum dan Metode Pengajaran
Kurikulum dan metode pengajaran juga dapat memperkuat stereotip gender. Misalnya, kurikulum yang tidak inklusif gender atau metode pengajaran yang tidak mempertimbangkan perbedaan gender dapat menghambat partisipasi siswa perempuan dalam mata pelajaran tertentu. Sebuah studi oleh UNESCO (2022) menunjukkan bahwa banyak sekolah di Indonesia masih menggunakan kurikulum yang tidak sensitif gender, yang dapat memperkuat stereotip gender.
5. Media dan Budaya Populer
Media dan budaya populer juga memainkan peran penting dalam membentuk persepsi tentang peran gender. Tayangan televisi, film, dan iklan sering kali menggambarkan peran gender yang stereotip, yang kemudian diinternalisasi oleh anak-anak dan remaja. Misalnya, iklan yang menggambarkan perempuan sebagai pengasuh rumah tangga dan laki-laki sebagai pencari nafkah utama dapat memperkuat pandangan bahwa peran tersebut adalah norma yang harus diikuti.
6. Norma Sosial dan Budaya
Norma sosial dan budaya yang mengakar dalam masyarakat Indonesia juga berkontribusi pada pembentukan stereotip gender. Di banyak daerah, norma sosial yang menganggap laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pengasuh masih sangat kuat. Hal ini mempengaruhi pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan kesetaraan gender dan peran perempuan dalam masyarakat.
Stereotip gender dalam sistem pendidikan di Indonesia terbentuk dan berkembang melalui interaksi kompleks antara keluarga, lingkungan sosial, representasi dalam buku pelajaran, sikap dan harapan guru, kurikulum dan metode pengajaran, media dan budaya populer, serta norma sosial dan budaya. Untuk mengatasi stereotip gender, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, termasuk perubahan dalam kurikulum, pelatihan guru, dan kampanye kesadaran gender di sekolah dan masyarakat.
Stereotip gender tidak hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi perempuan. Perempuan sering kali menghadapi diskriminasi di tempat kerja dan memiliki akses yang lebih terbatas terhadap peluang karir yang setara dengan laki-laki. Selain itu, stereotip gender juga dapat mempengaruhi kesehatan mental perempuan, karena mereka sering kali merasa tidak percaya diri dan kurang dihargai dalam masyarakat.