Hari ini, senin pertama dibulan januari, matahari bersinar dengan anggunnya. Â Menghangatkan jiwa setiap insan yang selalu bersyukur pada Rabb-Nya, karena hingga saat ini masih diberi kesempatan menatap masa depan yang cerah. Â Secerah sinar mentari pagi.
 Hangatnya sinar mentari, tidak sehangat senyuman sejumlah siswa di SMK tempatku mengabdi sebagai seorang pendidik.
Mereka menanti dengan harap cemas, akan nasib yang menimpa mereka, hari ini. Apakah akan diskors, diberi peringatan pertama, atau lebih dari itu dikeluarkan dari sekolah tempat mereka menimba ilmu.
"Siswa-siswaku, hari ini selesai upacara. Kita akan mengadakan razia rutin. Mulai dari hp, pakaian, rambut serta lainnya yang tidak sesuai dengan aturan tata tertib sekolah," ucap wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.
"Saya minta seluruh guru yang telah diberi wewenang, untuk melakukan tugasnya dengan obyektif. Catat dan segera ambil tindakan sesuai aturan sekolah!"
Tampak wajah panik dari para siswa. Tentunya yang merasa melakukan kesalahan, tapi tidak untuk yang mentaati aturan tata tertib sekolah. Mereka tenang-tenang saja mendengar ucapan wakil kepala sekolah.
 Salah satu siswa, sebut saja namanya Alvin, dengan wajah merenggut kesal, tak memedulikan razia yang akan dilakukan.
Para guru yang telah diberi wewenang segera melaksanakan tugas. Memeriksa setiap siswa. Setelah diperiksa siswa yang tidak bermasalah dipersilakan untuk masuk ke kelas. Â Sedangkan untuk siswa yang bermasalah tetap berdiri di lapangan.
 Siswa yang bermasalah ada yang karena baju yang dikecilkan sehingga ngepres di badan. Celana panjang yang sempit dibetis (kami menyebutnya celana botol). Ada yang rambutnya diberi warna. Untuk cowo ada yang gondrong. Ada yang menyambung rambut. Ada yang di hp nya terdapat foto yang tidak pantas.  Ada juga yang menggunakan sepatu selain warna hitam.
 Salah satu siswa yang terkena razia adalah Alvin.  Seorang juara kelas, cerdas, tapi tidak dengan sikapnya yang kasar, dan suka melawan guru.
Alvin terkena kasus, celana panjangnya dikecilkan. Dia menjahitnya sendiri, karena ibunya seorang penjahit. Jadi dia juga pandai menjahit, hampir semua teman satu kelasnya, meminta Alvin untuk merenovasi celana panjang mereka. Tentu dengan bayaran murah.
 Wakil kepala sekolah langsung menangani Alvin, karena dia tidak terima di razia.
 "Celana yang dikecilkan tak ada sangkut pautnya dengan kecerdasan," protesnya tidak terima. Siswa yang menggunakan celana botol langsung digunting. Saat itu juga.Alvin dengan tidak sopannya, langsung pulang ke rumah, tanpa menghiraukan panggilan bapak wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.
 Sepulang sekolah, wali kelas Alvin, home visit ke rumahnya. memberi tahu tentang kejadian di sekolah. Orang tua Alvin meminta maaf atas kesalahan anaknya, mereka menyadari sifat anaknya yang sedikit kasar, dan sering melawan.
 "Maaf kan kesalahan putra kami Bu," ungkap Bapak Alvin. Kebetulan Bu Ely adalah wali kelas Alvin.
Mereka menceritakan bahwa, sifat anaknya, dikarenakan Alvin adalah cucu kesayangan sang nenek, jika mereka menegur kesalahan Alvin, neneknya akan memenangkan. Nenek Alvin, selalu tak terima, jika cucunya disalahkan. Memang ini didikan yang salah. Sehingga, anak tak bertanggung jawab pada kesalahan yang mereka lakukan.
Para guru yang mengajar di kelas Alvin pun bingung, semakin diatur semakin melawan. Segala cara sudah mereka lakukan dari memberi sanksi atau hukuman. Alvin tetap tak mau berubah, sangat disayangkan karena Alvin seorang anak yang cerdas dan dia adalah sang juara.
 Alvin juga menjabat sebagai ketua kelas, di kelasnya.  Suatu hari karena keterlambatan seorang guru masuk ke kelas mereka, karena ada sedikit urusan yang tidak bisa ditinggalkan, sebagian dari siswa menggunakan kesempatan untuk ke kantin.
Marahlah guru tesebut kepada Alvin, karena sebagai ketua kelas tak dapat mengatur teman-temannya.
 "Alvin! Mengapa kamu membiarkan teman-temanmu keluar dari kelas?"
Alvin menjawab, " Ibu saja yang seorang guru tak mampu mengurus mereka, apalagi saya yang hanya seorang murid."
Sambil berkata Alvin langsung berjalan ke luar kelas ikut bergabung dengan teman-temannya di kantin.
Bel berbunyi, tanda waktu istirahat telah tiba. Â Di ruang guru, Bu Ely bertanya kepada Bu Risa. Â Bu Risa mengajar bidang studi matematika.
"Bu Risa! Â Ada kejadian apa di kelas suara gaduhnya terdengar hingga ke ruang guru?"
Bu Risa pun menceritakan kejadian di kelas Alvin, dan memang saat itu bu Risa yang emosi mendengar jawaban dari Alvin tanpa sadar menggebrak meja. Bukannya meminta maaf, Â Alvin malah membalas dengan menendang meja hingga tumbang, kemudian segera berlalu keluar kelas dan bergabung bersama teman-temannya.
 Aku pun merenung tentang kejadian barusan, saat ini aku menjabat sebagai pembina osis.
"Api dengan api tak bisa dilawan, karena akan semakin membesar."
"Api harus dilawan dengan air, untuk memadamkannya. Â Kekerasan tak bisa dilawan dengan kekerasan, Â tapi lawanlah dengan kelemah lembutan."
Alvin seorang anak yang cerdas, hanya sikapnya yang keras kepala tak mau menerima teguran. Anak yang cerdas kebanyakan suka membaca, dan aku yakin Alvin pun demikian.
Aku teringat memiliki tiga buah buku tentang bagaimana melatih kecerdasan IQ,EQ dan SQ, karangan Ridwan Muhri, trainer dari ESQ 165, jilid 1 sampai 3, ESQ for Teens judul bukunya. Keesokan harinya aku memanggil Alvin dan memberikannya 3 buah buku tersebut.
"Alvin! Panggilku. Ibu ada  tiga buah buku dan buku ini tidak dijual bebas, jangan dipinjamkan ke sembarang orang, kalau hilang tak ada gantinya," kataku.
 "Iya bu," jawabnya.
"Memamg buku tersebut tak ada lagi dijual di toko buku, karena hanya dijual di saat training berlangsung."
Seminggu kemudian, Alvin menghadapku.
Bu katanya, " Terima kasih atas buku yang ibu pinjamkan, bukunya sangat bagus."
 "Maaf bolehkah saya pinjamkkan kepada sepupu saya?" tanyanya.
 "Alhamdulillah sejak membaca buku itu, saya merasa  perbuatan yang saya lakukan dengan melanggar aturan tata tertib sekolah adalah salah. Saya banyak dosa.  Saya terlalu angkuh dan sombong. Saya juga tak pernah melaksanakan perintah salat lima waktu. Insyaallah sekarang saya sudah rutin mekaksanakan sholat lima waktu. Sekali lagi terima kasih ya bu?" Ucapnya, sambil mengusap matanya yang basah.
 "Alhamdulilllah, aku mengucap syukur pada Allah, yang telah menggerakkan dan meluluhkan hati seorang Alvin."
 Sejak saat itu sikap Alvin mulai berubah, dia menjadi anak yang selalu mentaati tata tertib sekolah, cerdas, sopan, santun serta saleh.
 Satu tahun kemudian, Alvin lulus dengan nilai terbaik, dan mendapat beasiswa masuk perguruan tinggi negeri.
 "Tak perlu dengan kekerasan atau emosi untuk menghadapi suatu masalah, hadapilah dengan kelembutan dan kasih sayang".
"Seorang pendidik tak meminta balas jasa, melihat anak didiknya sukses, itu sudah merupakan kebahagiaan bagi mereka."
 "Engkau bagai pelita dalam kegelapan. Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan. Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI