"Yaa Allah. Apa aku bisa kuat. Dapatkah aku berdiri tegar. Aku tak sanggup. Engkau penopang hidupku. Engkau yang selama ini memberi semangat, untuk tak pantang menyerah."
"Aku sadar. Allah lebih sayang padamu. Kini engkau tak merasakan sakit lagi. kami sayang padamu."
Kurasakan rumah sepi, tanpa hadirmu. Gelak candamu, saat menjahili anak-anak kita. Masih samar terdengar. Harum tubuhmu, dipembaringan kita, masih jelas tercium. Aku memutar vidio kebersamaan kita. Air mataku meluncur deras.
"Yaa Allah beri aku kekuatan. Beri aku kesabaran. Aku tak boleh menangis di hadapan anak-anak."
Pagi ini, kembali aku berkunjung ke pemakaman. Rumah barumu. Hanya nisanmu yang kupeluk.
"Semoga engkau tenang di sana. Tunggu aku. Kita akan bersama di JannahNya."
Covid, merenggut hadirmu, Â dari kami. Begitu tiba-tiba. Hanya beberapa hari. Kami pasrah. Aku tak dapat merawatmu. Tak dapat menghantar kepergianmu. Itu yang membuatku begitu bersedih.
"Cinta itu tanpa syarat. Mungkin itu yang kurasakan untukmu. Bukan tanpa cemburu, tapi semua rasa menepi ketika yang kuiinginkan hanya kebahagianmu."
"Papa. Mama rindu."
"Sangaaaatttt rindu."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI