Dari,ketentuan yuridis yang telah dijelaskan diatas,dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan dari hukum Indonesia bahwasanya perempuan tidak pantas menjadi seorang hakim.bahkan,ditegaskan bahwasanya Indonesia telah menjunjung tinggi persamaan kedudukan antara laki-laki dengan perempuan di segala bidang baik ekonomi,sosial,budaya dan hukum sekalipun.Selama perempuan masih memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang hakim maka kesempatan terbuka lebar.
Undang-undang yang mengatur tentang ketentuan dan syarat menjadi seorang hakim dapat dilihat pada Pasal 14 Ayat 1 Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum bahwasanya terdapat syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk bisa menjadi hakim yaitu "Berkewarganegaraan Indonesia,bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,Setia kepada Pancasila dan UUD NKRI 1945,sarjana hukum dan lulus pendidikan hakim,mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban,berusia paling rendah 25 tahun dan paling tua 40 tahun serta tidak pernah di pidana"
Dari Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum dapat disimpulkan bahwasanya tidak ada kualifikasi gender dalam menjadi hakim.Siapapun berhak menjadi hakim selama memenuhi syarat yang telah ditetapkan Undang-undang.
Selain bukti yuridis,bidang psikologi secara tidak langsung mengamini perempuan pantas menjadi hakim.Hal ini terbukti dari hasil psikologi bahwasanya perempuan cenderung pada perasaan dari pada logika.Dalam persidangan ini sangat dibutuhkan dalam menegakan keadilan,karena perempuan cenderung tanpa belas kasih kepada orang yang salah.jadi,ketika dihadapkan dengan para tersangka maupun terdakwa maka perempuan akan cenderung memberikan hukuman yang setimpal dan adil.
Jadi,dari tulisan ini penulis menyimpulkan bahwasanya kendala terbesar saat ini mengenai pantas tidaknya perempuan menjadi hakim adalah stigma masyarakat itu sendiri.keyakinan patriarki yang masih dipegang teguh berdampak pada minimnya kepercayadirian perempuan di Indonesia melangkah menjadi hakim yang bijaksana.Dikarenakan,,tanpa kita sadari stigma masyarakat bisa menjadi support system terbesar dalam mendorong para perempuan Indonesia untuk percaya diri menjadi seorang hakim.
Oleh karena itu,penulis menyampaikan kepada perempuan Indonesia yang saat ini sedang berjuang menjadi seorang hakim di masa depan untuk jangan ragu.Indonesia telah membuka peluang sebesar-besarnya untuk kita perempuan Indonesia menduduki kursi kehakiman.Jangan pedulikan stigma negatif dari orang-orang.Terus melangkah maju dan buktikan perempuan Indonesia PANTAS berprofesi sebagai hakim demi hukum Indonesia lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H