Nadya Nareswari Azvandara, Ferdy El Saputra F. Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Dosen Pengampu: Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A - Mata Kuliah Opini Publik dan Propaganda
Latar Belakang
Sebagai makhluk hidup, manusia selalu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah satu dari kebutuhan manusia yang harus dipenuhi yaitu pakaian. Pakaian merupakan kebutuhan primer karena selain fungsinya untuk melindungi bagian tubuh dari hal-hal yang dapat berefek buruk bagi tubuh, pakaian dapat menunjang gaya hidup kita agar bisa tampil lebih percaya diri. Hal tersebut dapat mempengaruhi banyaknya kemunculan industri pakaian yang telah beredar dan selalu menciptakan tampilan-tampilan baru yang jenis dan rupanya bermacam-macam.
Hampir semua remaja maupun orang dewasa berusaha untuk terlihat keren dan modis dengan mengikuti tren-tren fashion yang sedang terjadi. Sebagian orang akan mencari cara untuk tetap terlihat modis, namun dengan modal yang minimal untuk memaksimalkan gaya mereka yang sudah mereka tetapkan.Â
Cara lain yang dapat dilakukan selain membeli pakaian baru yakni dengan membeli pakaian produk lokal yang mulai memberikan banyak update mengikuti perkembangan brand besar ataupun para khalayak yang melakukan kegiatan membeli pakaian bekas atau yang lebih dikenal menggunakan kata thrift shopping atau thrifting.Â
Thrifting di Indonesia mulai muncul pada awal tahun 2010-an dan konsumennya pun tidak jauh dari anak-anak muda yang memiliki keinginan agar dapat tampil unik dan juga berbeda dari yang lain. Hal tersebut didukung dengan munculnya toko-toko antik dan toko pakaian bekas atau thrift store.
Masyarakat menganggap dengan membeli pakaian bekas dapat meminimalisir limbah-limbah tekstil. Dan juga dengan membeli pakaian thrift konsumen tidak jarang menemukan pakaian brand besar yang masih layak pakai akan tetapi dengan harga yang jauh berbeda dengan harga asli dari brand tersebut.Â
Menurut survey yang dilakukan oleh salah satu media mengenai tren fashion dengan responden 261 orang, 49,4 % dari responden mengaku pernah membeli pakaian thrift 34,5% tidak pernah mencoba membeli pakaian thrift dan sisanya mengatakan tidak akan melakukan hal tersebut.Â
Para peminat tren thrift mengatakan bahwa pakaian thrift ini secara tampilan tidak seperti pakaian bekas lalu harga yang didapatkan jauh dari harga asli. Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang mengkritik akan kegiatan thrifting ini.
Beberapa orang menganggap bahwa dengan adanya tren thrifting ini, dapat membantu mengurangi limbah tekstil yang ada di dunia. Akan tetapi mereka menganggap bahwa munculnya tren thrifting ini juga dapat menghancurkan pasar pakaian baru dan brand lokal yang baru merintis di Indonesia. Selain dapat merusak pasar pakaian baru maupun lokal, kegiatan ini juga dapat menyebabkan masyarakat menjadi berperilaku konsumtif karena harga dari pakaian thrift yang relatif terjangkau.Â
Hal itu dapat menimbulkan perasaan memborong pakaian yang bahkan belum tentu mereka butuhkan dan berakhir menjadi sampah. Belum juga apabila pakaian thrift tidak laku, para penjual biasanya akan membuang pakaian tersebut dan berakhir pada peningkatan limbah.Â
Saat ini, fenomena kegiatan membeli baju bekas atau yang lebih dikenal dengan thrifting menjadi suatu kegiatan yang banyak digemari oleh kalangan Gen Z di Surabaya. Hal ini dikarenakan pakaian thrifting dianggap lebih terjangkau harganya dibanding dengan pakaian-pakain baru. Selain itu pakaian thrift juga dianggap lebih modis mengingat model dari pakaian thrift tersebut rare atau jarang ditemukan lebih dari satu.
Adanya larangan impor pakaian bekas tentu dapat berdampak pada sebagian orang, baik para penjual barang impor bekas ataupun para konsumen. Menurut Siaran Pers KemenKopUKM 81/Press/SM.3.1/IV/2023, impor pakaian bekas dilarang oleh pemerintah Indonesia, karena dinilai dapat merugikan dan membahayakan industri tekstil yang berada di dalam negeri dan akan memiliki dampak yang besar bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Presiden Jokowi pun menyuarakan pendapatnya mengenai larangan ini. Menurut beliau, hal ini dapat mengganggu industri tekstil di Indonesia.
Alasan kami meneliti larangan impor pakaian bekas ini adalah karena kami menganggap bahwa, gaya hidup dapat menjadi sebuah tuntutan, khususnya di Surabaya. Semakin berkembangnya industri fashion saat ini membuat masyarakat berlomba-lomba dalam berpenampilan yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain.Â
Kami merasa bahwa fenomena ini memiliki relevansi terhadap larangan impor pakaian yang dilakukan oleh pemerintah, mengingat banyak sekali masyarakat Gen Z yang melakukan kegiatan thrift shopping/thrifting demi memenuhi kebutuhan fashionnya. Kami menganalisis penelitian ini menggunakan data yang kami peroleh dari kuesioner berbentuk google form.
ANALISIS DATA YANG DIPEROLEH
Dalam penelitian ini, kami menggunakan teknik pengumpulan data dengan menyebarkan angket/kuesioner dengan menggunakan media sosial yang di dalamnya berisikan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan objek penelitian yang kami pilih. Hal ini bertujuan agar kami mendapatkan data yang akurat sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Berikut merupakan hasil data yang kami peroleh.
Menurut kuesioner google form yang telah kami sebar sejak tanggal 7-9 April 2023, terdapat 34 responden yang telah mengisi kuesioner kami. 76.5% diantaranya berusia 18-20 tahun. Seluruh responden kuesioner kami berdomisili di Surabaya. Menurut survey yang sudah kami lakukan, Gen Z yang berumur 18-20 tahun dianggap lebih tertarik untuk melakukan kegiatan thrifting/thrift shopping.
97% (32 orang) responden menjawab pernah mendengar thrift shopping/thrifting. 3% (1 orang) responden menjawab tidak pernah mendengar thrift shopping/thrifting. Kebanyakan responden sudah pernah melakukan thrift shopping/thrifting. 52.9% hanya beberapa kali melakukan thrift shopping/thrifting. 23.5% terbilang sering melakukan thrift shopping/thrifting. Sedangkan 23.5% tidak pernah melakukan thrift shopping/thrifting.
Pada data diatas didapat juga bahwa kebanyakan responden membeli barang thrift melalui acara bazaar/garage sale/acara thrift shopping/thrifting. 48.3% atau 14 responden mengeluarkan budget sebanyak 50-100.000 untuk berbelanja.
91.2% responden mengetahui adanya larangan Impor Pakaian Bekas. 8.8% responden tidak mengetahui mengenai larangan tersebut. Kebanyakan responden menganggap bahwa larangan impor pakaian bekas tidak berpengaruh terhadap gaya hidupnya.
Menurut data diatas, beberapa masyarakat Gen Z di Surabaya merasa sah-sah saja dengan adanya larangan impor baju bekas karena mereka menganggap bahwa hal tersebut bisa saja membuat pengusaha industri tekstil di Indonesia semakin merugi. Lalu, kita sebagai konsumen perlu membiasakan diri untuk membeli produk lokal dan memilih produk yang baik kualitasnya karena saat ini, produk dalam negeri sudah beragam macamnya dan sudah banyak pula merk-merk pakaian Indonesia yang kualitasnya sudah sangat baik. Lalu ada pula yang berpendapat bahwa, larangan impor pakaian bekas bisa menjadi hal yang positif bagi lingkungan karena dapat meminimalisir penumpukan limbah pakaian bekas pakai dan membantu perkembangan produk lokal.
Namun, banyak pula masyarakat Gen Z di Surabaya yang merasa dirugikan dengan adanya larangan impor pakaian bekas ini. Mereka menganggap bahwa larangan pemerintah pada impor pakaian bekas tidak ada gunanya, karena mereka beranggapan bahwa tidak ada yang salah dengan membeli pakaian bekas. Lalu, jika nantinya bisnis menjual impor pakaian bekas ini diberhentikan, maka akan banyak muncul masalah baru, seperti misalnya akan banyak pedagang yang merugi dan mengakibatkan tingkat pengangguran akan bertambah.
KESIMPULAN
Berdasarkan kuesioner yang telah kami bagikan, dapat diketahui bahwa Masyarakat Gen Z di Surabaya sudah tahu mengenai larangan impor pakaian bekas. Kebanyakan dari mereka tidak menyetujui adanya larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagian merasa dirugikan karena hal ini dapat mempengaruhi gaya hidup mereka.
Namun, sebagian besar dari responden berpendapat sebaliknya. Mereka merasa bahwa larangan impor pakaian bekas ini tidak mempengaruhi gaya hidup mereka, berbagai opini telah disebutkan oleh para responden. Salah satu responden berpendapat bahwa, ia tidak terlalu peduli dengan larangan impor pakaian bekas karena dia tidak terlalu mengikuti tren thrift shopping/thrifting ini.
DAFTAR PUSTAKA
Vonnie, Sutedjo, S.H., LLM (2023). Impor Pakaian Bekas di Indonesia, Bagaimana Legalitasnya?
https://hukumonline.com/klinik/a/impor-pakaian-bekas-di-indonesia--bagaimana-legalitasnya-lt56a826fd89e27 diakses pada 15 April 2023.
Sekolah Pascasarjana Airlangga Forum, Blog (2023). Jokowi Larang Penjualan Baju Bekas, Pedagang dan Pembeli Meradang
https://pasca.unair.ac.id/jokowi-larang-penjualan-baju-bekas-pedagang-dan-pembeli-meradang/ diakses pada 15 April 2023.
Ratisa, Yudawati Dewi (2020). Perancangan informasi thrift shop melalui media board game.
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/3575/5/UNIKOM_Ratisa%20Y%20Dewi_12.%20BAB%202.pdf diakses pada 30 Maret 2023.
Nadya Nareswari, Ferdy El Saputra (2023). Kuesioner Opini Masyarakat Gen Z Penikmat Fashion Terhadap Larangan Impor Pakaian Bekas Oleh Pemerintah.
https://forms.gle/ZXGUe5fWiEGWvQtVA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H