a. Tulis atau list dulu kelemahan kita, kalau bisa sespesifik mungkin. Biar kita punya catatatn atau dokumennya, sesekali bisa dilihat dan agar lebih mudah untuk diperbaiki
b. Menyadari dan ikhlas dengan kondisi tersebut.
Kelebihan dan kelemahan kita itu adalah bagian dari diri kita. Terima dengan lapang dada dan pahami bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan. Pahami bahwa beberapa kelemahan diri kita tidak bisa membuat kita menjadi gagal sepenuhnya.
c. Perbaiki atau tingkatkan apa yang menjadi kelemahan diri , jika diperlukan. Misalnya, saat ini seseorang menyadari bahwa dirinya sering mengalami demam panggung. Pertama-tama, perlu diterima kondisinya kalau saat ini memang begitu adanya. Tetapi apakah tidak mau berusaha untuk meningkatkan kemampuannya? Dalam hal ini sebaiknya orang tersebut berusaha untuk meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking). Artinya proses menerima kelemahan diri ini juga mencakup proses usaha untuk memperbaiki diri, tidak serta merta pasrah dan merasa memiliki keterbatasan selamanya.
Ketiga
Jangan sering membandingkan diri dengan orang lain.
Kalau kita sering membandingkan diri kita dengan orang lain itu tidak akan ada habisnya. Contoh : setiap orang punya sosmed kan? Nah sosmed ini adalah bibit paling besar dari awal mula kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita ambil contoh, misalnya tiktok. "my bestfriend rich check,".."Hot mom check".."alasan jomblo" (terus pamer harta yang tak seberapa). Kalau dipikir-pikir , orang-orang di tiktok kok keren-keren, cakep-cakep, dan kaya-kaya ya ? Apalagi di sosial media banyak yang memposting tentang achievement mereka dan betapa bahagianya hidup mereka..sampai kita jadi merasa kita tak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang lain, merasa sedih, envy, atau bahkan rendah diri..padahal ya mungkin saja mereka yang kita banding-bandingkan itu tak sebahagia yang kita pikirkan.
enonema ini kalau di dalam psikologi diistilahkan dengan social comparison. Pada dasarnya social comparison (perbandingan sosial) ini termasuk hal yg wajar dilakukan oleh manusia di dlm kehidupan sosialnya (Festinger, 1945). Titik permasalahannya adalah pada konsekuensi setelahnyaa. Apakah setelah kita melakukan social comparison ini akan memotivasi diri kita untuk menjadi lebih baik ataukah justru membuat diri kita semakin down dan insecure? Nah disini kita harus benar-benar aware dan berhati-hati. Ini berkaitan juga dengan penggunaan sosmed. Intinya penelitian terkait dampak dari sosmed itu sendiri banyak. Dan tentunya dapat mempengaruhi kesehatan mental kita. So, be aware!
Ke empat.
Jangan terlau fokus/mencemaskan penilaian orang lain
Setelah mengenali gambaran diri kita. Pernah tidak kita berpikir bahwa apakah benar kita memang memiliki semua gambaran tersebut? Valid tidak? Apa buktinya? Coba kita liat kasus berikut ini :