Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Horor

Keheningan Kenangan

17 Agustus 2024   18:27 Diperbarui: 17 Agustus 2024   18:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Keheningan Kenangan, Sumber:Pixabay)

Sofia berlutut sambil menangis, ketika suara-suara di kepalanya semakin keras. "Selamatkan dia," bisik mereka, "selamatkan dia dari keterlupaan." Dia kemudian mengerti bahwa jiwa orang mati tidak beristirahat dengan tenang, tidak ketika ingatan mereka dilupakan, terkikis oleh waktu. Apartemen, yang dulu merupakan tempat perlindungan, telah menjadi api penyucian, tempat di mana ingatan perlahan-lahan tersiksa, tempat jiwa-jiwa terjebak dalam kegelapan kelupaan. 

Putus asa, Sofia berlari ke kamar tempat neneknya menghabiskan hari-hari terakhirnya. Dia membuka bagasi tua di kaki tempat tidur, mencari sesuatu, apa pun yang mungkin bisa membantunya. Di antara pakaian tua dan benda berdebu, ia menemukan sebuah surat. Itu milik neneknya, ditulis dengan tulisan tangan yang gemetar. "Jangan biarkan aku lupa," kata surat itu, "jangan biarkan aku tersesat dalam kegelapan." Dengan hati tercekat, Sofia mengambil surat itu dan mulai membacanya keras-keras. Setiap kata sepertinya bergema di seluruh apartemen, dan dengan setiap kalimat, kegelapan di jendela mulai surut. 

(Keheningan Kenangan, Sumber:Pixabay)
(Keheningan Kenangan, Sumber:Pixabay)

Suara-suara itu, yang sebelumnya merupakan hiruk-pikuk rasa sakit, melunak, berubah menjadi bisikan yang menenangkan. Melodinya kembali sama seperti yang diingat Sofia, hangat dan penuh cinta. Ketika dia selesai membaca, apartemennya tampak lebih cerah dan nyaman. Jendela-jendelanya sekarang memperlihatkan jalan di luar, dan pintunya, yang sebelumnya tertutup, kini terbuka. Sofia pergi, mengetahui bahwa dia telah memenuhi keinginan terakhir neneknya. 

Tapi saat dia berjalan pergi, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke belakang. Bangunan itu masih berdiri, tetapi sekarang saya mengerti bahwa itu bukan sekadar tempat fisik. Itu adalah tempat di mana kenangan hidup, dan di mana jiwa tetap hidup selama ada seseorang yang mengingatnya. Tapi aku tahu aku tidak bisa kembali. Karena beberapa tempat, betapapun dicintainya, ditakdirkan untuk tetap berada di masa lalu, terkubur bersama kenangan yang seharusnya tidak lagi terbangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun