Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keheningan Abadi di Langit Thales

9 Oktober 2024   20:48 Diperbarui: 9 Oktober 2024   21:39 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Langit Thales, sumber: pinterest.com/beprettyme/)

"Aku sudah mendengar lagu-lagumu," katanya. Langit juga telah mendengarnya.

Rena menatapnya dengan bingung. Tidak ada yang pernah menanggapi nyanyiannya. Namun pria itu melanjutkan.

"Ada cara untuk menyelamatkan ayahmu, membawa hujan dan kehidupan kembali ke Thales," katanya sambil menunjuk ke arah pohon layu di tengah desa. Namun itu bukanlah harga yang mudah untuk dibayar.

Rena mengikutinya keluar rumah, kakinya yang telanjang merasakan debu dan tanah kering di bawahnya. Pria itu membawanya ke pohon, di mana cabang-cabangnya melilit seperti tangan yang putus asa, dan berhenti.

"Pohon ini," katanya, "adalah kuncinya." Kutukan itu tidak bisa dipatahkan hanya dengan usaha satu orang saja. Itu membutuhkan pengorbanan. Surga akan membuka pintunya, namun ia membutuhkan sesuatu yang berharga, sesuatu yang belum pernah Anda berikan.

Rena memandang pria itu, hatinya dipenuhi ketakutan dan harapan. Jika ada cara untuk menyelamatkan ayah dan kotanya, dia akan melakukannya. Namun saat dia berbicara, suara pria itu menjadi lebih gelap.

Untuk mendatangkan hujan dan menyelamatkan ayahmu, kamu harus memberikan suaramu. Langit hanya akan merespon jika nyanyianmu, anugerahmu yang paling berharga, berubah menjadi keheningan abadi.

Rena merasa dunianya hancur. Suaranya adalah satu-satunya yang tersisa dari ibunya, satu-satunya hal yang memberi makna pada keberadaannya di tempat terpencil tersebut. Tapi jika itu berarti menyelamatkan ayahnya, rakyatnya, dan kotanya, tidak ada pilihan lain.

"Aku akan melakukannya," akhirnya dia berkata, dengan air mata berlinang.

Pria itu mengangguk pelan dan mengangkat tangannya ke arah pohon. Angin dingin mulai bertiup, menggerakkan dahan-dahan untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Dengan suara yang dalam, dia melafalkan kata-kata dalam bahasa kuno, dan tiba-tiba bumi berguncang. Awan mulai berkumpul di atas Thales, tebal dan hitam, menjanjikan hujan yang mereka rindukan.

Rena merasakan tenggorokannya perlahan tertutup. Dia mencoba bernyanyi, namun tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Suaranya, yang membawa harapan bagi ayahnya dan orang-orang, telah hilang selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun