Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Nature

Gulungan Laut Mati: Siapa Yang Menulisnya dan Mengapa?

23 September 2024   17:03 Diperbarui: 23 September 2024   17:03 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gulungan Laut Mati: Siapa yang menulisnya dan mengapa?

Bukit pasir di Gurun Yudea, tempat pegunungan berpasir berjalan dengan langit, telah menjadi saksi rahasia yang tak terhitung jumlahnya sepanjang sejarah. Di daerah gersang ini, dekat pantai Laut Mati, pada tahun 1947 sebuah penemuan merevolusi pemahaman teks-teks Alkitab dan Yudaisme Bait Suci Kedua: Gulungan Laut Mati.

Itu adalah hari biasa ketika seorang pemuda Badui, ketika mencari salah satu kambingnya, menemukan serangkaian gua tersembunyi di perbukitan dekat Qumran. Penasaran, dia melemparkan batu ke dalam dan, mendengar suara sesuatu pecah, memutuskan untuk menyelidikinya. Apa yang dia temukan adalah kumpulan guci-guci kuno, beberapa di antaranya berisi gulungan-gulungan yang rapuh dan rusak. Tanpa sadar, dia telah menemukan beberapa teks dan dokumen Alkitab tertua yang diketahui yang dapat menjelaskan periode gelap dan penuh gejolak dalam sejarah Yahudi.

Namun siapa yang menulis naskah-naskah ini dan mengapa? Penelitian dan analisis teks telah mengarahkan para sarjana pada berbagai teori. Pendapat yang paling umum menyatakan bahwa manuskrip-manuskrip tersebut adalah karya kaum Eseni, sebuah sekte Yahudi yang berkembang antara tahun 200 SM. dan 70 Masehi Komunitas ini, yang terkenal dengan kehidupan asketis dan praktik keagamaan yang ketat, telah berpisah dari Bait Suci di Yerusalem karena perbedaan teologis dan ketidaksetujuan mereka terhadap korupsi imamat.

Kaum Eseni, yang mencari perlindungan di mana mereka dapat hidup dan menjalankan keyakinan mereka tanpa gangguan, menetap di Qumran. Di sana, di tepi gurun, mereka membangun sebuah biara dan mengabdikan diri mereka pada penyalinan dan pelestarian teks-teks suci. Gulungan Laut Mati adalah bukti kerja keras mereka.

Naskah-naskah ini tidak hanya memuat penggalan seluruh kitab Perjanjian Lama (kecuali kitab Ester), tetapi juga teks apokrif dan tulisan kaum Eseni. Yang terakhir ini menawarkan sebuah jendela unik ke dalam pemikiran dan praktik komunitas yang penuh teka-teki ini. Misalnya, beberapa teks menggambarkan ritual penyucian, peraturan komunitas, dan prediksi apokaliptik tentang perang yang akan terjadi antara “kekuatan cahaya” dan “kekuatan kegelapan”.

Jadi mengapa mereka menulis naskah-naskah ini? Pertama, untuk melestarikan Kitab Suci dan memastikan bahwa generasi mendatang memiliki akses terhadapnya. Namun, dengan mendokumentasikan keyakinan dan praktik mereka sendiri, kaum Eseni memetakan identitas mereka di masa perubahan dan konflik besar. Di dunia di mana Yudaisme terpecah-pecah menjadi berbagai sekte, dan Kekaisaran Romawi mengancam cara hidup mereka, kaum Eseni menemukan cara tertulis untuk menegaskan tempat mereka dalam sejarah.

Namun, pada tahun 70 M, dengan penghancuran Kuil Yerusalem di tangan Romawi dan pemberontakan Yahudi berikutnya, komunitas Essene di Qumran juga menemui ajalnya. Mungkin, karena menghadapi ancaman invasi, kaum Eseni menyembunyikan manuskrip berharga mereka di dalam gua, berharap suatu hari nanti dapat menemukannya kembali. Hari itu belum tiba bagi mereka, namun hampir dua ribu tahun kemudian, seluruh dunia akan mendapatkan manfaat dari warisan mereka.

Gulungan Laut Mati adalah sebuah jembatan menuju masa lalu, sebuah hubungan nyata dengan suatu masa dan sebuah komunitas yang, meskipun telah tiada, tetap hidup dalam halaman-halaman usang yang mereka tinggalkan. Berkat manuskrip-manuskrip ini, kita lebih memahami akar Yudaisme, Kristen, dan interaksi agama dan sosial politik yang kompleks di Yudea kuno. Semua ini merupakan bukti kekuatan abadi dari kata-kata tertulis dan keinginan manusia untuk memahami dan diingat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun