Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunga dan Bayangan

30 September 2024   19:38 Diperbarui: 30 September 2024   19:44 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pengantin wanita dan pria, Sumber: Pixabay)

Amelia berada di depan cermin sambil merapikan kerudung yang jatuh lembut di punggungnya. Gaun putih itu bersinar di bawah cahaya siang hari, dan meskipun segala sesuatunya tampak sempurna, ada sesuatu yang tidak muat di dalamnya. Pernikahan yang paling dinantikan di Mazatlán akan segera terjadi, pernikahan yang akan menyatukan wanita muda dari keluarga sederhana dengan Rama Aditya Atmaja, pewaris salah satu kekayaan terbesar di wilayah tersebut. Seluruh kota telah hadir untuk menyaksikannya.

“Sudah hampir waktunya,” kata Lorena, teman masa kecilnya, sambil meletakkan buket mawar putih di tangannya.

Amelia tersenyum, gugup. Di luar, semuanya tampak seperti mimpi, tetapi di dalam, ada kegelisahan yang tidak akan meninggalkannya sendirian. Selama berminggu-minggu, Rama bersikap aneh, menjauh, seolah-olah ada sesuatu yang gelap sedang terjadi di dalam dirinya. Tapi semua orang bersikeras bahwa itu normal, bahwa ketegangan sebelum pernikahan mempengaruhi siapa pun.

Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“Ayo Amelia, semuanya menunggumu,” tambah Lorena sambil tersenyum. Ini akan menjadi hari paling bahagia dalam hidup Anda.

Amelia mengangguk dan meninggalkan ruangan, siap untuk upacara. Lorong menuju altar ditutupi kelopak mawar, dan di kejauhan terdengar tawa dan gumaman para tamu. Di balik pintu, Rama telah menunggunya, berdiri di depan altar, dengan sikap anggun dan tatapan dinginnya, seperti biasa. Di sampingnya, keluarganya menyaksikan dengan bangga.

Saat dia berjalan ke arahnya, dia menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Suasananya aneh, seperti ada bayangan yang menutupi tempat itu. Namun dia memaksakan diri untuk terus berjalan, pandangannya tertuju pada calon suaminya. Setiap langkah membawanya lebih dekat ke tujuan yang tidak lagi dia yakini inginkan.

Akhirnya, dia sampai di altar. Rama memberinya senyuman, tapi itu bukanlah senyuman hangat yang dia ingat di bulan-bulan pertama hubungan mereka. Itu adalah senyuman kosong dan penuh perhitungan.

Imam itu mulai berbicara, dan gumaman para tamu digantikan oleh gema kata-katanya yang khusyuk. Segalanya berjalan sesuai rencana, hingga terdengar jeritan tajam yang memecah ketenangan gereja.

-Bantuan! Tolong bantu!

Suara itu datang dari belakang ruangan. Gumaman mulai terdengar lagi, kali ini penuh dengan kebingungan dan ketakutan. Salah satu pelayan berlari masuk, pucat dan gemetar, melambaikan tangannya.

—Ada orang mati di taman!

Kekacauan meletus. Amelia yang masih shock tidak mengerti apa yang terjadi. Upacara segera dihentikan. Rama, yang tadinya tenang sepenuhnya, menjadi tegang. Sesuatu dalam ekspresinya berubah, sesuatu yang tidak bisa dilewatkan oleh Amelia.

Rama memberi isyarat kepada kakaknya, Maurin, yang berlari ke taman bersama beberapa tamu di belakangnya. Amelia melihat sekeliling, merasakan tanah di bawah kakinya bergoyang.

“Amelia, tetap di sini,” kata Rama dengan suara tegas, tapi wanita muda itu tidak bisa diam.

Dia berlari mengejar kerumunan yang menuju ke taman. Udara yang tadinya hangat dan wangi, kini terasa dingin dan pekat. Di antara bunga dan lampu, tubuh seorang lelaki tergeletak tak bergerak di atas rumput, wajahnya berlumuran darah.

—Itu Esteban! —seseorang berteriak dari belakang.

Amelia merasakan sakit di perutnya. Esteban adalah salah satu karyawan terdekat keluarga Atmaja, seorang pria yang telah bekerja untuk mereka selama bertahun-tahun. Semua orang mengenalnya dan menghormatinya. Apa yang dia lakukan di pernikahannya?

Rama tiba di samping tubuh itu, dan meski berusaha tetap tenang, Amelia melihat sesuatu yang lain di matanya. Itu bukan kejutan, atau bahkan kekhawatiran. Itu adalah sesuatu yang jauh lebih gelap. Sesuatu yang membuat darahnya menjadi dingin.

Detektif itu segera tiba, seorang pria pendek dan kurus, tetapi dengan penampilan yang mengesankan. Saat dia mengamati kejadian tersebut, semua tamu tetap diam, seolah-olah suara sekecil apa pun dapat memperburuk situasi.

"Tidak ada yang bergerak dari sini," kata detektif itu dengan suara berwibawa. Ini pembunuhan, dan saya perlu berbicara dengan semua orang.

Para tamu mulai bergumam lagi, kegugupan terlihat jelas. Semua orang menanyakan hal yang sama: siapa yang bisa melakukan hal seperti itu?

Detektif itu menghampiri Rama yang masih memandangi tubuh Esteban dengan ekspresi yang sulit ditembus

"Tuan Atmaja," kata detektif itu sambil menatap ke arahnya, "Saya ingin tahu apa yang Anda ketahui tentang ini." Kapan terakhir kali Anda melihat Esteban hidup?

"Kemarin," jawab Rama tanpa ragu-ragu. Dia mengawasi persiapan pernikahan. Aku melihatnya terakhir kali pada sore hari.

Amelia merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia teringat sesuatu yang dia dengar malam sebelumnya, percakapan antara Rama dan Esteban yang membuatnya gelisah. Dia hendak tidur ketika dia mendengar suara mereka datang dari kantor Rama. Dia tidak bisa mendengar semuanya, tapi ada sesuatu dalam nada suara Rama yang membuatnya khawatir. Sesuatu tentang "memecahkan masalah" dan "memastikan semuanya berjalan dengan baik". Pada saat itu, dia menganggapnya sebagai kesalahpahaman sederhana, tapi sekarang...

"Rama," kata Amelia, hampir berbisik, "apa yang terjadi?"

Rama memandangnya, tapi tidak berkata apa-apa.

Detektif itu tidak mengalihkan pandangannya dari Rama. Sesuatu dalam sikapnya sepertinya menarik perhatiannya.

—Apakah kamu punya alasan ingin menyingkirkan Esteban? —detektif itu bertanya secara langsung, menyebabkan gumaman di antara para tamu semakin intensif.

—Itu konyol! —seru Rama—. Esteban adalah karyawan yang setia.

Tapi Amelia tahu ada yang tidak beres. Mata Rama, yang sebelumnya selalu dingin dan penuh perhitungan, kini menunjukkan campuran kemarahan dan ketakutan. Kemudian, semuanya terlintas di benaknya. Rama menyembunyikan sesuatu, dan Esteban menemukannya.

“Aku…” Amelia menelan ludahnya, merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Saya mendengar Rama berbicara dengan Esteban tadi malam. Mereka berdebat tentang sesuatu yang penting.

Keheningan menyelimuti taman seperti batu. Rama memandangnya, tidak percaya, seolah dia tidak percaya dia telah mengkhianatinya seperti itu.

—Amelia, kamu tidak mengerti apa yang kamu katakan.

Tapi dia tahu itu. Pembunuhan Esteban bukanlah suatu kecelakaan atau kejahatan nafsu. Rama telah membunuhnya untuk mencegah dia mengungkapkan sesuatu yang akan menghancurkan keluarganya. Penipuan finansial, rahasia kelam yang akan menghancurkan segalanya, termasuk pernikahannya dengan Amelia.

Detektif, setelah mendengar ini, memerintahkan penangkapan Rama. Saat diborgol, Amelia merasakan campuran antara lega dan sakit. Seluruh dunianya hancur dalam satu hari, tapi setidaknya kebenaran telah terungkap.

Pernikahan yang sempurna tidak pernah ada. Itu hanya kedok untuk menyembunyikan rahasia tergelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun