Mohon tunggu...
Nadya Pramudiana Fariza
Nadya Pramudiana Fariza Mohon Tunggu... Lainnya - Let's raise your dreams

Mahasiswi S1 Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Ruwatan Dusun bagi Pemuda di Jatisumber Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto

4 Juli 2021   19:45 Diperbarui: 4 Juli 2021   19:57 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jatisumber merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa watesumpak, Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Lokasi dari dusun ini termasuk cukup jauh dari pusat kota maupun pusat pemerintahan. Berbatasan dengan Desa Jatipasar disebelah Barat, Desa Jambuwok disebelah selatan, Dusun Prayan disebelah utara, dan Dusun Watesumpak di sebelah timur. Dusun Jatisumber sendiri adalah dusun dengan warga masyarakat terbanyak yang ada di Desa Watesumpak dengan jumlah 1748 jiwa.

Tradisi ruwatan dusun di Jatisumber sendiri bermula dari tradisi untuk menghormati para pendahulu yang istilahnya adalah "seng mbabat alas" yang dalam Bahasa Indonesia berarti pembuka hutan untuk dijadikan suatu pemukiman. Tradisi ini pada awalnya sarat akan pengaruh dari Hindu-Budha serta aliran kepercayaan yang banyak di anut oleh warga dusun. Namun seiring dengan perkembangan, tradisi ruwatan dusun ini banyak dipengaruhi oleh agama islam.

Ruwatan di Jatisumber dilakukan dengan cara membawa sedekah bumi yang diantara sayur-sayuran, buah-buahan, hasil pertanian, nasi tumpeng raksasa dan jajan pasar. Semuanya diarak keliling dusun mulai dari pagi hingga siang hari. Biasanya arak-arakan dilaksanakan dengan iringan bantengan, kuda lumping, musik patrol dan tari kreativitas dari warga sendiri. Setiap RT atau Rukun Tetangga didusun wajib mengeluarkan sedekah bumi dan perwakilannya untuk mengikuti tradisi ini. Beragam usia turut serta didalamnya, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua. Uniknya mereka semua akan menggunakan kostum kebaya atau baju tradisional jawa lainnya. Bahkan tidak jarang pula yang berdandan layaknya ratu dan raja, atau "banci" untuk memeriahkan tradisi ini.

Para sesepuh dusun akan memimpin jalannya arak-arakan sembari membawa sesaji,  kemenyan, sapu lidi, kendi berisi sumber air jati, dan lain sebagainya. Mereka biasanya berpakaian khas berwarna hitam dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kemudian akan diikuti rombongan dari tiap RT dengan masing-masing hasil buminya. Total terdapat 15 RT yang ada didusun Jatisumber ini.

Puncak acara dari tradisi ini adalah berkumpul bersama di belakang masjid dusun, yang disitu terdapat "Punden". Punden ini merupakan lokasi yang dianggap sakral, karena disinilah makan dari Mbah Sumber Sari berada, beliaulah yang membuka hutan untuk membuka dusun. Di Punden akan ada pemuka dari beberapa kepercayaan yaitu islam, hindu, dan penghayat. Ketiganya akan memimpin do'a sesuai dengan ajaran masing-masing. Hal ini sudah menajdi hal biasa dalam berbagai kegiatan dusun yang dilakukan, termasuk dalam ruwatan ini. Setelah pembacaan do'a, akan dilanjutkan dengan acara "purakan tumpeng", yaitu memakan bersama hasil bumi yang telah dibawa oleh masing-masing RT tadi. Kegiatan ini menjadi hal yang paling ditunggu, karena pada warga akan saling berebut tumpeng, buah atau hasil bumi lainnya. Suasana hiruk pikuk telah menjadi pemandangan biasa.
Sebelum tradisi ruwatan dusun ini dilaksanakan, terdapat beberapa rangkaian acara yang pertama sebagai pembukaan akan dilakukan pengajian serta kirim doa untuk para "ahli kubur" dari warga dusun. Hari kedua akan dilakukan tradisi ruwat dusun, dan malamnya akan diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk sebagai penutupnya.


Makna dan Tujuan Ruwatan Bagi Pemuda Dusun


Menurut Kepala Dusun Jatisumber sendiri tradisi ruwatan dusun adalah agenda wajib yang dilakukan setiap tahunnya sebelum menyambut datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini dimaksudkan sebagai upaya memebersihkan diri dan harta dengan melakukan sedekah bumi wujud ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Makna yang berbeda diutarakan oleh pemudanya. Menurut hasil temuan pada saat di lapangan adalah sebagai berikut :


1. Pelestarian budaya


Mereka memaknai tradisi ruwatan dusun sebagai upaya pelestarian budaya nenek moyang yang telah lama dilakukan. Sebagai generasi muda di dusunnya, mereka secara otomatis merasa memiliki kewajiban untuk terus melestarikan dan mengenalkan tradisi dari mereka ke dunia luar.


2. Ungkapan Rasa Terimakasih


Ruwatan dusun ini juga adalah ungkapan rasa terimakasih dan rasa hormat kepada leluhur dusun yang telah berjasa untuk membuka lahan di dusun mereka, selain itu juga agar generasi muda seperti mereka dapat terus mengenal siapa dan bagaimana para leluhur mereka telah berjuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun