Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Gerbong Terakhir

23 Desember 2019   06:40 Diperbarui: 23 Desember 2019   22:40 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aroma perjalanan menyengat
menyesakkan penciuman
aku kehilangan tujuan
yang menguap
dihempas deru roda-roda kereta.

Pada setiap terowongan
gelap menakutkan
hantu cinta bergentayangan.

Pada setiap peluitnya yang panjang
dedemit cinta menjerit
melolong dalam lengkingan.

Sebab,
sakit terus berderit
dari baja yang tergilas baja
dari besi yang menabrak besi
dari hampa yang mengantuk hampa.

Karena,
ngilu terus bertalu-talu
dari mesin yang meraung-raung
dari perjalanan yang terus berlangsung
dari waktu yang terus berlalu.

Aroma perjalanan menusuk
jantung dan hati yang membusuk.

Aku kehilangan kenangan yang bertabir-tabir
yang tertelungkup pahit
di gerbong terakhir.

(Banyuwangi, Minggu 21 Desember 2008, 1001 Puisi Nadya Nadya).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun