IDENTITAS BUKU
Judul Buku : DARUL ISLAM DI ACEH: Analisis Sosial-Politik Pemberentoakan Regional di Indonesia, 1953-1964
Penulis Buku : Ti Aisyah, Subhani, dan Al Chaidar
Penerbit Buku : Nanggroe Aceh Darussalam, Unimal Press
Tebal Buku : 384 Halaman
Tahun Terbit : 2008
Peristiwa DI/TII Aceh merupakan satu peristiwa penting dan menjadi ironi dalam sejarah Aceh setelah kemerdekaan. Peristiwa yang berlagsung selama tiga tahun pasca berakhirnya Revolusi Kemerdekaan ini dipimpin oleh tokoh-tokoh yang sangat berjasa dalam masa revolusi dan juga didukung oleh kebanyakan rakyat Aceh. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1953 ini sebagai bentuk protes rakyat Aceh terhadap Pemerintah Pusat (Indonesia) yang dianggap sudah tidak bisa dipercaya dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. SM Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949 di Malangbong, Garut, Jawa Barat.
Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah tokoh besar dibalik Negara Islam Indonesia alias Darul Islam, untuk pertama kalinya dia mensosialisasikan proklamasi sebagai tanggapan terhadap kecenderungan Republik Indonesia ke arah sekuler dan komunis, serta merupakan upaya mewujudkan cita-cita teologis umat Islam yang telah sejak lama tertunda dari 1945 hingga pada 7 Agustus 1949 Kartosoewirjo berhasil memproklamirkannya di Jawa Barat. Di Aceh sendiri, belum ada langkah strategis untuk memproklamasikan berdirinya sebuah negara Islam.
Kartosoewirjo adalah seorang pemimpin pergerakan umat Islam yang semenjak zaman Hindia Belanda telah lama (mulai 1934-1942) mencita-citakan berdirinya suatu negara Islam di Indonesia. Ia telah dari sejak awal mengumpulkan para pengikutnya untuk melawan Belanda dan berjuang secara non-cooperatif dan tidak mau melalui parlemen (volksraad) (hlm. 15).
Pada awal tahun 1953, Teungku Daud Beureu`eh ber-bai’at untuk jihad menegakkan Negara Islam Indonesia di Aceh. Abdul Fatah Wirananggapati sendiri yang melakukan bai’at tersebut. Teungku Beureu`eh tidak meminta untuk dibai’at oleh SM Kartosoewirjo, karena bergabungnya dia ke dalam barisan Darul Islam bukanlah karena kultus individu terhadap SM Kartosoewirjo.
Ketika Daud Beureu`eh setuju mendukung Darul Islam dan membawahkan Aceh pada NII, maka Abdul Fatah Wira nanggapati pun pulang ke Jawa Barat membawa berita gembira ini kepada SM Kartosoewirjo nun jauh di sana, di pegunungan yang sunyi tempat ia bersembunyi dan melawan negara RI di suatu tempat yang disebut “Madinah Indonesia” (hlm. 367). Tidak banyak yang tahu bahwa Darul Islam di Aceh adalah bagian dari gerakan Darul Islam yang diproklamasikan oleh S.M. Kartosoewirjo di Jawa Barat