Pihak berwenang bahkan tidak mendekat. Mereka yang mempunyai kekuatan untuk mengubah keadaan telah menutup mata, memilih untuk tidak melihat kenyataan yang ada di hadapan mereka.
Suatu malam, Maria tidak kembali ke kamar beton kecilnya. Dia telah bertemu dengan seorang pria yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik, jalan keluar. Namun janji itu, seperti banyak janji lainnya, hanyalah sebuah jebakan.Â
Dia membawanya ke tempat dimana kegelapan paling dalam, dan meninggalkannya di sana untuk mati. Jeritan mereka tenggelam dalam kesunyian kota yang tak pernah terdengar.
Mereka menemukannya beberapa hari kemudian, tubuhnya lemas, wajahnya dipenuhi air mata kering dan perutnya kosong karena kekurangan makanan.Â
Dia dimakamkan tanpa nama, tanpa upacara, di lapangan yang penuh dengan kuburan tanpa nama. Tidak ada yang bertanya tentang dia. Tidak ada yang menangis untuknya.
Namun di kota yang terlupakan itu, ketidakadilan terus berlanjut. Perempuan terus menjual dirinya, anak-anak terus meninggal, dan bayang-bayang kemiskinan menyelimuti setiap jiwa yang berusaha bertahan hidup.Â
Siklus kesengsaraan tampak abadi, dan harapan, sebuah kemewahan yang tak seorang pun mampu membelinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H