Mohon tunggu...
Nadya Ayu Fitria Rachmadani
Nadya Ayu Fitria Rachmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya memiliki minat dalam berbagi keresahan serta keingintahuan melalui tulisan di media digital

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Surabaya Tak Lagi Aman, Menyikapi Fenomena Begal yang Meningkat

1 November 2024   13:06 Diperbarui: 1 November 2024   14:40 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kegusaran yang dirasakan oleh masyarakat Surabaya kian merebak. Tiada hari dapat dikatakan aman untuk sekadar bermain di luar atau melaksanakan rutinitas seperti biasanya.

Para pelaku begal yang berkeliaran dan mencari mangsa tidak hanya melakukan aksi kejahatan pada malam hari, tetapi juga pada siang hari. Berdasarkan rekaman kamera dasbor mobil yang merekam aksi pembegalan di Jalan Arif Rahman Hakim, Sukolilo, Surabaya pada Kamis, 12 September 2024, sekitar pukul 17.33 WIB, pelaku menodongkan sajam kepada korban seorang pengendara motor yang diduga seorang mahasiswi. 

Ketika pengendara mobil berusaha menghentikan laju motor pelaku, pelaku berhasil melarikan diri dan membawa kabur gadget milik korban. Beruntungnya, kejadian ini tidak menimbulkan korban luka.

Kasus kriminal tersebut mengindikasikan tingkat kriminalitas di Surabaya semakin tinggi. Walaupun berbagai protokol keamanan telah diterapkan, realita di lapangan tidak mencerminkan upaya pencegahan yang telah dilakukan. 

Ditemukan beberapa kasus kriminalitas yang masih menghantui warga hingga saat ini. Aksi para pelaku pembegalan tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi banyak orang, terutama bagi mahasiswa. Aksi begal diduga meningkat setiap kali musim penerimaan mahasiswa baru. Kejadian ini membuat semua orang lebih waspada saat hendak keluar rumah.

Maraknya begal membuktikan kegagalan institusi penegak hukum, terutama kepolisian, dalam menegakkan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat. Warga merasa bahwa kepolisian tidak dapat mengatasi lonjakan kasus kriminalitas yang signifikan. 

Beberapa bukti konkret dapat dilihat beberapa kejadian yang telah terjadi dalam bulan ini. Bukan hanya mahasiswa, namun beberapa warga biasa ikut imbasnya seperti yang terjadi pada 1 September 2024 di Jalan Ngagel Jaya Selatan, sepasang suami istri menjadi korban aksi pembegalan yang dilakukan oleh delapan pelaku, dengan enam pelaku di antaranya masih di bawah umur, merampas uang dari korban sebesar Rp500 ribu dan mengalami luka akibat serangan fisik.

 Selain itu, telah terjadi aksi pembegalan di Jalan Pogot Baru pada 6 September 2024, terdapat tiga pelaku aksi begal motor yang terekam video sedang mengambil paksa motor korban dan salah satu pelaku membacok korban. Berdasarkan kasus-kasus ini, peningkatan kejahatan di Surabaya justru menunjukkan tindakan preventif yang diambil oleh pihak kepolisian belum efektif.

Salah satu alasan yang mendasari argumen warga setempat yakni minimnya patroli keamanan oleh kepolisian untuk menertibkan titik-titik lokasi rawan kejahatan. Meski telah mendapat berbagai laporan dari warga, polisi masih menunjukkan sikap sporadik dan tidak terencana dengan baik. Selain itu, respon yang diberikan cukup lambat dalam menanggapi keluh kesah masyarakat.

 Pihak kepolisian cenderung berfokus pada kasus-kasus yang telah viral di media sosial, dan baru ditindaklanjuti. Tentu saja hal ini membawa kesan buruk bagi instansi kepolisian di mata publik, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat kepada kepolisian semakin rendah. Selain itu, kurangnya transparansi dari pihak kepolisian dalam mengungkapkan perkembangan kasus-kasus yang terjadi semakin memperparah permasalahan ini.

Kejadian ini tidak sesederhana seperti apa yang kita pikirkan. Faktor sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi memiliki kontribusi yang signifikan terhadap melonjaknya kasus ini. Menurut data Badan Pusat Statistik, pengangguran di Surabaya mencapai 6,76% pada tahun 2023, lebih dari 200.000 penduduk berada di bawah garis kemiskinan. Pendapatan yang kurang layak dapat mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, banyak masyarakat Indonesia yang melakukan urbanisasi demi kesejahteraan hidupnya. Namun, kondisi Surabaya yang semakin memadat ini pun menimbulkan dampak buruk karena terlalu padat penduduk di suatu kota, maka banyak pula persaingan dalam dunia kerja yang menjadi salah satu faktor meningkatnya garis kemiskinan. Akibat persaingan kerja yang sangat ketat, banyak masyarakat yang akhirnya bekerja sebagai pengamen, pemulung, bahkan pelaku kejahatan seperti begal dan pencuri. Permasalahan ini akan menjadi sangat serius apabila tidak segera ditangani karena akan berdampak kepada masyarakat yang lain.

Kota Surabaya, salah satu kota terbesar di Indonesia, seharusnya menjadi standar dalam hal stabilitas. Namun, meningkatnya kasus kriminalitas seperti begal telah memberikan dampak negatif terhadap reputasi Surabaya sebagai kota yang aman. Jika masalah ini tidak segera diatasi, Surabaya dapat kehilangan nilainya sebagai kota yang layak huni, terutama bagi para pelajar yang datang dari daerah lain untuk menuntut ilmu.

Pihak kepolisian perlu segera melakukan tindakan yang lebih tegas. Selain meningkatkan patrol di lokasi-lokasi rawan begal, pendekatan yang lebih humanis juga perlu diterapkan. Membangun kepercayaan masyarakat adalah langkah awal yang krusial. Warga perlu merasa bahwa pihak kepolisian benar-benar hadir untuk melindungi mereka, bukan sekadar sebagai simbol otoritas yang tidak responsif.

Selain itu, kolaborasi dengan pihak pemerintah daerah dan instansi terkait juga perlu diperkuat. Penanganan kriminalitas tidak bisa hanya dibebankan pada satu institusi saja. Pemerintah kota, lembaga sosial, dan bahkan masyarakat itu sendiri harus turut berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif.

Dengan mengambil langkah-langkah strategis dan kolaboratif, diharapkan angka kriminalitas di Surabaya bisa ditekan, sehingga warga, terutama mahasiswa, bisa kembali merasa aman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Tanpa rasa aman, sulit rasanya bagi sebuah kota untuk berkembang secara maksimal. Keamanan bukanlah sebuah kemewahan, melainkan hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan institusi penegak hukum bagi seluruh warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun