Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ketika Aku Bukanlah Aku

13 Januari 2020   11:36 Diperbarui: 13 Januari 2020   11:45 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

mereka mulai angkat bicara
kata-kata telah menguap ke udara
meletus ketus
melesat bangsat
begitu saja diriku habis dihujat

diri ini sempat limbung oleh bingung
bingung yang tak terbendung
terus mengepung berbingkai mendung

diri gelisah
resah yang merekah
membuncah nyaris pecah

apa yang mereka mau?
aku tak sungguh tahu
bahkan mungkin tak pernah tahu

apa yang mereka harap?
sungguh aku tak berhasrat sedikit pun untuk bisa mengungkap

kuberdiri bersama barisan sunyi diri
harusnya sendiri dari pagi ketemu pagi
tapi para diri bersiaga menopang di sana-sini
memutar dari itu ke itu lagi
untuk berulang kali kembali
kosong menjemput isi

pikiran yang terkusutkan
Ooleh kenangan yang kerap diputar ulang
melangkah, berjalan, berlari-larian
seringnya para mereka menghilang
diriku menjadi kehilangan

ketika aku tak sedang berada pada diriku
disaat aku bukanlah sebenarnya diriku yang utuh

bertabir halimun tipis membungkamku atas tangis
tempatmu bersembunyi
menelusupkan bisa beracunmu yang manis
sehingga dunia jatuh terhipnotis

berkedok di balik topeng
lagu-lagu andalanmu selalu cengeng
memelas penuh taktik belas-kasihan
semua perasaan menjadi tersulap terhanyutkan

aku tak mau begini
tapi begini yang mereka ingini

aku inginnya begitu
tapi mereka yang tidak mau

brengseknya mereka!
tapi malah mereka yang marah
dan menghujatku tak berguna seperti sampah!

lho,
siapa sebenarnya yang salah?
apa ukuran nilai sudah berubah menjadi buta?

aku jadi gundah
tertunduk lesu seperti telah kehabisan arah

apa ada yang keliru?
pada mereka, apa pada diriku?

'ah, persetan!
aku tetap harus melanjutkan perjalanan
yang masih jauh dan panjang berlikuan
setelah tatapku lurus nabrak ke depan
maju terus mengejar masa-depan sepetak kuburan

tapi,
di tengah jalan aku berpapasan
dengan sebuah cermin besar yang terpampang
seolah menantang bayang
agar aku berdiri di hadapannya menantang
pada cermin kumematut-diri
tersenyum-senyum seorang diri

pada cermin aku berkaca
menikmati sosok diriku tergambar begitu eloknya

semakin aku kebingungan
bayanganku kok berubah menjadi demikian?

bukan diriku yang sebenarnya
seperti yang sudah kuhafalkan dalam ingatan nyata

sementara ia, dia, dan mereka,
juga ditinggalkan oleh ruh-ruh mereka
(perpisahan tak sadar yang hanya sementara)

'oh, mungkin diriku sedang jalan-jalan
keluar dari cangkang jiwa, batin, terdesak para perasaan,
juga tersesat arus penatnya pikiran

mungkin diriku bergentayangan dan berkeliaran
membuang kejenuhan dan membunuh rasa bosan

'ya,
ketika aku bukanlah aku
kembali kumematut diri
berkaca membualkan puisi

seperti inikah aku?
atau seperti apakah seharusnya aku?
menurut dirimu yang semaumu itu

(Denpasar-Bali, Senin 01 Desember 2008, 1001 Puisi Nadya Nadine).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun