Mohon tunggu...
Nadya Ananda
Nadya Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

It’s never ourselves that we write for.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Hustle Culture: Budaya Gila Kerja pada Generasi Muda yang Dapat Berakibat Fatal

19 Oktober 2021   20:36 Diperbarui: 20 Oktober 2021   21:51 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam penelitian yang mencakup skala lebih besar terhadap lebih dari 3.000 karyawan yang dilakukan oleh Anna Nyberg di Institut Karolinska, hasilnya membuktikan terdapat hubungan yang kuat antara perilaku kepemimpinan dan penyakit jantung pada karyawan. Bos atau atasan yang membuat stres benar-benar buruk bagi kesehatan jantung.

Generasi muda terutama fresh graduate pasti sedang giat-giatnya dalam bekerja dan yang belum mendapat pekerjaan pasti sedang gencar mencari pekerjaan. Mereka seakan-akan seperti dituntut oleh keadaan yang memaksa untuk selalu menjalani kehidupan dengan produktivitas yang baik. Akan tetapi, sebenarnya hal ini dapat menjerumuskan mereka ke dalam toxic productivity.

Sangat disayangkan bahwa fenomena budaya hiruk pikuk yang mulanya banyak diikuti oleh muda-mudi agar dapat lebih produktif, malah berujung menjadi bumerang bagi siapa saja yang menerapkannya dalam hidup mereka, terlebih jika tidak ada keseimbangan di dalamnya.

Jika dilihat menggunakan perspektif teori, fenomena hustle culture yang sedang marak terjadi ini dapat dikaitkan dengan teori konflik yang digagas Ralf Dahrendorf. Menurutnya, konflik adalah realitas sosial yang pasti terjadi di masyarakat. Setiap masyarakat memiliki kepentingan atau tujuan yang berbeda. Perbedaan kepentingan inilah yang kemudian menjadi sumber konflik. Dengan demikian konflik dan masyarakat merupakan dua hal yang sulit dipisahkan.

Konflik juga diketahui merupakan perselisihan mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan status, kekuasaan, dan sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. 

Masih menurut Dahrendorf, pihak-pihak yang berselisih seringkali tidak hanya bertujuan untuk memperoleh "sesuatu" yang diinginkan, namun juga memojokkan, merugikan, atau bahkan saling menghancurkan. Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah karena dapat tunduk pada perubahan kapan saja. Mereka dapat memperlihatkan konflik pada saat tertentu, lalu juga dapat menyumbang kontribusi disintegrasi dan perubahan karena didasari oleh paksaan.

Di sini bisa diambil contoh tentang seorang anak muda fresh graduate yang sedang giat bekerja. Sudah pasti ia memusatkan penuh perhatiannya pada pekerjaan yang sedang dikerjakan. Jika pekerjaan di kantor tidak selesai, maka ia bisa membawa urusan pekerjaan tersebut ke rumah.

 Padahal menurut keluarga anak muda tersebut, mungkin segala bentuk urusan pekerjaan sudah sepatutnya ditinggalkan hanya di tempat kerja, dan rumah adalah tempat bercengkrama, melepas penat tanpa harus diganggu urusan dari luar keluarga.

Pemikiran yang berbeda antara pemuda itu dan keluarganya menyebabkan munculnya bibit konflik yang sewaktu-waktu dapat pecah. Hal ini juga diakibatkan oleh tekanan dan ekspektasi tinggi dari atasan pada si pemuda serta perbedaan pandangan keluarga yang terkesan memojokkan. 

Si pemuda merasa ia harus produktif agar output kerjanya diakui oleh rekan dan atasan. Selain itu bekerja dengan gila-gilaan berkedok produktif juga membuatnya lebih cepat mendapatkan posisi strategis di kantor.

Padahal bekerja yang memaksakan diluar kemampuan diri seperti contoh kasus di atas berdampak sangat buruk bagi kesehatan mental, emosional, dan fisik manusia. Ironisnya, tak sedikit ditemukan kejadian yang demikian di lingkungan sekitar kita, namun orang-orang sudah tutup mata atas apa yang terjadi, bahkan mengikuti gaya hidup yang cenderung tidak sehat tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun