Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mabuk Kepayang

25 Desember 2019   05:53 Diperbarui: 26 Desember 2019   02:25 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perempuan tersenyum sambil melamun (sumber :pixabay.com)

rasanya aku tak ingin pulang
dari jauhnya ketersesatan
raga hanyalah hamba sahaya
ketika jiwa bertahta
penguasa dalam menguasai
dalam memerintahkan alur pertunjukan seni

dan wujud hanyalah peraga langkah
di saat batin bertitah
bisik-bisik pengetahuan awang
gerayang menerawang
mengusung bumi mencumbu bintang-bintang
merebahkan matahari dan rembulan di semak belukar

rasanya aku enggan terjaga
sebab mimpi tak bisa diulang
karena terlalu indah
alur cerita melupakan endingnya

dan,
puisi hanyalah alas
terendah tak berkelas balas
ketika pemahamanmu terbatas
seperti keset lusuh
kaki-kaki kumuh
yang kotor
yang dekil
bulukan penuh debu jalanan
ketika pendapatmu berlumutan
ingin bersih mendambakan

jadi,
biarkan aku terus tersenyum
merekah tawa bibir terkulum

di sini
di sini saja

tak hendak kemana
hanya terhuyung-huyung
melayang kepayang

mabuk kesadaran

(Banyuwangi, Selasa 28 Oktober 2008, 1001 Puisi Nadya Nadine).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun