Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Natal, Romeo

17 Desember 2019   17:46 Diperbarui: 17 Desember 2019   18:58 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Pixabay/ karya Vorobyovska)

Perjalanan. Jalannya berliku. Jalan yang tidak rata dan berkelok-kelok. Kadang menanjak, terjal, membuat tersengal. Kadang menukik tajam, curam, tak jarang membawa tersuruk, dan terjerembab. Pada tikungannya kerap membenturkan, sebab gelap mengantar pada kebutaan, atas benderang cahaya yang menyilaukan. Sungguh berliku. Tidak ada petunjuk jalan dan bahkan tidak ada tersebut pada peta. Begitulah dengan jalan hidup, tidak ada petanya, bahkan kompas penunjuk arahnya.

 Seperti kini, nasib mengantarku ke belahan bumi asing yang membuatku makin sinting dari kesintingan sebelumnya, saat tunanganku harus menikahi perempuan lain, sahabat karibku sendiri. Penderitaan cinta serta kemalangan nasib melemparkanku ke negeri asing. Terlempar dengan hati hancur berkeping-keping.

Kesintingan yang merubah. Membawa pada warna lain yang berbeda. Pijakan baru dengan segala pertanyaan. Pada dinginnya yang bisa jahanam, siap membekukan belulang. Memecahkan pembuluh darah menjadi ledakan yang kerap membuatku mimisan. Mencakari tubuh frustasi dalam kesakitan rasa dingin yang tak termuat perkataan. Hanya perih yang kusimpan dalam diam terampil mendamparkan diri di dunia lamunan.

Sungguh bak mimpi seribu satu malam, perjalanan hidup ini. Bumi yang katanya bulat ini sungguh penuh rahasia. Penuh misteri. Sehingga hampir setiap waktu bergulir, aku dapat menyibak tirai demi tirai yang menutupinya dari telanjangnya tatapan mata.

  "Kamu melamun?"

Tersentak, yang membuat lekas-lekas nyawaku berkumpul kembali dalam tubuhku. Tatapan mataku beralih dari yang entah tadi kemana ke arah suara yang menegurku barusan. Romeo pasti memperhatikanku sejak tadi. Prasangkanya pasti aku masih memikirkan kisah sedih percintaanku di tanah air. Kulirik jam tangan di pergelangan tangan kiriku, tak terasa limabelas menit lagi kiyuke (istirahat).

Begitulah, melamun adalah peristiwa magis antara kesadaran dan jiwa waktu yang berkaitan kuat entah seperti apa kinerjanya. Barangkali percintaan antara kesadaran manusia dengan kesadaran semesta. Tahu-tahu waktu seperti menguap dengan sangat cepat.

"Kemana saja jiwamu sejak tadi? Kulihat begitu kosong dirimu sejak mulai datang di tempat kerja. Kosong namun juga dipenuhkan energi. Tubuhmu ringan bekerja, tetapi aku tahu nyawamu melayang-layang terbang ke udara menuju dunia bayang-bayang yang jauh di sana" lelaki itu tak henti menatapku.

"Hebat sekali. Meditasi dalam segala kesempatan dan situasi. Sampai saat istirahat sepuluh menit di pukul sepuluh tadipun, kulihat kamu masih bekerja. Biasanya buru-buru ke toilet atau meneguk ocha" dia tersenyum, "raganya saja yang berada di sini, jiwanya keluyuran entah kemana haha" lanjutnya sembari tawanya merekah.

"Ah masa iya sih? Saya tidak sadar betul. Seperti masih tidur. Tahu-tahu sudah mau pukul duabelas. Siang bak siluman datangnya ya Romi" nyawaku serasa belum ngumpul semua, masih jalan-jalan ke ruang semesta. Pekerjaan di depanku padahal menuntut keterampilan, ketelitian, kejelian, dan juga kecepatan tanpa melupakan keindahan dan kerapihan.


Arubaito (kerja freelance) selama dua bulan sampai libur natal dan menjelang tahun baru. Kerja yang begitu menyenangkan, menata parcel-parcel untuk natal dan tahun baru. Kadang membungkusnya menjadi kado cantik. Kue-kue yang tak diragukan nikmat cita-rasa dan keelokan rupanya, dalam bungkus kemasan yang beragam, warna-warni bermacam motifnya. Dalam setiap kemas parcel atau kado, berisi beberapa kue yang tak sama, sebotol red wine kadang white wine yang botolnya unik tak terbilang indahnya. Jumlah kue-kuenya, jenis-jenisnya, letak-letaknya, lalu meletakkan botol winenya, sebelum dibungkus rapih dan indah, aku tak boleh salah. Sebab tidak akan bisa dibungkus sama persis jika keliru sedikit saja. Dan bagaimana mungkin aku mengerjakannya dengan cepat, cekatan, tanpa salah, padahal sembari melamunkan hal yang entah-entah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun