Itu adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang belum pernah saya lihat. Nenek saya selalu bercerita kepada saya tentang laut, tentang bayangan yang hidup di kedalamannya dan yang dapat merenggut jiwa orang-orang yang tidak menaruh curiga pada malam-malam tertentu. Cerita yang tidak pernah saya percayai sampai saat itu.Â
Bayangan itu menyelimuti anak laki-laki itu dalam sekejap. Aku mendengar teriakannya, suara yang masih terngiang-ngiang di telingaku seperti gema terkutuk. Istri saya berteriak dan berlari ke arahnya, tetapi tidak ada gunanya. Dalam hitungan detik, keduanya telah menghilang di bawah ombak, ditelan benda gelap dan menyeramkan itu.
Saya berlari menuju laut, putus asa, tetapi saya tidak dapat menemukan apa pun. Hanya kegelapan air dan kesunyian. Pikiranku tidak bisa memproses apa yang telah terjadi. Seolah-olah dunia sudah tidak ada lagi. Saya tidak ingat berapa banyak waktu yang saya habiskan untuk mencari. Meneriakkan nama mereka, memohon pada laut untuk membawa mereka kembali. Tapi dia tidak melakukannya.Â
Pada akhirnya, aku terjatuh di atas pasir, pecah, dengan suara laut yang mengejekku. Saya kembali ke peternakan pada suatu saat, menyeret kaki saya, tubuh saya mati rasa dan pikiran saya kosong. Kematian telah merenggut keluargaku, dan aku sendirian, tidak mampu bangun dari mimpi buruk itu. Pihak berwenang menyebutnya sebagai kecelakaan, sebuah tragedi yang disebabkan oleh air pasang. Tapi aku tahu kebenarannya, atau setidaknya sesuatu yang mendekati kebenaran. Bayangan laut telah menguasai mereka, seperti dalam cerita-cerita nenekku.Â
Bertahun-tahun aku mencoba melupakannya. Aku mencoba mengubur kenangan itu jauh di dalam pikiranku. Tapi aku selalu kembali ke tempat ini, ke pantai ini, berharap menemukan jawaban atau mungkin hukuman. Saya tidak yakin. Suatu malam, bertahun-tahun kemudian, ketika saya sendirian di peternakan, saya melihatnya. Anak laki-laki itu, sosoknya yang kecil dan sedih muncul di etalase ruang tamu, menatapku dari kegelapan. Aku tahu itu tidak nyata, itu tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. Saya lumpuh, tidak dapat bergerak atau berbicara. Dan kemudian, dia menunjuk ke arah pintu.
Saya tidak dapat mempercayainya. Namun kekuatan aneh mendesak saya untuk mengikutinya. Aku keluar, menuju pantai. Angin terasa dingin, dan bulan nyaris tidak menerangi jalan setapak. Anak laki-laki itu ada di sana, di tepi pantai, menghadap ke laut. Aku mendekat perlahan, takut dengan apa yang mungkin kulihat. Dan di sana, di kedalaman laut, bayangan itu muncul kembali.Â
Namun kali ini, dia tidak sendirian. Di samping makhluk gelap dan mengerikan itu adalah istriku, menatapku dengan mata kosong, wajahnya pucat dan dipenuhi ganggang. Bibirnya bergerak, tapi aku tidak mendengar sepatah kata pun, hanya gumaman mengerikan yang datang dari dasar laut. "Dia milikku... dia akan selalu menjadi..." bisik bayangan itu, sebelum menghilang bersama mereka ke dalam ombak. Aku berlutut di pasir, kalah. Dia tahu bahwa, betapapun kerasnya dia berusaha melupakannya, betapapun kerasnya dia berusaha melarikan diri, laut akan selalu mengklaim miliknya.Â
Dan sekarang, aku mengerti bahwa aku juga ditakdirkan untuk memikul rasa bersalah itu, sampai suatu hari aku akhirnya terseret ke kedalamannya. Malam itu, aku teringat kata-kata nenekku, cerita-ceritanya tentang bayang-bayang laut. Dan aku tahu aku tidak akan pernah bisa melarikan diri dari mereka lagi. Bayangannya ada di sini, dan mereka tidak akan pergi sampai mereka membawaku juga.Â
Apa yang akan kamu lakukan jika laut merenggut orang yang kamu cintai?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H