Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tawanan Sunyi

27 Desember 2019   12:00 Diperbarui: 27 Desember 2019   12:16 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: 'Cold light, in a cold dark room' oleh Peter Kauflin; Flickr.com)

berdiri menatap hiruk-pikuk
tertawan bahasa diam, terendam
kembali ke masa silam
terkubur babak-belur

tak kutemukan kepingan kenangan
terseret badai prahara, nganga kubangan
terhempas amukan ombak sukma
aku masih di sini berpesta sandiwara

saat fortuna menghampiri api
segera pergi memasung hati

kepingan masa-lalu mengabur bilur
berdiri menatap hiruk pikuk
tertawan bahasa diam, memeram

bisu menggigil demam

(Denpasar-Bali, Kamis 27 November 2008, 1001 Puisi Nadya Nadine).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun